PERINGATAN
Karya ini dibuat
berukuran A4 Sketch Book, 2022. Keabsurdan dalam lukisan ini
mencoba tidak mewakili apa-apa atau siapa-siapa, tetapi tentu saja tetap
terbentur oleh keniscayaan bahwa keabsurdan ini dituntut menandai sesuatu.
Wilayah yang tak tersentuh dan ngawur ini mewujudkan tata simbolik yang jungkir
balik mengindikasikan subjek, yang konon di bawahi oleh serangkaian “Benturan”.
Saya tidak lantas mengatakan bahwa saya tidak tertawa, gawang kemanusiaan yang
saya miliki pada akhirnya berhasil dimasuki moralitas dan banyak ungkapan
memelas. Namun saya tetap tidak sepakat ketika lukisan ini dikatakan penuh
gejolak, nyaris tak ada ketenangan.
Di samping tata
simbolik atau peringatan yang ada, hal ini tidak akan menjamin interpretasi
kita tepat. Masih banyak ruang dalam pemaknaan kita yang menjadi hak dari
seniman untuk menempatkan keterlibatan logika, yang bahkan tidak terjangkau
oleh kita. Pada dasarnya, kita tidak dapat terjebak menunggu tabuh simbolik
yang dinyatakan dari keindahan sebuah lukisan. Bentuk yang konsisten, warna
yang menyatakan kebaikan, kita tidak boleh mengubah simbol menjadi isyarat
merayakan keindahan. Di samping itu, persimpangan jalan tempat manusia
berselisih menentukan selera menjadi ruang kebenaran yang hanya dapat diyakini
oleh masing-masing orang.
Bagi saya,
lukisan ini bukan hanya menyajikan ruang “Transit Makna” namun keberagaman
perspektif yang mungkin saja terlihat buruk. Mari kita lihat, ada beberapa
simbol dalam karya ini, (1) keabsurdan, kecemasan, ketakutan, luka,
kesendirian, tetapi juga (2) ketidakberdayaan, acuh, putus asa, dan (3)
ketenangan, penyerahan. Sekalipun kita tidak dapat kemudian membuat relasi
secara tiba-tiba dalam lukisan abstrak. Ketika persepsi dalam karya ini
digambarkan sebagai wajah manusia, maka lukisan ini masih memiliki potensi
kemanusiaannya. Hal ini dilihat melalui simbol indra, yang dapat kita ambil
makna indeksnya sebagai bentuk wajah manusia, kehadiran. Namun wajah manusia
yang seperti apa, itu yang dapat kita olah sebagai suatu ekspresi dari interpretasi.
Namun ketika
harus menguraikan pandangan mengenai relasi simbol pada karya ini. Saya
menjadikan diri dari karya ini sendiri sebagai “Peringatan” yang saya pikir
dimiliki oleh setiap manusia. Manusia secara tidak sadar memiliki sirene dalam
diri mereka, yang pada lengkingnya memiliki potensi kekuatan yang berbeda-beda.
Keterkaitan pengalaman dan emosi kerap diolah oleh seniman sebagai suatu pintu,
untuk menembus karya tertentu.
Kemudian
“Peringatan” seperti apa yang coba saya uraikan? Mari kita rayakan bahwa saya
mengambil suara dari jiwa manusia yang barangkali saja sulit dinyatakan melalui
pengeras suara. Keputusan melucuti diri sekaligus menjadikan dirinya kendi,
menampung bahasa dan kata-kata yang sengaja tidak menghendaki kejelasan,
melainkan berbeda, karya ini adalah sebuah hikayat tentang penyerahan, bunyi
“Peringatan” pada tubuh manusia mengenai hilangnya keinginan mencapai sesuatu.
(Efen Nurfiana)
Tentang Pelukis
Efen Nurfiana.
Ia telah menamatkan pendidikan Magisternya di Universitas Islam Negeri Prof.
K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Selain mencintai seni, Efen Nurfiana juga
turut aktif menulis. Karya-karyanya termuat dalam beberapa antologi, media
online dan koran. Selama menjadi mahasiswa ia turut dalam kegiatan redaksi di
galeri seni rupa Sksp-literary.com. Instagram Efennu.