Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Arip Senjaya

Admin by Admin
8 Oktober 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter


CINTA DI MASA PANDEMI KEMARIN ITU

 

di dasar hatiku
bersarang
SARS
paras ayumu

di SMSR-an
bisik-bisik kesepianku

kukenang lagi MERS
mesramu

kamulah ODP
yang kupantau sepanjang
PDP

karena sejak
kamu suspect aku kehilangan respek

kamu ternyata
punya pacar tak percaya
PCR

sebaiknya kita lockdown

agar kembali slow down

 


LAPORAN AMAN

 

Apakah puisi
sudah aman terkendali?

Laporkan segera perkembangan!

 

Siap laksanakan!

Puisi
negatif-negatif saja

namun ditemukan
kata-kata baru

mutasi dari masa
lalu

laporan selesai!

 

Kalau begitu masih
belum aman

kita harus teruskan
metode lama kepemimpinan

batasi gerak
puisi jangan sampai imun

lemahkan mereka
dengan beasiswa

dan
penghargaan-penghargaan

 

Siap,
laksanakan!



JANGANKAN DEMO, BUNG!

  

Sepanjang
pandemi

calon-calon
doktor saling berbagi

di WAG nasional

terus saja bertanya-tanya
kesal

tentang nasib ajuan
beasiswa mereka yang masih sial

 

Inna
lilahi wa inna ilaihi raajiuun

 

(Coba sih bahas
saja artikel-artikel keren di jurnal-jurnal

bereputasi daripada
setiap hari mengobral kesal)

 

Mereka sepakat
akan ke Ibu Kota

memaksa Dirjen
membantu mereka

demi dapat gelar
segera

tidak mengganggu
tabungan keluarga

 

Inna
lilahi wa inna ilaihi raajiuun

 

(Jangankan demo
Bung! Jangankan ke Ibu Kota!

Jalanan di
mana-mana sama inna lilalhi-nya
dengan otak kalian!)



CINTA BUTA

  

di depan kaca
mata mudaku aku minus

di depan kaca
mata tuaku aku plus

tapi di depan
kamu, Manis,

aku selalu
berkaca-kaca, tragis…

 

apa pun zamannya

kamulah yang
selalu terbaca tanpa cinta

karena buta benar
aku pada derita bangsa



BIDUAN

 

Di depan puisi
kata berdandan bak biduan

Memoles muka bak
perawan mutlak urusan pilihan

Kalau bukan
karena profesi

Tak akan ia
mati-matian untuk tetap seksi

 

Di depan puisi
kata berdandan dengan rok mini

Mungpung masih
depan cermin sendiri

Mengangkang tak usah
risi

 

Di panggung
kesenian nanti ia tak akan sendiri

Akan berjejer
seperti para menteri di foto-foto kabinet negeri

Mungkin akan ada
yang menyawernya dengan receh milyaran

Mungkin ada yang
menyuruhnya turun karena kasihan



KUCING, AMBULANS, TOA, KEMARIN-KEMARIN ITU

 

Kucin[g]tai
meonganmu

saat
menggonggongi Jumat Kliwonku

 

Kutakuti
wiwiwanmu

saat berhenti
depan rumahku

 

Kurindukan
panggilanmu, Toa Membahana,

kapan lagi kita
bisa kumpul tahlilan

makan-makan di
atas kehilangan? 



RESTORAN DARING

 

Tak terasa dua
tahun sudah kita menjadi sepasang darling

sejak social distancing kali pertama berdering

di WAG-WAG
yang rungsing.

Aku dan kamu berdua
saja di restoran daring masing-masing.

Aku memasang back ground ilalang panjang

dan kamu
memasang bunga rumput.

Di latar-latar
suara kita melengking-lengking jerit ambulans

yang tak asing
lagi;

jauh lebih asing
suara batu di tengah sungai

dan masih asing pula
lapar yang tetap deras menderai.[1]



KATAKAN SAYANG BUAT YANG TERSAYANG

 

Tidur siang
wajib panjang bagi puisi malas-malasan

Buat bekal study tour liburan begadang

Paling tidak kata-kata
sayang bisa terus dikumandangkan

Jangan kalah
oleh suara adzan

Sebab siapa tahu
besok lusa salah satu dari kata libur

Dan berangkat ke
tujuan kubur

Segala akan
terasa kurang jika jarang diucapkan

Tahu-tahu di
kasur semalam suntuk bergulingan

Dengan sepi
ditinggal Sayang Tersayang



BULAN BAHASA

 

Tak apa, wahai
teman-teman seperjuangan,

semoga menjadi juri
pun kita bisa terhitung

sebagai pahlawan
tanpa tanda jasa

yang mungkin dikenang
setiap Bulan Bahasa.

 

Mereka yang
menang akan mendapatkan piala-piala

dan uang
pembinaan, kita tentu mendapat pahala

dan jangan pernah
mau disamakan

dengan mereka
yang haus kemenangan.

 

Kita membina dan
tidak untuk dibina

Kita bekerja dan
tidak untuk mendapatkan harta

Kita memenangkan
dan tidak untuk dimenangkan

Pahlawan tanpa
tanda jasa matinya pun tak mesti diperingati

dentuman meriam,
damai sedamai rekening

yang jarang
diramaikan “cling-cling-cling”
sms-banking.




Tentang Penulis

Arip Senjaya adalah alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FPBS UPI Bandung (S1, 1996-2002) dan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat UGM (S2, 2008- 2010), pernah S3 di FIB Unpad (2018-2020, tidak dilanjutkan). Dosen di FKIP Untirta bidang sastra dan filsafat; Pengurus dan editor Untirta Press (2007-2020); Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Untirta (2016-2018). Berbagai esai dan sejumlah karya sastra di media nasional dan lokal (antara lain: majalah Horison, majalah Changjak21 (berbahasa Korea), majalah Tempo, Jurnal Sajak, majalah Sabili, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Radar Banten, Fajar Banten, Bandung Pos, Galamedia, antologi Esai Mastera: Masyarakat Sastra Asia Tenggara, Media Indonesia, Cupumanik (berbahasa Sunda) BantenNews, BWCF/borobudurwrites.id, Basabasi.co, ngewiyak.com, jurdik.id, portalnusa.id, zonaliterasi.id dll. Pertama kali tulisannya dimuat dalam koran berbahasa Sunda Galura saat masih SMA dan masih menulis esai berbahasa Sunda sampai sekarang. Buku yang ditulis tunggal 163 Banten: the Journey (Humas Pemprov Banten, 2005); Kebahagiaan Kita Sekalian di Abad ini (Novel, Berjaya Buku, 2013); Roti Semiotik yang Memadai (Depok, Komodobooks, 2014); Patung Kaki Kanan (Kumpulan Cerita, Berjaya Buku, 2014); Publikasi Ilmiah (Berjaya Buku, 2015); Metodologi Penelitian (Berjaya Buku, 2015); Seperti Bukan Cinta (Kumpulan Puisi, Komodobooks, 2016); Ceurik Arsénik made in Nagara Komik (kumpulan puisi berbahasa Sunda, Anak-Anak Rel & Berjaya Buku, 2021); Dapur-Dapur Pinggiran (Kumpulan puisi, Berjaya Buku, 2021). Buku yang dikarang bersama Kambing Hitam Pendidikan (bersama Hudjolly, 2012); Esai Mastera 2009 (Badan Bahasa & Mastera, bersama para esais Asia Tenggara); Berjalan ke Utara (Kubah Budaya, 2013, bersama para esais Indonesia); Dokter Setengah Malaikat (basabasi.co, 2019); Hujan Klise (Kelas Cerpen Kompas 2018). Menjadi pembicara dan peserta berbagai pertemuan lokal, nasional dan internasional di dalam dan luar negeri. Sejumlah penelitiannya dimuat di jurnal bereputasi internasional.



[1] Lihat puisi “Di
Restoran” karya Sapardi Djoko Damono, berkaitan dengan tujuh larik terakhir
puisi ini.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In