Hujan di Lembah Hyang
hujan
di lembah hyang
punden
nyepi di pucuk gunung
seperti
menahan pekik
dicekik
kabut-kabut
yang
tak pernah larut
hujan
di lembah hyang
angin
menari dari candi ke candi
menapaki
anak-anak tangga yang basah
kematian
sembunyi di karingan cungkup
sementara
hujan bukan saksi
bahwa
hidup telah kembali
hujan
di lembah hyang
seperti
anak panah liar
lepas
dari busur kayangan
membidik
sudut-sudut kota kolodete
januari, 2015
Hari Paling Sepi
hari
ketika yang paling kukenal namaku
angin
berlalu menjatuhkan wangi
lalu
kutatap lokomotif dari rel yang jauh
dari
peron kucari wajah-wajah
di
antaranya
memburuadalah
hitungan daun jatuh dari musim
menelan
dan mengantar pergi ke negeri asing
kulitku
telah bersisik
kutilik
hari-hari terasa begitu panjang
tanpa
tanggal dan nama hari
di
stasiun, kereta melenguh seru
mengangkut
malam
ke
kotamu
pada
hari ketika paling kukenal namaku
malam
menjauh dari peron tempatku menunggu
di
tempat yang jadi asing
musim
memecah segala
februari, 2015
Yang Sedang
Sembahyang
kamboja
yang tersemat di telingamu
bisakah
mendengar debar
seperti
wangi yang kutangkap
pada
dinding-dinding rumah
sebelum
berpisahkitasaling berdekap
seperti
wangi dupa menabur doa
aku
terus mendoa seorang diri
mengembara
di seberang
di
teduh senyummuaku terkapar
mengutuhkan
jiwa
mereka
tak henti merapal masa
hingga
pelosok bumi
tak
tercapai wangi rambutmu.
februari, 2015
Meneguk Pagi di Lembah Hyang
meneguk
pagi di lembah hyang
seperti
membaca alur serayu
dari
jalan dari jembatan
menempuh
sisa malam
yang
membawa tangis
hingga
temu pekaringan
kuteguk
air dari perasan rindu
lepas
dahaga dari kering sepi
lalu
orang-orang lalu lalang
menawarkan
punggung dan rambut
kepada
angin yang basah
pergi
tak perduli
ruh-ruh
tak terbatas
menyanyikan
tembang kinanthi
menyaksikan
pagi
dari
sela-sela jarimu
meneguk
pagi di lembah hyang
kuteguk
wangi pada butir-butir hujan
maret, 2015
Tuhan Telah Kembali
pagi
telah merintis dari timur matamu
melalui
bukit di alismu
menuruni
ngarai di tengkorak mata kirimu
padahal
aku yang selalu menanti
cahaya di balik wajahmu
jiwa
kita masih terbelunggu
kini
apa lagi yang mesti ditanyakan
sedang
rambutmu telah memanjang
menyebrang
hingga hari-hari
terasa
begitu panjang
bukankah
kau yang menawariku
masuk
pada lubang mulutmu
kau
yang memaksaku
menciumi
tanah di lehermu
hari
panjangmerangkum cerita
sejak
puncak gunung keemasan
bayangnya
menutupi kota
yang
masih tertidur lelap
embun
membeku
pada
bunga abadi
iamasih tak ingin diusik
seperti
kita, yang sepagi ini
mulai
menanam rumpun sri
pada
lumpur di sawah
pada
hati yang kita tabur doa
dan
cinta untuk anak cucu
kebahagiaan
tak akan luntur
selama
hujan kita doakan hadir
meyirami
ladang dan sawah
yang
kita semai pada tubuh kita
tuhan
akan hidup di sini
maret, 2015
Hujan Sudah Tiba di Senja
hujan
sudah tiba di senja
melambungkan
nafas yang lembab
burung
terbang sendiri
menepis
hujan dan merantau jarak
di
telaga
dingin
tak mampu
merogoh
sarang-sarang dewa
daun
karika basah
embun
membeku
hujan
sudah tiba di senja
di
unden-unden candi
di
tanah-tanah belerang
menggambar
wajah yang melahirkanmu
di
atas air telaga
pohon
telah doyong
membuat
getar-getar lingkaran
kemudian
lenyap
saat
air mencium sebagian tubuh
hujan
telah tiba di senja
usia tenggelam di telaga
punggungmu
tak terlihat
pada
lipatan langit
maret, 2015
Anak-anak Hujan
:
wonosobo
“kita pernah jatuh cinta pada tanah yang
sama
dengan angin kita kembali, melalui jalan
yang berbeda”
di
bawah gumpal awan, musim bergetar
membuka
pagi dari lereng-lereng gunung
kabut
masih pekat, pucuk-pucuk bunga abadi
gemetar
di rayap sisa dingin badai
bayang
gunung tergelincir
menutupi
jalan dan lampu kota yang mulai padam
sisa
gerimis mulai terlepas dari pupus daun teh
isyarat
semburat dari remang cahaya
pada
bukit-bukit yang patah
sementara
jalan masih didekap sunyi
tak
ada bising kendaraan lalu lalang
hanya
sejarah yang masih bergairah
menghabiskan
persetubuhan
dengan
anak-anak hujan
dari
arah kota suara waktu melenguh
merogoh
dingin pada dinding-dinding rumah
mengembalikan
segala bentuk gimbal
pada
undakan waktu dengan ruwatan
angin
tak mengarak kabar
tak
ada yang terdengar dari kidung rumah ibadah
tapi
hidung mulai resah, menelusur wangi tanah
dari
leburan rindu yang tercacah
sekalipun
mata menatap nyala
tuhan
mencipta sendi-sendi ruh
dari
cinta yang sama
sisirlah
sepanjang tanah moyang
yang
dibangun oleh setumpuk kenangan
melalui
jalan serta keyakinan
bahwa
tuhan ada
dengan
peristiwa hujan
angin
telah mempertemukan
menemukan
batas yang tak bisa
dilampaui
masing-masing
april, 2015
Bila Hari Itu Tiba
bila
hari itu tiba
angin
akan membentangkan kabut
gunung
dieng menyambut carut
sungai
serayu meluap tinggi
mengangkut
anak dari hulu ibu
bila
hari itu tiba
sebelum
angin binasa
burung terbang mengitari senja
memukul
waktu
pertanda
tulang akan berhamburan
bila
waktu itu tiba
angin
akan berhembus
dari
puncak gunung
mutiara
hujan terakhir
pecah
pada daun-daun
maka
sukma gemetar
ketika
kemarau pawai
melintasi
bukit-bukit
bila
hari itu tiba
angin
menerbangkan ani-ani
mei, 2015
Jika Terlahir Sebagai Angin
jika
terlahir sebagai angin
di
lembah yang dingin
tiup
rindu dari sukma
hantarkan
pada pengembara
sebelum
hujan hapus tawa
yang
tertinggal di desa
jika
terlahir sebagai angin
gugurkan
rindu yang diaduk waktu
kubur
pada tumpukan daun di kebun
rumahmu
jika
terlahir sebagai angin
buka
pintu rumah jiwa
sebelum
tuhan pergi
dari
mimpi dan pelukmu
jika
terlahir sebagai angin
kubawa
hati sepanjang musim
dan
luruh menjadi abu
jika
tubuhku menjadi angin
mei, 2015
Anak-anak Angin
: bocah
gimbal
isyarat
jatuh dari pucuk pinus
bersama
buah-buah kering
dingin
digiring menuju perburuan
tanah-tanah
tercacah
sementara
jiwa semayam
dipendam
pupuk kandang
seperti
lebat kentang
berjejer
di barisan bukit hyang
angin
asyik berlari
habiskan
waktu
terbangkan
bau seledri
bumbui
senja sepi
bocah-bocah
tak henti
bermain
kitiran bambu
berlari
susuri tanah terjal
memintal
jarak
tawa
jatuh di ceruk bukit
bocah
larung
dibawa
anak-anak angin
juni, 2015
Tentang Penyair
Ardy Suryantoko, kelahiranWonosobo, 19 Desember 1992. Penyair ini beralamat
di Binangun 002/004, Gunungtawang, Kec. Selomerto, Kab. Wonosobo. Saat ini dia menjadi
pendidik di SMA Takhassus AL-Qur’an Wonosobo, dan bergiat di Komunitas Sastra
JejakImaji. Pos-el: ardysuryantoko@gmail.com.