MANIFESTASI CINTA MUHAMMADKU
Musyafa Asy’ari
Judul
Buku :
Muhammadku Sayangku 3
Penulis : Edi AH Iyubenu
Penerbit : Diva Press
Tebal : 124 Halaman
Cetak : November 2021
ISBN : 978-623-293-5945
Bila sekeping hati telah dikebaki terima kasih, bangga, gembira,
dan bahagia untuk Kanjeng Nabi Saw, tepat seketika Allah Ta’ala di dalam hati
yang sama.
(Hal 55)
Muhammadku
sayangku adalah buku yang sangat sederhana, tetapi di dalamnya memuat beribu makna,
cinta, dan pelajaran yang tak terhingga. Termasuk esensi dari buku ini adalah
dapat membawa para pembacanya bukan hanya sekedar membaca dan paham, akan tetapi
pembacanya dapat meresapi, merenungi, dan meneladani akan sosok teladan umat
Kanjeng Nabi Saw. Saya juga merasakan ketika membacanya, seperti ikut serta
masuk dalam alur buku tersebut.
Keilmuan Mas
Edi sebagai penulis buku tersebut, ia mampu menggambarkan kesederhanaan Nabi
Saw ke dalam sebuah tulisan yang sangat simpel dan tidak bertele-tele, namun di
dalamnya ada sebuah untaian pesan dan kandungan yang sangat besar. Ia juga
mampu mengejawantahkan beberapa cerita kehidupan Nabi Saw yang sangat mulia
dengan bahasa yang mudah dicerna sehingga pembaca merasa terhipnotis dengan
alur ceritanya, jadi seolah-olah pembaca sedang berada dalam tulisan tersebut.
Misalnya alur
cerita yang ditampilkan bab satu, secara singkat membeberkan sebuah potret sifat
rahimnya Kanjeng Nabi, dibuktikan dari kisah Abdullah bin Ubay bin Salul yang
dari balik punggungnya tidak menyukai Kanjeng Nabi Saw karena merasa kehadiran
Kanjeng Nabi Saw di Madinah hanya sekedar merongrong pamor, nama, dan
kekuasaannya saja. Akan tetapi apa balasan Kanjeng Nabi Saw kepadanya? Tiada
pernah Kanjeng Nabi Saw membencinya. Ini adalah bukti bagi kerahiman beliau
Saw, bahkan tatkala Abdullah bin Ubay bin Salul meninggal, dengan tergesa-gesa Kanjeng
Nabi Saw hendak turut mensholatkannya, akan tetapi dicegah oleh Allah Swt.
Lewat cerita singkat ini banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil.
Begitu hebatnya
seorang Nabi Saw yang mampu meredam murka Allah Swt, tatkala ia berada dalam
suatu kaum niscaya kaum itu akan aman dari adzab Allah Swt di dunia, ketika
kaum itu durhaka kepadanya. Bahkan mereka yang mengolok-olok nabi dengan
bersikap kasar, keras, dan jahat kepada beliau, mereka diselamatkan oleh Allah Swt
dari bala bencana di dunia.
Beliau adalah
Nabi Saw yang berkat keberadaanya dibentangkan rahmat untuk seluruh umat. Allah
juga sangat menyayangi kinasihnya yakni Kanjeng Nabi Saw. Bayangkanlah, hanya
kepada Kanjeng Nabi Saw, Allah tak pernah menyebut nama beliau Saw secara
langsung, mestilah Allah swt menggunakan gelar, julukan, dan pujian yang
semuanya merujuk kepada kemuliaan Kanjeng Nabi Saw. Allah Swt hanya menyebut
nama beliau Saw hanya dalam 4 surat yakni surat Ali Imran ayat 144, Al-Ahzab
ayat 40, Al-Fath ayat 29, dan surat Muhammad ayat 2.
Kemuliaan
Kanjeng Nabi Saw juga sampai masuk dalam lubuk hati anak kecil, saat Syekh
Abdurrahman Ad-diba’i, pengarang shalawat Ad-diba’i pergi bersama kelompoknya
untuk berhaji, ada anak kecil umur sepuluh tahun yang ingin ikut dengannya,
hanya sekedar ingin bertemu Kanjeng Nabi Saw, akan tetapi ia tidak
diperbolehkan oleh Syekh Abdurrahman, lalu anak itu menyelinap ke koper beliau
dan tatkala beliau membukanya betapa terkejutnya ada anak kecil tersebut, dan
anak itu langsung berguling-guling di tanah tempat nabi berlalu lalang itu,
hingga ia meninggal dunia dalam lumuran debu-debu yang pernah dikumpuli Kanjeng
Nabi Saw.
Kisah terakhir
ditutup dengan kisah sahabat nabi Abdullah bin Mas’ud, beliau bertubuh kecil, pendek,
dan beliau adalah salah satu sahabat ahli dalam berbagai ilmu Islam, paling
disegani sahabat lainnya, dan dicintai Kanjeng Nabi Saw. Semuanya dapat
dilakukan semata-mata karna barokah Kanjeng Nabi Saw lewat kebiasaan Abdullah
bin Malik selalu membersihkan, merapikan, dan membalik sandal Kanjeng Nabi Saw.
Kita sebagai
umatnya selain mengkaji tindak lampah beliau juga sebaik mungkin bisa
meneladani setiap gerak-gerik ajarannya. Nabi Saw mencontohkan teladan yang
sangat bijak, disaat beliau bersikap sabar dengan orang yang mencaci maki,
menghina, bahkan meremehkannya.
Buku ini sangat
tepat untuk terbit di bulan kelahiran nabi, dibuktikan oleh Mas Edi yang
berhasil menyelesaikan buku ini pada penghujung bulan maulid. Bulan kelahiran
sang Rasul yang biasa dirayakan oleh umat Islam dunia khususnya Islam
Indonesia. Kehadiran buku ini sebagai pelengkap dan penyedap rasa hormat kita
terhadap kanjeng Nabi Saw. Pada umumnya orang Indonesia biarpun banyak yang
mengadakan pembaca’an kitab maulid secara berjama’ah seperti pembacaan Maulid
Ad-Dhiba’i atau Simtud durror, tapi tidak banyak yang bisa menyelami
arti kitab maulid tersebut dengan cinta yang sangat dalam. Oleh karena itu buku
ini adalah sangat efektif untuk menuju samudera kecintaan yang lebih dalam.
Kenikmatan
membaca buku mas Edi itu selalu diingatkan untuk muhasabah dan kembali melihat
diri sendiri, meneladani sepak terjang perjuangan Nabi Saw adalah bibit untuk
menyadarkan diri kita, sudah seberapa persen mencintai dan meneladani beliau?
Manakala kita mengaku mencintai Nabi Saw dan menyerukan bagian dari umatnya,
namun dilain waktu ia selalu egois akan kegilaan harta dan tahtanya.
Mas Edi lewat
narasi ini mengingatkan kita bagaimanapun keadaannya, kapanpun saatnya, kita
dituntut untuk selalu melakukan sesuatu karena Kanjeng Nabi Saw, karena Kanjeng
Nabi Saw adalah kunci dari segala ibadah kepada Allah, dan sebagai bentuk
terberkahinya cinta di hati kita kepada Kanjeng Nabi Saw.
Tidak puas
rasanya bila membaca buku ini hanya setengah-setengah saja, sebab banyak cerita
menarik yang disampaikan dengan khas sastra Mas Edi, sehingga alangkah baiknya
jika pembaca membacanya sampai selesai, karena akan ada untaian demi untaian
yang mampu membuat hati kita menjadi cinta, sayang, dan mahabbah kepada Kanjeng
Nabi Saw.
Terakhir, menurut saya buku
ini sangat kurang bila dibatasi dengan halaman. Dan dalam buku ini juga kurang
akan ilustrasi gambar, sehingga para pembacanya tersandung bosan saat membacanya,
akan tetapi buku ini pantas dikonsumsi oleh siapapun agar teladan Nabi Saw
tidak luntur begitu saja ditelan peradaban. Sedangkan manusia zaman sekarang
lupa dan semakin luput dari keteladanan sosok Kanjeng Nabi Saw. Padahal Allah
Swt dan Kanjeng Nabi Saw adalah suatu kesatuan”Sepaket” pada suatu pengertian
dapat dipahami Satu Wujud-Ahmad tanpa Mim adalah Ahad.
TENTANG PENULIS
M Musyafa Asy’ari asal dari jln Karang Mulya RT 04/ RW 04 Benda,
Sirampog, Brebes, Jawa tengah, Berdomisili di ponpes Al-Hidayah karang suci
Purwokerto Mahasiswa UIN Syafruddin Zuhri Purwokerto (Dalam proses). No Wa:
089670474806