MONOLOG DUA MEI
Kepada 3 Pendekar
Pendidikan
#Ki Hadjar
Dewantara
Terima kasih
Tamansiswa untuk marwah Budi Pekerti ajaranmu
Pendidikan
dirayakan untuk seluruh anak-anak bangsa
Kesetaraan
diperjuangkan agar kaum pribumi tak dijadikan alas kaki Ordonansi Belanda
Kebangsaan
disuarakan agar kedaulatan menjadi pilar perjuangan bagi tercapainya
kemerdekaan
Als Ik Eens
Nederlader Was
Tajam penamu
mengasah jiwa anak-anak bangsa
Menggores nyali
di batu-batu karang kaum pribumi
Dengan Sariswara
Ki Hadjar Dewantara menghaluskan gelora akal-budi
Dalam partitur
nada dan harmoni pendidikan merajut kemesraan bagi anak-anak Ibu Pertiwi
Guru Gatra
Guru Lagu
Guru Wilangan
Merayakan
orkestra pendidikan bermatra kebudayaan
#Kyai Ahmad
Dahlan
Terima kasih
Muhammadiyah untuk kuntum khaira ummah yang dijadikan cambuk
Matahari
Pembaruan yang dinyalakan bagi sinar peradaban putra-putri bangsa
Kuntum melati
yang ditaburkan Ibu-ibu Bangsa agar negeri ini harum dan wangi
Dari Masjid Gedhe
Kauman Yogyakarta
Kyai Ahmad Dahlan
meluruskan kiblat bangsa
Agar Sang Imam
tak keliru arah
Agar makmum tak
cuma taklid
Agar umat tak
jadi bid’ah dan penuh khurafat
Muhammadiyah
bergerilya di negeri ini
Berlomba-lomba
berbuat kebajikan
Ribuan sekolah
didirikan di kota-kota
Pusat Kesehatan
Umum melayani putra-putri Ibu Pertiwi
Muhammadiyah
merajut semesta
Cendekiawan
bertauhid dilahirkan
Intelektual
bersyahadat berdiri gagah di kancah dunia
Perguruan Tinggi
ternama kian merajalela di seantero Indonesia
#Hadratratusyeikh
Hasyim Asy’ari
Terima kasih
Nahdlatul Ulama untuk kesetiaannya berpegang teguh pada Tali Allah
Tidak
bercerai-berai dalam melayani berjuta-juta umat di desa-desa
Dengan merawat
jagat
Hadratusyeikh
Hasyim Asy’ari mensyiarkan iman dan ilmu
Menggerakkan amal
saleh tanpa pamrih
Tak berharap
imbalan justru berbagi pada kaum tak mampu
Santri-santri
diajarkan berakhlak luhur
Hidup sederhana
dan peduli pada sesama
Santri-santri
dididik menjadi orang-orang baik
Memuliakan
kemanusiaan dan mencintai Ibu Pertiwi
Pesantren-Pesantren
berdiri di seluruh negeri
Menjadi benteng
bagi iman dan takwa
Santri-santri
bergerak membebaskan budak
Santri-santri
mengabdi untuk memakmurkan bumi
Hari ini tanggal
2 Mei
Kepada 3 Pendekar
Pendidikan Bangsa itu kutuliskan Puisi Emas ini
Saat orang-orang
terpelajar sedang dimabuk kuasa
Ketika kemewahan
semu dan politik belah bambu sedang birahi di mana-mana
Gus Nas Jogja, 2 Mei 2023
KARIKATUR LAMPUNG
Jalan lempang
menuju Lampung ternyata berliku-liku
Menepuk comberan
di jalan-jalan berlumpur
Mukaku kaku
menahan malu
Tak tahu lagi aku
harus bicara apa
Bahkan puisi
kehabisan diksi
Lampung melambung
dalam linglung bangsaku
Jalan sunyi
menuju Way Kambas
Aku tersesat di
sepanjang Rumbia
Lumpur telah
menjadi bubur
Menjadi bedak
pada muka badakku
Kuseruput pahit
kopi dengan beku lidahku
Terlalu manis
Gulaku menaburkan bujuk-rayu pada hitam bibirmu
Lampung di ujung
senjakala
Gajah-gajah
disekolahkan
Manusia selingkuh
dengan harta dan tahta
Kutepuk jidatku
hingga lebam membiru
Kutengok segala
tengik di kota ini
Anak-anak
stunting berserakan di desa-desa
Sementara di
kantor-kantor negara
Para pejabatnya
buang muka lalu flexing dan hura-hura di atas nestapa
Surga di Tanah
Lampung
Hanyalah Abracadabra
Gus Nas Jogja, 5
Mei 2023
DAN BADIK PUN
In-Memoriam
Mochtar Pabottingi
Layar-layar yang
dulu gagah menjinakkan ombak itu kini sudah lepas dari laut
Jala dan pukat
pun sudah diangkat ke langit
Pun sebilah
badik, kini tak ada lagi teracung ke cakrawala
Penghalang bagi
perahu Pinisi yang hendak mudik
Kau yang telah
kusebut badik, pergilah merantau!
Tinggalkan pamor
puisi di sini, berenang membelah laut sejarah
Menyelami dasar
diksi hingga kata-kata menjadi puisi
Menuju marwah
muara yang baru di telapak kaki Ibu Pertiwi
Pergilah kau
kawan, dari Bumi Bulukumba ke Balairung Jogja
Resap bersama
arus waktu
Biarkan anak-cucu
di sini meneruskan pelayaranmu
Mengasah sebilah
badik
Menjahit selembar
senja
Menenun sesobek
kata menjadi Kalam Semesta
Gus Nas Jogja,
4 Juni 2023
Riwayat Penyair
H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.