Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Resensi

Resensi Indarka P.P.

Admin by Admin
2 Juli 2024
0
Resensi Indarka P.P.
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

Satu Cerita, Satu Kenyerian

Oleh: Indarka P.P
Identitas Buku :
  • Judul Buku        : Sejarah Nyeri
  • Penulis               : Yuditeha
  • Penerbit             : Marjin Kiri, Tangerang Selatan
  • Cetakan            : Pertama, November 2020
  • Tebal                 : 128 halaman, 14 x 20,3 cm
  • ISBN                   : 978-602-0788-07-4
Konon, bercerita diyakini sebagai cara terbaik mengkritisi suatu hal. Sebagai miniatur kehidupan berwujud teks, paling tidak cerita dapat berfungsi sebagai nasihat, sekalipun tanpa kata-kata yang tegas. Bahkan sebagian orang menggunakan cerita sebagai sarana memperbaiki sesuatu yang rusak dengan tanpa menyentuhnya secara langsung.
 
Sejatinya kita telah banyak
menjumpai karya sastra yang bertendensi demikian. Dan satu di antara yang sudah
– atau kelak – kita jumpai adalah ketika membaca Sejarah Nyeri. Yuditeha, sastrawan
sekaligus redaktur sebuah media sastra adalah dalang kenyerian itu.
 
Bagi yang kerap membaca karyanya,
terlebih cerpen, mestinya tahu Yuditeha memiliki ‘napas panjang’ dalam
bernarasi. Dalam hal ini, kita patut menduga bahwa ia berhati-hati menyusun
logika kalimat. Cerpen-cerpen Yuditeha sering berklimaks pada detik-detik
akhir. Yuditeha seolah memaksa pembaca
untuk
bersabar menanti sensasi ‘gong-nya’.
 
Dalam buku ini, sebanyak 19 cerpen
memakai awalan judul serupa: Sejarah. Mulai dari Sejarah Bibir, Sejarah Rahim,
Sejarah Sabun, Sejarah Timun, bahkan Sejarah Titit. Sebagai khas kemerdekaannya
selaku seniman sastra, Yuditeha kerap menghadirkan cerita yang bersinggungan
dengan hal-hal intim: sisi rahasia tapi paling jujur pada setiap manusia.
 
Sejarah Sabun agaknya menjadi
pilihan tepat untuk menjelaskan hal tersebut. Sabun selaku tokoh utama berkisah
aktivitas seorang laki-laki dan perempuan—sepasang suami-istri, berserta
putranya setiap berada di kamar mandi. Sabun bertutur bahwa laki-laki dan
perempuan itu sama-sama memiliki kebiasaan mencukur bersih bulu ketiak dan
bulu kemaluan sebelum mandi.
 

 

Suatu hari, sang suami pamit pada
istrinya selama tiga hari ke luar kota karena tugas kerja. Dengan otomatis yang
akan masuk ke kamar mandi selama tiga hari ke depan adalah perempuan itu dan
anaknya saja. Tetapi, suatu waktu, kamar mandi dimasuki seorang laki-laki
asing. Tak lama kemudian laki-laki itu disusul oleh perempuan tadi. “…dengan
cepat bibir mereka beradu. Tubuh mereka merekat. Lalu mereka saling melepas
pakaian hingga telanjang…,” terang Sabun.
 
Setelah kejadian itu, suami pulang
dari tugas kerjanya. Pertama yang ia lakukan adalah bersih diri di kamar mandi.
Tetapi ia tiba-tiba tercenung ketika menemukan sehelai rambut keriting yang
kira-kira panjangnya 5 senti menempel di permukaan sabun. Sementara ia paham,
bahwa ia dan istrinya selalu rutin mencukur bulu ketiak maupun
bulu kemaluannya.
 
Meski terbilang ‘saru’, kisah sabun
tak ubahnya cara mengkritik orang-orang amoral. Bahwa cepat atau lambat,
kebusukan akan tersingkap sekalipun dengan cara paling sederhana. Sabun
dijadikan tokoh utama yang berlaku
sebagai
narator
paling jujur atas apa yang ia saksikan.
Maka amanat yang layak dipetik dari cerita ini adalah pentingnya menjaga muruah
seseorang, terlebih bagi mereka yang sudah terikat sebagai suami istri.
 
Selain melalui indera peraba, nyeri
bahkan juga bisa muncul akibat luapan emosional seseorang. Dan setelah
mendalami cerpen Sejarah Sabun, kenyerian itu mencuat di benak pembaca. Hal ini
berlaku untuk cerpen-cerpen lainnya.
Satu
cerita, satu kenyerian.
 
Menurut saya, Sejarah Nyeri cukup
berhasil menandingi pendahulunya, Balada Bidadari (Kompas, 2016). Balada
Bidadari yang dominan berkisah soal asmara sebenarnya juga penuh kenyerian,
meski tidak disinggung gamblang Yuditeha lewat kata-kata.

Tentang Penulis:

 
Indarka P.P,
lahir di Wonogiri (Jawa Tengah). Alumni Fakultas Syariah IAIN Surakarta. Aktif
menulis di berbagai media. Saat ini bermukim di telatah Kartasura, dan bergiat
di komunitas Kamar Kata.
Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In