Satu Cerita, Satu Kenyerian
Oleh: Indarka P.P
Konon, bercerita diyakini sebagai cara terbaik mengkritisi suatu hal. Sebagai miniatur kehidupan berwujud teks, paling tidak cerita dapat berfungsi sebagai nasihat, sekalipun tanpa kata-kata yang tegas. Bahkan sebagian orang menggunakan cerita sebagai sarana memperbaiki sesuatu yang rusak dengan tanpa menyentuhnya secara langsung.
Sejatinya kita telah banyak
menjumpai karya sastra yang bertendensi demikian. Dan satu di antara yang sudah
– atau kelak – kita jumpai adalah ketika membaca Sejarah Nyeri. Yuditeha, sastrawan
sekaligus redaktur sebuah media sastra adalah dalang kenyerian itu.
menjumpai karya sastra yang bertendensi demikian. Dan satu di antara yang sudah
– atau kelak – kita jumpai adalah ketika membaca Sejarah Nyeri. Yuditeha, sastrawan
sekaligus redaktur sebuah media sastra adalah dalang kenyerian itu.
Bagi yang kerap membaca karyanya,
terlebih cerpen, mestinya tahu Yuditeha memiliki ‘napas panjang’ dalam
bernarasi. Dalam hal ini, kita patut menduga bahwa ia berhati-hati menyusun
logika kalimat. Cerpen-cerpen Yuditeha sering berklimaks pada detik-detik
akhir. Yuditeha seolah memaksa pembaca untuk
bersabar menanti sensasi ‘gong-nya’.
terlebih cerpen, mestinya tahu Yuditeha memiliki ‘napas panjang’ dalam
bernarasi. Dalam hal ini, kita patut menduga bahwa ia berhati-hati menyusun
logika kalimat. Cerpen-cerpen Yuditeha sering berklimaks pada detik-detik
akhir. Yuditeha seolah memaksa pembaca untuk
bersabar menanti sensasi ‘gong-nya’.
Dalam buku ini, sebanyak 19 cerpen
memakai awalan judul serupa: Sejarah. Mulai dari Sejarah Bibir, Sejarah Rahim,
Sejarah Sabun, Sejarah Timun, bahkan Sejarah Titit. Sebagai khas kemerdekaannya
selaku seniman sastra, Yuditeha kerap menghadirkan cerita yang bersinggungan
dengan hal-hal intim: sisi rahasia tapi paling jujur pada setiap manusia.
memakai awalan judul serupa: Sejarah. Mulai dari Sejarah Bibir, Sejarah Rahim,
Sejarah Sabun, Sejarah Timun, bahkan Sejarah Titit. Sebagai khas kemerdekaannya
selaku seniman sastra, Yuditeha kerap menghadirkan cerita yang bersinggungan
dengan hal-hal intim: sisi rahasia tapi paling jujur pada setiap manusia.
Sejarah Sabun agaknya menjadi
pilihan tepat untuk menjelaskan hal tersebut. Sabun selaku tokoh utama berkisah
aktivitas seorang laki-laki dan perempuan—sepasang suami-istri, berserta
putranya setiap berada di kamar mandi. Sabun bertutur bahwa laki-laki dan
perempuan itu sama-sama memiliki kebiasaan mencukur bersih bulu ketiak dan bulu kemaluan sebelum mandi.
pilihan tepat untuk menjelaskan hal tersebut. Sabun selaku tokoh utama berkisah
aktivitas seorang laki-laki dan perempuan—sepasang suami-istri, berserta
putranya setiap berada di kamar mandi. Sabun bertutur bahwa laki-laki dan
perempuan itu sama-sama memiliki kebiasaan mencukur bersih bulu ketiak dan bulu kemaluan sebelum mandi.
Suatu hari, sang suami pamit pada
istrinya selama tiga hari ke luar kota karena tugas kerja. Dengan otomatis yang
akan masuk ke kamar mandi selama tiga hari ke depan adalah perempuan itu dan
anaknya saja. Tetapi, suatu waktu, kamar mandi dimasuki seorang laki-laki
asing. Tak lama kemudian laki-laki itu disusul oleh perempuan tadi. “…dengan
cepat bibir mereka beradu. Tubuh mereka merekat. Lalu mereka saling melepas
pakaian hingga telanjang…,” terang Sabun.
istrinya selama tiga hari ke luar kota karena tugas kerja. Dengan otomatis yang
akan masuk ke kamar mandi selama tiga hari ke depan adalah perempuan itu dan
anaknya saja. Tetapi, suatu waktu, kamar mandi dimasuki seorang laki-laki
asing. Tak lama kemudian laki-laki itu disusul oleh perempuan tadi. “…dengan
cepat bibir mereka beradu. Tubuh mereka merekat. Lalu mereka saling melepas
pakaian hingga telanjang…,” terang Sabun.
Setelah kejadian itu, suami pulang
dari tugas kerjanya. Pertama yang ia lakukan adalah bersih diri di kamar mandi.
Tetapi ia tiba-tiba tercenung ketika menemukan sehelai rambut keriting yang
kira-kira panjangnya 5 senti menempel di permukaan sabun. Sementara ia paham,
bahwa ia dan istrinya selalu rutin mencukur bulu ketiak maupun bulu kemaluannya.
dari tugas kerjanya. Pertama yang ia lakukan adalah bersih diri di kamar mandi.
Tetapi ia tiba-tiba tercenung ketika menemukan sehelai rambut keriting yang
kira-kira panjangnya 5 senti menempel di permukaan sabun. Sementara ia paham,
bahwa ia dan istrinya selalu rutin mencukur bulu ketiak maupun bulu kemaluannya.
Meski terbilang ‘saru’, kisah sabun
tak ubahnya cara mengkritik orang-orang amoral. Bahwa cepat atau lambat,
kebusukan akan tersingkap sekalipun dengan cara paling sederhana. Sabun
dijadikan tokoh utama yang berlaku sebagai
narator paling jujur atas apa yang ia saksikan.
Maka amanat yang layak dipetik dari cerita ini adalah pentingnya menjaga muruah
seseorang, terlebih bagi mereka yang sudah terikat sebagai suami istri.
tak ubahnya cara mengkritik orang-orang amoral. Bahwa cepat atau lambat,
kebusukan akan tersingkap sekalipun dengan cara paling sederhana. Sabun
dijadikan tokoh utama yang berlaku sebagai
narator paling jujur atas apa yang ia saksikan.
Maka amanat yang layak dipetik dari cerita ini adalah pentingnya menjaga muruah
seseorang, terlebih bagi mereka yang sudah terikat sebagai suami istri.
Selain melalui indera peraba, nyeri
bahkan juga bisa muncul akibat luapan emosional seseorang. Dan setelah
mendalami cerpen Sejarah Sabun, kenyerian itu mencuat di benak pembaca. Hal ini
berlaku untuk cerpen-cerpen lainnya. Satu
cerita, satu kenyerian.
bahkan juga bisa muncul akibat luapan emosional seseorang. Dan setelah
mendalami cerpen Sejarah Sabun, kenyerian itu mencuat di benak pembaca. Hal ini
berlaku untuk cerpen-cerpen lainnya. Satu
cerita, satu kenyerian.
Menurut saya, Sejarah Nyeri cukup
berhasil menandingi pendahulunya, Balada Bidadari (Kompas, 2016). Balada
Bidadari yang dominan berkisah soal asmara sebenarnya juga penuh kenyerian,
meski tidak disinggung gamblang Yuditeha lewat kata-kata.
berhasil menandingi pendahulunya, Balada Bidadari (Kompas, 2016). Balada
Bidadari yang dominan berkisah soal asmara sebenarnya juga penuh kenyerian,
meski tidak disinggung gamblang Yuditeha lewat kata-kata.