aku mencintaimu
seperti anak-anak kecil
yang bermain tak kenal henti
aku mencintaimu lagi
seperti induk burung
yang pulang membawa makanan kesayangan
untuk burung-burung kecil
lebih parahnya lagi aku mencintaimu
seperti rakyat kecil
yang senantiasa merindukan
keadilan dan kesejahteraan
Jayakarta, Maret 2020
Barangkali hidup adalah perjalanan panjang
Sedang usaha dan doa adalah bahan bakar utama
Barangkali hidup adalah berlatih dan memainkan peran
Menjalani sebuah kepalsuan dan menjalani kepalsuan lainnya
Kemudian kita masyuk mengejar kehampaan dan kehampaan lainnya
Talaga Sari, April
2020
di terminal
segala orang berlalu lalang
berjalan cepat sambil menyingkirkan halang
pengemis-pengemis kecil
penyanyi-penyanyi jalanan
pedagang-pedagang asongan
mengais harapan-harapan
orang-orang berlalu lalang
dengan membawa banyak kebimbangan
doa-doa dan kenangan
menuju pulang
Kota Tegal, Maret
2020
jika cintamu seluas dan seteduh hutan
aku hanya seekor rusa
yang berlarian mengitari pohon-pohon
dan menyanyikan senandung kebahagiaan
jika cintamu sedalam dan sebiru lautan
aku hanya seekor gurita
yang berenang mengitari perahu-perahu nelayan
dengan hati yang tenang
jika kau mencintaiku,
aku tak tahu harus menjadi apa
Purwokerto
Selatan, September 2020
Asap pelan-pelan keluar dari celah tanah
yang berwarna gelap
Bersatu bersama kabut yang naik secara
merayap
Aku ingin menjangkaumu dalam senyap
Dalam doa setiap manusia yang berharap
Citiis,
November 2019
di stasiun kereta
segala rasa terserak di antara kursi-kursi penumpang
yang menunggu kedatangan dan menemani kepergian
segala pelukan, jabat tangan, dan tangisan
menguap di sela-sela alunan sirine keberangkatan
dan kedatangan yang berlalu-lalang
Stasiun Purwokerto, November 2020
lagi-lagi kursi tunggu.
apa sudah tidak ada lagi tempat untuk menunggu
selain di kursi tunggu?
pelataran hatimu, misalnya.
Sokaraja, Oktober 2020
Bayu Suta Wardianto, lahir di desa bernama Tegalwangi, Tegal,
Jawa Tengah, 18 Maret 1998. “Suta”
adalah anak kedua dari tiga bersaudara, hasil dari pernikahan Drs. Aming
Siswanto dan Suharti. Ia menempuh pendidikan formalnya selama 16 tahun di
Banten. Setelah mendapat ijazah dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, ia
kemudian berlabuh di Purwokerto untuk menyelesaikan jenjang pendidikan
Pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Proses kreatif bersastranya dimulai sejak bangku kuliah ketika mengenal
Arip Senjaya, Herwan Fr, dan Firman Venayaksa. Namanya tercatat
di buku antologi bersama Gol A Gong dalam Kumpulan Puisi Penyair Banten “Cinta yang
Menangis Cinta yang Berduka”. Buku puisi pertamanya berjudul “Tuhan,
Aku Tersesat” menjadi top 10 se-Nasional dalam ajang Pekan Literasi
Bank Indonesia Purwokerto. Buku kedua yang ia tulis berupa kumpulan
cerita pendek yang berjudul “Perempuan yang Terjerat Kursi
Taman.” Kumpulan Puisi “Pada
Suatu Musim yang Baru” merupakan
buku puisi kedua yang ia tulis.
Tulisan-tulisannya termuat diberbagai media cetak maupun online.
Beragam esai dan artikelnya antara lain dimuat di Badan Bahasa Kemendikbud,
Koran Radar Banyumas, Media Maarif NU Jawa Tengah, Bidik Utama, Suara
Dewantara, Buletin Orange, dll. Puisi-puisi dan cerpennya pernah dimuat di Beranda.co,
Ngewiyak.co, SKSP-literary, dll. Sejumlah artikel ilmihanya dimuat di jurnal
nasional dan internasional.
Selain menjadi pejalan dan pelajar, penulis bekerja serabutan sebagai
pekerja teks serta pengecer kata-kata di Rumah Kreatif Wadas Kelir dan menjadi
bagian kecil dari Lembaga Kajian Nusantara Raya UIN Prof.
K.H. Saifuddin Zuhri.
Penulis
bisa dihubungi melalui email: bayusutawr@gmail.com, media sosial Instagramya:
@suta_sartika, dan blogspot miliknya, www.tulisansuta.blogspot.com.