JANUARI,
KESEKIAN KALI
: semisal Svetlana Dayani
1.
Januari,
langit
keruh;
seekor
kambing
gagal
bersalin.
“Orang-orang
pergi
dan
di sini
kampung
mati.”
2.
Kau
meneropong
malam
masa
silam.
Rasi
menyala
seperti
ujung-ujung
peniti.
Tangan
negara
bergerak
dari sela
angka-angka
merah
kalender
kumal.
Kau
menyaksikan
orang-orang
berlibur
(seharian
tidur),
sementara
wajahmu
mesti
membesuk
kecemasan
panjang—
dalam
raut Ibu
dan
gemetar
jari
Bibi—
pada
pos-pos
pencatatan.
Tak
ada
namamu
pada data:
penerima
santunan;
beasiswa;
hak-hak bekerja;
atau
serupanya—Kau
hanya
tahu
Ibu
dan Bibi, semula
adanya
begini.
3.
Akhirnya
Kau
pun menulis
namamu
sendiri
di
lembar-lembar
yang
diulur penjaga—
padahal
negara
sebenarnya
telah lupa:
siapa
nama,
di
mana rimba
dari
jasad Ayah
(dan
nasib
baikmu).
Yogya,
Maret-April 2022
MUNGKIN
JANUARI, KALI KESEKIAN
: dari Chairil dan Aguk Irawan
1.
Ini
kali
tak
ada
yang
mencari
mati.
Setelah
jembatan
Kau
lewati
trembesi:
pohon
paling
sepi
ini.
Kata
orang:
Ibumu
Gerwani.
Bagimu:
Ibu
sesatu
puisi.
2.
Ini
kali
tak
ada
(lagi)
sapi-sapi
mandi.
Pada
Januari—
mungkin
memang
Januari—
suara-suara
masih
bersisa
setelah
luruh
bulan
kesepuluh:
Kau
melihat
kilat
pada
kejap
Ibu—
sungai
seperti
berhulu
pada
sepasang
matanya.
Di
sanalah
hujan:
pada
silam;
senyap
penculikan;
dan
pertemuan
dengan
daging
sembelihan.
3.
Kata
Ibu: Ia
tak
lagi
menunggu
Ayahmu.
Pada
kali: Ia
mencari
cinta
di
tempat tapak
terakhir
Ayah
terdengar
goyah.
4.
Ini
kali,
pada
pagi: Ayah
hanya
tinggal
lengan—
Ibu
tandai
dari
cincin
pernikahan.
Yogya,
April 2022
SENYAP,
RAMLI, SENYAP
: J. Oppenheimer
1.
Di
sini
senyap,
Ramli—
senyap.
Mimpi
dan
mati
terbentang
sepanjang
mata
memandang.
Seorang
Ibu
sedekat
uratmu—
tetapi
Kau
tinggal
tulang,
dan
hilang.
2.
Kau
pun
sedekat
ubanku
pada
tulat—
mungkin
di
situlah
tamat.
Kau
menghilang
seperti
gigi
tanggal
dalam
mimpi.
Tanggal-
tanggal
hanyut
dalam
arus—
dan
merah
pada
sungai
lama
tiada—
tak
pernah
ada
mimpi-mimpi
mampat
tiba
di
sini.
3.
Di
sini
senyap,
Ramli—
hanya
senyap.
Seorang
Ibu
cuma
satu
tungku—
Kau
abu:
kayu-kayu
yang
dulu
(mungkin)
kuperam
sendiri.
Yogya,
April 2022
MENGINGAT
MARET
1.
Kau
membayangkan:
adegan-adegan
menyedihkan
dari
The Walking Dead
terhampar
pada
mimpi
dan
tiap
tempat
tatap
mendarat.
Maret
yang
marut.
Di
luar,
Kita
toh
menemukan orang-
orang
berjalan
bagai
keledai—
sementara:
“Ketakutanmu
adalah
harimaumu!”
2.
Kuku-kukumu
menggaruk
badan
rak-rak
barang
dan
etalase
obat-obatan.
Sungguh,
Aku
tak
mengenalimu
hari-hari
itu.
Kau
ketakutan
tiap
kali
angka
dalam jam
melangkahi
angka
enam—
Kau
mengenali
waktu
sebagai
suhu.
3.
Kau
menjadi
sangsi
pada
sesiapa
saja—
Kau
memercayai
bahwa
esok
hari-hari
(pasti)
tak
ada
lagi.
Yogya,
April 2022
YOGYA,
HARI-HARI SETELAH MARET
1.
Akhirnya,
Kau
pun
melihat
seluruhnya
telah
berubah: langit
lebih
biru,
kupu-kupu
bergerak
(terbang-hinggap
hanya
sekali)
dalam
ruang
sepi
kita.
Hari-hari—
seperti
lembar
demi
lembar
buku
puisi
melankoli—
mesti
dibaca
hati-hati
di
antara
bayang
maut
dan
lalu-lalang
ambulans
yang
kelelahan.
Kau
mulai
merasa
hari
pun
mencipta
batas—akhir yang
lebih
lekas—
sebab
mata kota
terpejam
pada
jam-jam
yang
(semestinya)
penuh
dengan
riuh: hidup
kita
seperti
berjalan
dalam
mimpi.
2.
Kau
ingat
akan
suratan
becak
yang
dikayuh
pelan
dan
para
pejual
koran
di
tepi
jalan
mati.
Mereka,
dan
headline
berita
corona
berjumpa
di
ruang tanya
perihal
vaksin
AstraZeneca:
semisal
Kau
dihinggapi
nasib
saku
yang
mengerut—
bagai
lambung
di
tanggal penghujung—
maka
bagaimanakah
pertolongan
pertama
pada
kelaparan
kita
bersama?
3.
“Kau
mulai
berandai:
akankah
malaikat
mendarat
di
malam
yang
gelap-pekat
seperti
wahyu
pertama: puisi
yang
turun
di
lambung
gua?”
Yogya,
April 2022
Tentang Penulis
Ilham
Rabbani, lahir di Lombok
Tengah, 9 September 1996. Aktif mengelola komunitas sastra Jejak Imaji di
Yogyakarta. Selain pernah mendapatkan penghargaan, tulisan-tulisannya juga
terbit di beberapa bunga rampai dan media massa, baik cetak maupun daring (Basabasi.co, Bacapetra.co, Beritabaru.co,
Kibul.in, Jejakimaji.com, SKSP-Literary.com,
Cerano.id, Omong-omong.com, Haripuisi.com, Lensasastra.id, Koran Sindo,
Merapi, Minggu Pagi, Mata Budaya,
Kreativa, dan lain-lain). Alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas
Ahmad Dahlan (UAD), dan Magister Sastra, Universitas Gadjah Mada (UGM). Perihal Sastra & Tangkapan Mata (Jejak
Pustaka, 2021) adalah buku esainya yang telah terbit. Dapat dihubungi via: akun
Instagram @_ilhamrabbani; atau surel ilhamrabbani505@gmail.com.