Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Ardy Suryantoko

Admin by Admin
24 Juni 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

MENUJU KEPULANGAN ANGIN

 

angin tak dusta rasakan cemas yang sama

atas deru yang kadang ada kadang tiada

sebagaimana air ngalir, lewati setiap kelok sungai

dan rerumput memanjang di tepiannya

 

pematang belum juga kering setiap kutapakkan kaki

kenangan terpelosok dalam, emak nyinyir sambil bawa
rantang

menyebrangi jembatan bambu sebelum sampai pada
keringnya tanah

                                                                                    dan
gubuk lapuk

 

tak usah menangis mak, musim sudah bukan anakmu
lagi

memang ia tak pasti pulang pergi

tapi bukankah ia anak tiri, katakan saja pada angin

                                                            tentang
resah yang berderu

 

mak yang rimbun bukan kuning padi

tapi ilalang yang menguning mati

kita masih punya doa yang mesti kita rapal

bersama kidung-kidung puji

untuk mengganti lumbung dan karung yang kosong

gabah lapuk sudah kita larung bersama burung yang
terbang

                                                            menuju
sarang yang telah hilang

 

november, 2015



 



PATOS DAN
OBITUARI

 

ketika takdir meruntuhkan waktu dari
rahimmu

sebuah sungai mengalir di antara tugu

aku melihat perempuan menyebrang

membawa aksara di mata yang tak nyalang

 

sejarah menyimpan duka zaman di dadanya

lawati langit pemilik semua musim

anak-anaknya menunggu matahari terbit

hujan memekik, langit menjadi samar

tangis pecah di atas batu dan pasir

 

burung-burung lepas dari sangkarnya

kembali pada penjuru mata angin

hingga bulu-bulunya tercecer

di langit dan tanah yang dicampakkan

sedang tubuh kuyup oleh butir hujan

yang tak terhitung jumlahnya

 

utopia mekar pada dahan-dahan era

perang atas dendam tak akan berakhir

distrik-distrik sepi setelah hujan reda

patos, hanya rak-rak kosong dan
berlubang

tak ada pelangi memancar

 

desember, 2015






KEPADAMU
KUTITIPKAN ANGIN

 

aku tak ingin menangis melihatmu tidur

menahan lara yang ngalir bersama airmata

bukankah kau yang sudah penuhi musim

mengaduk-aduk rindu hingga rindu lebur tiada

 

di pot sendiri kau tahu bunga tak akan mekar

tapi dengan tulus dan doa kusiram saban pagi

sebelum kau buka mata dan fajar singkap raga

 

lantas siapa yang mengisi nyawamu

aku tak mampu terjemahkan jika kau

sebagai Shinta, Drupadi, atau Indardi

 

kepadamu kutitipkan deru yang terpelanting

pada setiap waktu yang masih lugu

aku hanya anak angin yang bawa debar

dan basah pada bulan-bulan

yang tak pernah tenggelam

 

aku suka bermain dengan kitiran

saat hari menumpuk pada akhir senja

di sana ia berputar-putar

dan tak pernah izinkanku menangis di pangkuanmu

sebab ia tak pernah dusta ceritakan lara

 

februari. 2016






FRAGMEN
KEMBARA

 

Kusingkap
malam pada perburuan

Tak
juga kutemu hati berjaga

 

Jalan
mulai berlubang

Tapi
cemas menelikung

Membaurkan
angin

Dan
percakapan menghentak

 

Lantas
setiba di depan rumah itu

Purnama
sudah membulat penuh

Cahaya
mengorek dan menelusup

Sampai
pada raga paling sepi

 

Bukankah
kita seperti angin

Berhembus
dari daun ke daun

Bawa
deru ketidakpastian

 

Andai
kata, purnama tak mekar pun

Aku
masih memburu

Pada
musim yang tak tepat

 

februari,
2016






MENUJU
NAPAS USIA

:
niken astuti

 

pada
hari yang selalu buncahkan sepi, arak-arakan angin menyebar. menabur
bibit-bibit yang nantinya akan rela aku atau mereka terima sebagai rindu.
sungguh pun kehadiran malaikat atau tuhan begitu asing di waktu-waktu tertentu.

sebagaimana
dahulu kau menyisir rambutmu, sebelum kita menghabiskan segelas susu di meja
yang menghadap penjuru senja. sunyi begitu menebar pada setiap pertemuan. nyeri
semakin larung pada hari-hari berikutnya.

kata
terus menyala-nyala dalam dadamu. berkecamuk pula namamu dalam jiwa. doa
merinai jatuh pada kesendirian penuh. ciuman demi ciuman kembarai setiap jarak
yang terentang. sungai-sungai mesti diterjang, janganlah berpaling pada
prasangka serta kecewa.

sangsi
tak akan menemu apa. kau mesti belajar pada benih-benih suci setiap cahaya
pagi. akan kuulurkan sulur-sulur dari tanganku yang basah. dalam genggam, pun
mereka akan merayakan kemilau tawa yang dahulu pernah remuk ke dalam debu.

aku
lagi menguruk batu-batu ke dalam kubur. dan melepaskan kupu-kupu di kebun bunga
depan rumahmu. ia akan melarut seperti halnya udara. mencari-cari si empunya
masa.

mereka
akan terus hidup di antara ubanmu kelak. atau di usia yang mulai leleh pada
lilin-lilin doamu. tak serta merta kematian menjadi jarak antara sumbu-api.
tetapi napas tak akan pernah kehilangan usia dan cinta.

 

april,
2016






DI
BUKIT KAILASA*

 

1/

datanglah
seperti angin maka kau bebas rentangkan sayap

menubruk
serta belah kabut yang terkapar di bukit senyap

karena
perjalanan hanya mengikat jarak yang rentang

rumput
membeku, begitu pun selederi dan tunas kentang

karika
akarkan pertemuan pada bau tanah kotoran kandang

 

bukit-bukit
batu gemakan deru pompa air

petani
terhuyung tumpuk hasil panen di tepi jalan tak berakhir

truk
pengangkut tak juga datang, begitupun dengan colt buntung

 

gemuruh
gunung menguap-uap dari candradimuka

tak
ada tatap yang lebih letih dari elang kehilangan ranting albasia

sebab
kelakar manusia telah kehilangan lidah dan nuraninya

undakan
batu tak sanggup lagi menjadi tempat bertumpu

harap
hanya cemas yang menggauli dan semakin memburu

 

2/

menuju
kailasa jalanan batu memanjang, kabut tak luput menutup

maka
janganlah kau pergi seperti embun yang menisbikan kerinduan

seperti
padang ilalang di atas bukit yang melepaskan tangis bima

sebab
segala tangis telah mereka akrabi dari kebisingan kota

 

candi-candi
terlihat dari puncak, harum belerang menyengat sesak

di
senja yang mulai ranum anak-anak kehilangan kitiran bambu

dan
sunyi dieng telah kehilangan bunyi tongkeret yang berserak

maka
akrabilah kepergian seperti kau akrabi orangtua saat kecil dulu

 

3/

lintang
yang sedari dulu nyala mesti terbit setelah

lampu-lampu
dihidupkan pertanda waktu sandekala

asap
mengepul dari cerobong rumah yang landai

harum
teh mengepul dari gelas dan pabrik berhenti beroperasi

 

sementara
tungku di dapur terus memakan kayu

menyisakan
jelaga pada dinding dan genting kaca

tiap
kali diteguk, air seperti muara ke telaga

badan
serasa kepenuhan dan gigil mulai memanggil-manggil

 

jejak imaji, 2016






ENIGMA ANGIN DAN BULAN YANG
TENGGELAM

 

aku
tersesat di arah mata angin matamu

lewati
ngarai terjal antara gunung yang basah

bulan
terus mengudara pada peredarannya

terjemahkan
pekat awan rapat-rapat

 

saat
sangsi musim hujan kedua

akan
kupakai mantel dari sisa jasadmu

aku
tak ingin basah malam ini

jiwa
terhuyung pada jalan terlipat

 

awal
november

angin
lagi berdesir lirih

ratakan
wangi kemarau yang berdalih

kutitip
hidup pada tetes hujan pertama

ketika
kau lupa bunyi hujan pagi

yang
bangunkan dari mimpi paling bisu

 

kuperhatikan
semburat biru samar

bayang
gunung di belakang rumahmu

masehi
telah gugur dari ranting jam matahari

 

hujan
turun deras di bukit dada

sebelum
kau terbangun

kulihat
purnama tenggelam

pada
reranting putih mimpi

yang
berseri di rambutmu

 

2016






DOA UNTUK KOTAKU

 

Di luas waktu yang selimuti hidup

Kutambatkan rindu pada rinai gerimis

Kepada malaikat kutitip doa yang paling sepi

Yang paling kutahu, Tuhan hidup di kotaku

 

Di mukim sunyi, kotaku bercahaya lugu

Aku menyusuri jalan di deras hujan yang bertalu

Atau menerjang kabut yang menebal di dadaku

Dingin memanggil dan ia menetap di tulangku

 

Aku ingin pulang

Mendengar lagi anak-anak kotaku mengaji

Atau membaca sejarah dengan tekun di hari-hari basah

Suara ceria yang gaduh di saat pintu dan jendela gigil

 

Aku ingin pulang

Menyusun keping mozaik dari cerita kakek

Mengenalkan kembali kepada anak-anak kelak

Dan membacakan cerita tentang kotaku dari buku-buku

 

Kalau kau tua dan kelabu

Telahku bangun rumah untuk kau singgah

Di sana ada sedikit buku

Dan anak-anak yang mulai mengantuk

Mereka ingin tidur di pangkuanmu

 

juli, 2017






TERKADANG, CUKUP KAU SAJA YANG MENGERTI

 

1/

Sepanjang
jalan kupungut sisa-sisa kabut

Perjalanan
letih telah mengabadikan jejak-jejak

Seperti
kau, kukira telah menjadi bagian malam lalu

Saat
tempias gerimis lenyap kau menjadi selepas napas

Tak
ada yang lebih sesak dari dekap temu

Janji-janji
berembus tertiup angin, bukan kenang

 

Kau
tak jauh

Namun
tak terdekap, seperti jantung angin

Apa
yang mesti kulepas jika lelah menjadikan kau semakin dekat

Ingin
kutusuk segala ingatan hingga tak ada kata, katamu

 

2/

Rasanya
kita tak akan pernah bertemu

Sebelum
senja kemarin bungkuk ke barat

Mempertemukan
bayang yang sama-sama malu

Ada
debar yang menyala pada dadaku

Sampai
lelah pun tak memahami rahasiamu

 

Sebagian
waktu telah patah pada jam tanganmu

Sebelum
gelap memberi isyarat, pisah akan terus tergali

Potretmu
akan menyimpan jawaban-jawaban

Tapi
desir angin yang akan mengabarkan

Atau
di balik bening matamu suaraku menjadi sunyi

 

3/

Telah
kumasuki segala rumah dan ingatan

Hingga
pada musim-musim panjang

Selalu
aku tak tahu mesti menuju kemana

Hanya
lamat-lamat suaramu lirih

 

Pada
jalan setapak terkurung isyarat

Di
lepas langit jingga dan segambar haru

Batu-batu
atau pasir menyerap rindu

Akhirnya
di sudut paling jauh, tak ada lagi

 

2018

 

 

 

Tentang Penulis

ARDY SURYANTOKO,
kelahiranWonosobo, 19 Desember 1992. Penyair ini beralamat di Binangun 002/004,
Gunungtawang, Kec. Selomerto, Kab. Wonosobo. Saat ini dia menjadi pendidik di
SMA Takhassus Al-Qur’an Wonosobo, dan bergiat di Komunitas Sastra Jejak Imaji.
Pos-el: ardysuryantoko@gmail.com.

 

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In