KARTINI MENGAJI
Kartini mengaji
dan mengeja kitab-kitab tua Ibu Pertiwi
Sejarah yang
lumpuh diterkam penjajah
Literasi yang
sunyi dalam pelukan monarki
Terik siang hari
di Kota Jepara
Dalam dinding
kayu jati berukir indah Ndalem Bupati
Kartini mengaca
diri di ruang gelap
Membaca jejak
jelaga kaumnya yang tak setara
Dengan arang
hitam di tangannya
Kartini melukis
sinar rembulan
Menulis batu
karang di pasir pantai
Sekuat tenaga ia
menyibak ombak
Menggali aksara
di kegelapan hati
Lalu ia karang sebait
puisi
Pada nasib yang
timpang di negeri sendiri
Dengan kata-kata
Kartini mengaca diri
Dengan
surat-suratnya Kartini ingin setara
Dalam deburan doa
Kartini memanjat terang-benderang dunia
Gus Nas Jogja, 21
April 2023
JANJI IDUL FITRI
Tak perlu
kata-kata untuk mengucapkan puisi ini
Apalah arti spasi
dan alenia jika diksi telah menetas dari telur emas Idul Fitri
Tanpa titik
ataukah koma
Kemenangan ini
telah kutakbirkan dari cinta yang meledak di dada
Tuhanku
Janjiku di Idul
Fitri ini telah tertulis di kamus rindu
Sesalku atas
gelimang dosa di masa lalu
Telah kutambatkan
pada Pilar Agung AmpunanMu
Kutamatkan pada
Puncak Attahiyatku
Jika imanku
hanyalah sebiji zarrah
AmpunanMu tak
terbatas bermilyar cakrawala
Jika dosaku
bergunung-gunung besarnya
Rahmat dan
maghfirahMu akan menyapu dalam sekedipan mata
Hari ini kugali
takbir rinduku hingga kutemukan akarnya
Dalam Maha Agung
CintaMu
Kuminum madu dari
saripati manisnya
Gus Nas Jogja, 1 Syawal 1444 Hijrah
MENCINTAI IDUL FITRI
Ramadlan sudah
terbang menjauh
Tapi puasa tetap
dalam pelukanku
Itulah caraku
mencintai Idul Fitri
Disaksikan Hilal
di atas ufuk
Ramadlan pamit
padaku
Aku terpana dan
menjawabnya dengan berlinang air mata
Di bening cahaya
Dalam sejuk
tadarus Kalam Suci
Puasa berjanji
tak akan kemana
Menemani jiwaku
yang memesrai fakir-miskin
Berumah dalam
Mihrab Puisi
Sepucuk Idul
Fitri
Menyalakan bulan
sabit di ulu hati
Akan kujaga ia
Dengan cinta
Agar
terang-benderang menggandengku
Melayari semesta
Melayani
yatim-piatu dandan kaum dzuafa
Gus Nas Jogja, 2
Syawal 1444 Hijrah
IJINKAN AKU
MENCINTAI NEGERI INI
Berdiri gagah di
Bulan Mei
Jiwa dan raga ini
menengadah ke langit suci
Berpeluk
merah-putih dalam kibaran nurani
Mei menyapa
Dalam doa jutaan
buruh di Tanah Persada
Melantangkan
suara keadilan yang diredam oleh pidato dan raung sirine
Pekik kesetaraan
yang dibisukan oleh hiruk-pikuk parpol berkoalisi
Dalam amuk panas
gelombang mendidih di ubun-ubun
Aspal jalanan
meleleh di alas kaki
Aku menyaksikan
kue kesejahteraan di negeri ini di santap habis oleh keserakahan oligarki
Sementara
kekuasaan sibuk menggergaji pohon-pohon liar birokrasi
Para koruptor
seperti tupai meloncat lincah ke kanan-kiri untuk mencuri dari pundi ke pundi
Sedangkan
buruh-buruh kasar di kota-kota besar hanya bisa menjilat-jilat sisa-sisa tulang
pembangunan sepanjang hari
Bertanya pada
Sang Proklamator
Haruskah keringat
mereka menjelma banjir bah yang akan menenggelamkan pabrik-pabrik hamparan mall dan megahnya
plaza?
Akankah Marsinah
bangkit dari kuburnya untuk menyalakan api bagi para perempuan pekerja yang
kesuciannya direnggut oleh para mandor hingga punah harga dirinya?
Mei menyapa
Kali ini oleh
suara gemetar Ki Hadjar Dewantara
Hari Pendidikan
yang dirayakan setengah hati
Merdeka Belajar
yang ditenggelamkan oleh banjir bandang birokrasi
Tamansiswa
meratap-ratap sunyi dari hari ke hari
Pendidikan usia
dini yang seharusnya bermatra pada kodrat alam
Hari ini telah
kehilangan kaki
Anak-anak yang
seharusnya bersenyawa dengan Tanah dan Air
Hari ini
diasingkan di menara gading dalam Dunia Maya
Pendidikan yang
Salah Asah
Pendidikan yang
Salah Asih
Pendidikan yang
Salah Asuh
Akan melahirkan
generasi comberan di negeri ini
Pendidikan yang
tercerabut dari akar Panca Dharma
Hanya menampilkan
kecerdasan semu
Tak membuahkan
Akhlakul Karimah
Tak melahirkan
Generasi Bermutu
Merdeka Belajar
yang hanya takjub pada pendidikan Barat
Tapi
kering-kerontang dengan Kearifan Timur
Hanya
menghasilkan setengah manusia
Selebihnya robot tanpa
nurani
Pendidikan masa
kini dan masa depan di negeri ini
Membutuhkan puisi
Ruang belajar
bernama diksi
Pantun dan
Gurindam peredam nyeri
Mei menyapa
Kebudayaan sudah
saatnya menjadi Panglima
Budaya Nusantara
rumah kita bersama
Bukan Budaya
Asing
Tapi Budaya
Akal-budi yang elok permai dan tak habis-habis menginspirasi
Berdiri tegak di
Bulan Mei
Hatimu dan hatiku
menunduk menghunjam ke bumi
Bermarwah burung
Garuda di dada
Bersumpah tulus
di kedalaman hati
Kebangsaan adalah
Pilar Agung bagi Ibu Pertiwi
Tuhanku
Ijinkan aku
mencintai negeri ini
Seindah teratai
Sebiru lazuardi
di Tamansari
Gus Nas Jogja, 1 Mei 2023
Riwayat Penyair
H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.