SANTIA(GO)
:
Sang Alkemis
I.
berdiri
pohon ara di altar tua. menetas dari perut burung
sepasang
mimpi berputar dalam kepalanya
ia
terjaga. di tengah tidur domba-domba
mengamati
bintang dari lubang langit-langit
dimintanya
wanita gipsi mengupas mimpi
tapi
kulit mimpi begitu keras. ia adu dengan
urim tumim:
pertolongan raja terasing
II.
dengan
bulu domba-domba ia arungi laut
menjawab
panggilan angin timur. bertengger
pada
pundak seseorang: berpakaian serba hitam
pelindung
dari suku-suku yang berperang
di
bawah bulan. Ia merenungkan sinar sebutir pasir
di
pucuk piramid sebagai jawaban atas mimpinya
kembali
ia. meminum endapan kicau burung
dari
akar pohon ara
SEKILAS CAKRANEGARA
di
arah matahari terbit
berdiri
sebuah kantor penjaga
bentang
jalan
toko-toko emas
pegawainya
mengenakan karet gelang
dari
bungkusan nasi
bersama
gigil malam
seorang
gila duduk
melihat
kerja mata lampu
satu nasib dengannya
diabaikan
mata pengendara
pada
bekas rutinitas pasar
kupu-kupu
tua bersembunyi
tubuh rapuh
memperpanjang
ruh
TAMAN KLEPUNG
klepug
klepug air
berhamburan
menjadi kolam
menjadi taman serta keberagaman
tempat
mandi dayang-dayang
sekaligus
rumah ular-ular
gelap
mencuri senja dan selendang
ular-ular
bermain di taman
menyentuh
sesuatu dengan mulut
sebab
ketiadaan tangan
pada
kaki rerumput dan tubuh semak
dibuatlah
rumah-rumah merak
memangsa
melata agar tak berbiak
klepug
klepug air
fajar
menyiram tubuh dayang-dayang
dijaga
mekar sayap merak
RESEP WAKTU
rutinitas
kota
menyisakan
isak kesendirian
kota
adalah penyakit
sedang
kesendirian menjadi obat
yang
lupa diminum
TANGAN IBU
ibu
menggendong anaknya
mulut
dan karung menganga
di
degup kota tanpa mata
hujan
tumpah di ramai jalan
di
merah pipi, di luka hati
tangan
ibu begitu sibuk
mengelus
kepala
mengelus
dada
mengirim
doa
tanpa
suara
SARANG BURUNG
lapang
bentang langit
siang
benderang
bola
semak kering tersepak angin
di
kaku lengan pohon
dedaun
huru-hara
pecah.
waktu,
telur, serta tangis ibu burung
dalam
kicau yang kacau
LENGAN KABEL
hari
ini,
lengan
kelapa kering
digagalkan
jatuh oleh kabel
hari
lalu,
burung
dijerat tubuhnya
sayapnya
luruh tersetrum
pohon-pohon
menumbangkan
dirinya
kabel
kehilangan bentang
lalu
kota mati padam
Abed Ilyas
lahir di Mataram, 23 Agustus 1997. Alumnus Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, FKIP, Universitas Mataram. Ia bergiat di Komunitas Akarpohon,
Mataram, Nusa Tenggara Barat.