4×4=16
Oleh:
Prof. Kim, Young Soo, Ph.D.
Apakah anda tahu
arti judul tersebut? Logikanya memang benar, empat kali empat sama dengan
enambelas, sesuai dengan perhitungan angka berdasarkan teori matematika.
Tetapi, dalam bahasa gaul di masyarakat Indonesia, khususnya golongan
muda-mudi, hasil rumusan itu berubah menjadi suatu kalimat bahasa mereka
sendiri yang trendy, dengan arti “sempat, tidak sempat harus dibalas”,
waktu mereka saling berkirim surat untuk mengungkapkan cintanya. Kebanyakan
generasi muda Indonesia tanpa disadari, ketika mereka mengadakan
surat-menyurat, khususnya dalam pengiriman e-mail lewat jaringan internet,
menggunakan rumusan itu sebagai kalimat terakhir e-mail mereka, dimaksudkan
agar dapat menerima balasan dari si penerima secepat-cepatnya.
Bunyi “empat”
disamakan dengan kata “sempat” dan “enambelas” disamakan dengan kata
“dibalas” seperti halnya sajak dalam
gurindam yang kedengarannya mirip satu sama lain. Selain itu, rumusan 4×4=16,
relatif pendek dan efisien, ketimbang kalimat “sempat, tidak sempat harus
dibalas”. Oleh karena itu, rumusan ini, kini bahkan sudah lama, di masyarakat
Indonesia menjadi suatu kalimat yang sarat makna atau signifikan, meskipun
Bangsa Indonesia mempunyai bahasa nasionalnya, yakni Bahasa Indonesia yang
berakar pada bahasa Melayu.
Ada contoh lain,
di masyarakat Indonesia, untuk mengetahui dampak negatif perkembangan bahasa di
masyarakat, akibat penggunaan bahasa gaul, yakni singkatan “EGP”, dengan
kalimat lengkapnya “Emangnya Gua Pikirin” yang terdiri atas bahasa setempat
yakni bahasa Betawi (Jakarta) dan Bahasa Indonesia, berarti “I don’t care
about that”. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak “ABG” (Anak Besar Gede)
atau para teenagers Indonesia
tetap menggunakan istilah “EGP” dalam bahasa pergaulan sehari-hari mereka,
tanpa memikirkan lagi tata bahasanya. Sementara itu, di antara golongan muda
atau disebut juga kawula muda, kalau ada orang yang belum hafal bahasa gaul
itu, dia dengan mudah, disebut Kuper singkatan dari ‘kurang pergaulan’
tentu saja akan terisolasi oleh teman-temannya.
Dari pengalaman 10
tahun lalu, tatkala saya berkesempatan mengunjungi Indonesia selama 3 bulan,
pada suatu hari, di pinggir jalan di Jakarta, saya membeli sebuah majalah “ABG”
Indonesia tentang gerak dan dinamika bintang film dan penyanyi-penyanyi yang
masih naik daun. Sayang sekali, saya yang masih belajar Bahasa Indonesia sejak
tahun 1970, sama sekali tidak dapat mengerti isi kalimat dalam majalah itu yang
kebanyakan menggunakan bahasa gaul. Sudah barang tentu, saya hanya
melihat foto-foto yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng, yang dimuat dalam
majalah “ABG” itu.
Di Korea
Selatan, fenomena seperti itu, bahkan lebih parah lagi, ketimbang di Indonesia,
karena jumlah pengguna internet, semakin hari semakin meningkat. Dengan kata
lain, angka rasio pengguna internet bila dibandingkan jumlah penduduk, Korea
Selatan menduduki peringkat pertama di seluruh dunia, sesuai dengan nama negara
Korea Selatan, yakni “Negara terkuat di bidang Information Technology”.
Banyak pengguna internet termasuk e-mail di Korea Selatan, dengan sengaja
menggunakan kata singkatan, code-code tertentu atau ungkapan-ungkapan
yang hanya diketahui oleh golongan tertentu saja, dengan alasan penggunaannya
membawa hasil efisien, yakni “menghemat waktu” dan “menjaga rahasia internal
mereka”. Dengan fenomena itu, Bahasa Korea kini juga semakin rusak, khususnya
di kalangan pengguna internet, yang merupakan salah satu sarana multimedia
canggih yang diciptakan untuk mendukung dan membantu komunikasi antar ummat manusia.
Hal itu tentu
saja mengakibatkan suatu masalah yang serius, yakni semakin melebarkan jurang
pemisah antar golongan masyarakat Korea, khususnya antara generasi muda dengan
generasi tua. Selain itu, dunia multimedia, khususnya siaran radio dan TV Korea,
tanpa disadari telah menggunakan istilah-istilah atau code-code tertentu
yang diciptakan oleh bahasa gaul dan internet, untuk menarik perhatian
pendengar atau pemirsa, khususnya generasi muda. Hal itu sudah barang tentu
semakin merusak Bahasa Korea
bahkan mencampuradukkan komunikasi antar masyarakat Korea.
Menurut
pendapat saya, fungsi utama radio dan TV adalah menjaga, memelihara dan
melestarikan sebaik-baiknya bahasa nasional melalui usaha memilih dan
menggunakan bahasanya yang baik dan benar, sesuai dengan tata bahasa
nasionalnya. Karena dampak penyiaran radio dan TV termasuk siaran internet dan
sarana-sarana multimedia, sangat besar pengaruhnya terhadap penggunaan bahasa
sehari-hari dalam masyarakat.
Berdasarkan
pandangan itu, saya setuju pengembangan bahasa nasional hendaknya melangkah
seiring sejalan dengan perkembangan dinamika masyarakat, termasuk penambahan
istilah-istilah baru atau ungkapan-ungkapan baru yang dapat melancarkan
komunikasinya, tetapi pengembangan dan perkembangan itu, harus berdasarkan
patokan atau standard ataupun teori tata bahasa nasionalnya atas
pengawasan ketat dan sistematis oleh badan-badan ilmiah linguistik, di antaranya
Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud Indonesia.
Kalau masyarakat
Indonesia akan memasuki masa internet secara keseluruhan, pastilah juga
mengalami fenomena masyarakat seperti Korea Selatan sekarang ini, semakin
merusak bahasa Koreanya, akibat penyalahgunaan bahasa nasionalnya di jaringan
internet dan sarana-sarana multimedia yang kebanyakan menggunakan istilah-istilah
singkatan atau code yang hanya dimengerti oleh golongan tertentu saja.
Oleh karena itu,
sangatlah diperlukan usaha untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan bahasa
nasional, melangkah bersama dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan
teknologi yang selalu membutuhkan istilah-istilah atau kata-kata baru, tanpa
merusak wibawa bahasa nasionalnya, khususnya kaidah tata bahasa. Dengan
pandangan itulah, saya menganggap Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud
Indonesia, sebagai benteng terakhir untuk menjaga keunggulan, kemurnian
dan pelestarian Bahasa Indonesia (Melayu) yang baik dan benar, khususnya
menghadapi zaman multimedia ini, diiringi melimpah ruah bahasanya, baik halus
maupun kasar.
Sekali lagi saya
sangat mengharapkan, masyarakat Indonesia, khususnya golongan muda-mudi
hendaknya tidak menggunakan rumusan 4×4=16, waktu saling berkirim surat
cinta satu sama lain, dengan arti “sempat, tidak sempat, harus dibalas”. Namun
apakah dengan menggunakan temuan-temuan baru dalam internet yang sengaja
memutarbalikkan makna yang sebenarnya, misalnya istilah perangkat lunak untuk software
dengan istilah lain, yang lagi ngetren di kalangan muda-mudi dan masih segudang
istilah-istilah baru dalam dunia Cyber yang seharusnya tidak
diputarbalikkan, karena dapat membingungkan masyarakat awam.
Kendatipun
demikian dunia ini terus bergulir, generasi muda tumbuh dan berkembang silih
berganti, yang tentu saja perbendaharaan bahasanya pun
saling mempengaruhi satu sama lain dari pengaruh globalisasi. Temuan istilah-istilah
baru yang ditangkap dan digunakan di kalangan remaja, terutama melalui chatting
dalam internet, akan tetap berkembang sesuai zamannya, dan tak dapat dibendung.
Tentang Penulis
Prof. Kim,
Young Soo, Ph.D. merupakan mantan Kepala Siaran Bahasa Indonesia, KBS World, KBS (Korean
Broadcasting System), Korea Selatan. Dia
menyelesaikan studi di Malay-Department of Hankuk University Studies (BA)
Seoul, Korea, Graduate School of Indonesian’s Letter Hankuk University of
Foreign Studies (MA), Seoul, Korea dan Graduate School of Literature in Hankuk
University of Foreign Studies (Ph.D), Seoul, Korea.