DOA PAGEBLUG
Tuhanku
Hari ini kami
tengadah menadah seluruh jiwa
Memohon padaMu
meredakan amarah bumi yang telah lama kami zalimi
Amarah Alam Semesta
yang telah bertahun-tahun kami siksa
Dengan hati merunduk
merindu welas asihMu
Hamba yang berlumur
lalai dan lupa bersyukur ini
Sepantasnya diuji
dengan cinta
Agar nalar mekar
mewangi
Agar iman tertanam
indah di taman hati
Semua nestapa ini
buah dari kerakusan kami
Kemaruk pada bumi
Serakah
segala-galanya mengeruk alam raya
Kami habiskan
pohon-pohon untuk digergaji
Kami habisi
sawah-ladang dengan racun pestisida
Betapa lengkap
kepongahan kami
Tuhanku
Pageblug ini
menyantap jutaan nyawa
Bahkan nyawa
orang-orang terdekat yang kami cintai
Belahan jiwa kami
dijemput pergi oleh Pandemi
Doa-doa yang kami
panjatkan
Munajat langit yang
kami jeritkan
Menyatu dengan raung
sirine di jalanan
Ambulans yang
lalu-lalang mewartakan kematian
Tuhanku
Oksigen melimpah
yang telah lama Engkau sediakan
Lewat pohon-pohon
yang ditanam sebelum kami dilahirkan
Hanya tinggal satu
dua yang tersisa
Selebihnya dibabat
habis si angkara murka
Kini kami
kalang-kabut mencarinya
Oksigen dalam tabung
besi yang kian mahal harganya
Sementara nafas kian
tersengal menghirup jelaga
Tuhanku
Engkaulah Sang Maha
Vaksin itu
Kuatkan iman kami
agar imun di raga terjaga
Iman yang akan
menjadikan aman dalam hidup dan mati kami
Iman yang mengamini
doa-doa sederhana ini
Pageblug ini
menyayat hati
Kuatkan kesabaran
kami dari kecengengan ini
Sesudah sekian lama
takabur dan kufur pada nikmat rahmatMu
Jangan biarkan jiwa
dan raga kami hancur
Oleh comberan dan
residu yang selalu terhidang di piring kami
Dan kami santap
dengan lahap setiap hari
Dengan mengamini
doa-doa Maulana Rumi
Munajat pujangga
yang begitu arif menemukan jiwa sejati
Kami tawakkalkan
hidup dan mati kami
Dengan ikhtiar Al
Jabbar dan Ibnu Sina
Mencari sumber
penyakit lalu menyembuhkannya
Dengan menziarahi
Abunawas
Kami terus mencari
cara untuk mengusir Corona
Sebab sebagai sesama
makhlukMu
Corona bukan Yang
Maha Kuasa
Hanya kepadaMu kami
berdoa
Meminta untuk
membinasakan Corona
Hanya dengan Makrifat Alif saja
Tuhanku
Rahmati kami
pencerahaan jiwa ini
Sebagaimana Sunan
Kalijaga mengucap tembang
Kidung Rumekso Ing Wengi
Atau Mantra Ajisaka
dalam syair Hanacaraka
Tuhanku
Kami telah takabur
tak henti-henti
Jumawa tiada terkira
Menjadikan harta dan
tahta sebagai berhala
Menjadikan
orang-orang miskin sebagai alas kaki
Tuhanku
Segala puji dan puja
kami hanya padaMu
Hilangkanlah dosa
karatan di hidup kami
Bersihkan sampah
kata dan akal busuk di diri kami
Sisakan nikmat
taubat di ujung maut kami
MenghadapMu dengan
cinta abadi
Dengan senyum
berseri
Gus Nas, Jogja, 15 Juli 2021
SULUK NUR MUHAMMAD
Di mihrab Lauhil Mahfud
kujumpai Adam dan
Hawa
Akulah setetes
sperma
yang
terombang-ambing
di lautan
takdir
Sang Maha Perkasa
Sebelum bertapa di
gua garba
Bapakku
Sebelum tafakur di
rahim rindu
Ibuku
Telah kubaca Alastu
dalam syahadat
sempurna
di palung kalbu
Alastu Birobbikum
menggelegar di
cakrawala
Alastu Birobbikum
menggemuruh dalam
gelombang
tujuh samudera
Dengan lantang
kuucap:
QulNA balaa SyahidNA!
Ziarah di Lauhil Mahfud
telah mengantarkan
makrifatku
di puncak cahaya
Pada kelopak Arsy
kulihat mekar
harum
Nur Muhammad
Cahaya di atas
Cahaya
gemerlapan
dimana-mana
Di tempat ini air
dan api
tak pernah berseteru
Di tempat ini langit
dan bumi
menjadi satu
Di tempat ini
telah bersemayam
puisi rindu
Menziarahi Alifbata
Hakikat Cinta
Kutemukan Kun
di relung jantung
Kun mengucap
pada lidahku
Fayakun menjelma
dalam deru darahku
Kutatap kembali Alastu
dengan sujudku
Keningku remuk
Kuucap kembali Alastu
Hatiku tunduk
Inikah suluk
cahaya
pada sisa
usiaku?
Kupeluk erat Hisab dan Mizan
hingga di relung
kalbu
Ya Rabb,
QulNa balaa SyahidNA
bebaskan aku
dari pongah dan
tipu!
Gus NaS, Jogja, 31 Maret 2021
Menjelang Gerbang Ramadlan 1442 H
RUBAIYAT KIAMAT
/1/
Dengan mengucap Bismillah
Rubaiyat ini kutulus
di bening kalbu
Bertabur di
cakrawala
Menyemerbak di dalam
rindu
/2/
Al Qori’ah berdiri gagah
Tuhan berfirman pada
manusia dan seluruh makhluknya
Apakah kiamat hanya
isapan jempol belaka?
Apakah bencana cuma
hiasan bibir semata?
/3/
Mal Qori’ah
Apakah hari kiamat
itu
Apakah kiamat itu
semacam pesta
Apakah hari kiamat
itu masih menyisakan sepatah kata?
Ataukah dunia binasa
tanpa menyisakan Izrail sang pencabut nyawa?
/4/
Wama Adrokamal Qori’ah
Tahukah aku apa
makna kiamat itu?
Tahukah engkau kapan
kiamat tiba?
Tahukan kita dimana
kiamat itu kini berada?
/5/
Yaumayakununnasukalfarosyilmabtsutsus
Hari kiamat itu
manusia seperti serangga di atas kobaran api
Jiwa manusia
porak-poranda tak tentu rimba
Raga manusia
tercerai-berai antara daging dan tulang-belulangnya
/6/
Watakunuljibalukal ‘ihnil manfus
Manakala
gunung-gunung seperti taburan debu
Ketika alam seketika
berkubang lumpur jelaga
Tatkala bumi remuk
dan langit ambruk tanpa tiang penyangga
/7/
Faammantsaqolat Mawaazinuh
Lalu tampaklah mizan
keabadian
Neraca akal budi
yang adil tiada terperi
Saat amal kebaikan
ditimbang dan pahala menjelma cahaya
/8/
Fahuwafii’isyatirrodhiyah
Saat manusia
berakhlak mulia disemayamkan di singgasana
Ketika iman
ditampakkan seperti kilau permata
Manakala
budi-pekerti menjadi zamrud dan rubi
/9/
Waammamankhoffat Mawazinuh
Dan orang-orang yang
tanpa bekal kebaikan dalam hidupnya
Manusia-manusia
pemuja berhala
Makhluk penuh penuh
keculasan dan kebencian itu akan memanen amal buruknya
/10/
Faummuhu Hawiyah
Tempat terburuk
bernama neraka
Seburuk-buruk
bencana sesudah kematian tiba
Sehina-hina penjara dan
kerak kebusukan tiada hingga
/11/
Wamaa Adrokamal Hawiyah
Tahukan kita apakah
neraka bernama Hawiyah itu
Tahukah aku
orang-orang seperti apa yang akan menjadi penghuninya?
Tahukah engkau
manusia penuh jumawa yang akan kekal di dalamnya?
/12/
Naarunhamiyah
Ibu segala api yang
menyala tiada henti
Yang cipratan
panasnya melelehkan tempurung kepala dan seisinya
Yang jilatannya
mendidihkan gunung-gunung es dimanapun berada
Gus Nas, Jogja, 20 Januari 2021
Tentang Penulis
H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis
puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde
Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B.
Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya
di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren
dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula
tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran
dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar
Harapan dan lainnya.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di
TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian
Writers Conference di National University of
Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik
dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih
penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun
Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor
Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw
Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah
menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI;
menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy
Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di
kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi
Pembicara Kunci pada World Culture Forum
yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.