Abad 19, pulau Jawa sudah terdapat kecocokan dalam pandangan antar para ulama. Mayarakat umat Islam Mereka semua dalam bidang fiqih berpedoman kepada pemikiran Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’I, dalam bidang ‘aqidah mengikuti pendapat Imam Abu Hasan al-Asy’ari, dalam bidang tasawuf mengikuti pikiran Imam al-Ghazali dan Imam Abu Hasan al-Syadzili. Namun perbedaan pendapat mulai terjadi sejak tahun 1330 H saat ada golongan kalaf yang mengharamkan amalan-amalan ulama salaf. Golongan inilah yang mengikuti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Muhammad bin Abdul Wahab, Ahmad bin Taimiyah, Ibnu al-Qayyim dan Ibnu Abdul Hadi. Parahnya golongan ini menganggap ulama salaf adalah golongan sesat yang harus dijauhi dan tidak diikuti.
Ada tiga substansi dari perkara agama Islam dari penyebabnya yaitu, mengikuti perintah Allah Swt, menjauhi larangan-Nya dan pasrah diri pada qadha dan qadar. Dari sinilah, bahwa kehadiran manusia dalam semesta ini setidaknya memiliki dua tugas yang harus dilaksanakan secara seimbang. Pertama adalah berkaitan dengan kedudukannya sebagai ciptaan Allah Swt. Dan posisi ini manusia dituntut untuk menunjukkan dalam meningkatkan ketaatan kepada Allah Swt yang telah menciptakan alam serta isinya. Manusia tentu harus berusaha semaksimal untuk melaksanakan semua perintah Allah dan menyampaikan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Seperti Qs. Al-Dzariyat:56.
Kemudian manusia mendapat tanggungjawab dalam menjaga lingkungan, keluarga, dan diri sendiri. Dari tugas inilah manusia mau tidak mau berupaya semaksimal agar potensi yang terdapat didalam dirinya membantu pelaksanaan tugas ini, baik rasio, tenaga, emosi, dan sebagainya. Dengan tugas ini diharapkan memiliki kebermanfaatan dan kebaikan kepada alam, sesama manusia, dan lingkungan sekitar.
Manusia memiliki potensi penuh sejak lahir kedunia. Keunikan inilah, untuk mengungkapkan misteri didalamnya, hingga saat ini. Kiai Hasyim memiliki implikasi dalam dunia pendidikan, bahwa seharusnya yang dilakukan tindakan yang sama juga mengembangkan potensi yang ada dan berproses dalam dunia pendidikan, tanpa adanya unsur diskriminasi.
Seperti Nabi Muhammad Saw mengajarkan kepada manusia yang lahir memiliki potensi yang sama, tergantung orang tua dalam proses pendidikan yang dilakukan. Hal ini dikarenakan setiap bayi yang dilahirkan itu keadaan fitrah atau suci, tergantung orang tua yang membentuknya menjadi Yahudi atau Nasrani. Hal ini sangat penting untuk ditekankan dalam pengembangan potensi pada anak usia dini, sehingga yang diharapkan anak lahir adalah menjadi kebanggaan keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Kata Kia Hasyim, Manusia paling mulia adalah ulama. Sebab, ulama adalah rahmat bagi umat. Bahkan kematiannya ulama dalam Islam menyebabkan Islam menjadi terguncang, karena keseimbangan sosial masyarakat Islam menjadi goyah dan resah. Ulama adalah orang memiliki hati dan perasaan dalam ketakutan dan ketaatan kepada Allah Swt. Sebab, ketakutan dan ketaan kepada Allah adalah sebaik-baik makhluk. Maka, manusia dituntut untuk berpikir, belajar, dan mencari pengalaman untuk memperoleh keilmuan baik ilmu agama ataupun ilmu pengetahuan. Karena sebaik orang yang tidak mampu memperoleh ilmu, maka termasuk orang yang rugi.
Artinya Kiai Hasyim menyerukan umat Islam supaya saling menebar kebaikan, tolong menolong, perpegang teguh kepada agama Islam dan mengikuti ajaran Al-Qur’an dan hadits sebagaimana yang ditetapkan para ulama salafus shahih. Dengan adanya hubungan interaksi ini ada implikasi dalam mengupayakan persatuan dan kesatuan antara sesama anggota masyarakat muslim. Hal ini menjadi hubungan membangkitkan kembali semangat masyarakat Islam dalam meraih supremasi dunia internasional.
Persatuan dan kesatuan harus dijaga dengan baik dan tetap memperhatikan norma yang berlaku di masyaakat. Seperti pasal 1 dalam Pancasila. Pentinya ini untuk mengingatkan manusia adalah homo sosial yang eksistensialnya sangat berpengaruh oleh kesuksesannya dalam menjalin interaksi dengan manusia lainnya. Manusia tidak akan mampu kebutuhan hidup hanya dengan diri sendiri. Dalam keadaan apapun, manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Dalam konsep keilmuan, Kiai Hasyim membagi ilmu pengetahuan dalam pendidikan menjadi tiga kategori. Pertama, ilmu yang berkaitan dengan fungsi utama manusia di alam semesta, yaitu sebagai ‘adullah. Ilmu kategori pertama ini meliputi ‘ilm al-dzat al-aliyah, ‘ilm al-shifat, ‘ilm al-fiqh, dan ‘ilm al-tashawuf. Ilmu pertama merupakan cabang yang membahas keimanan yang harus dipahami oleh manusia terlebih dahulu tentang hakikat Tuhan (theology). Semua orang tersebut menjalankan berbagai ritual yang terdapat dalam doktrin Islam. Ilmu kedua, ilm al-shifat, menekankan pada sifat-sifat Tuhan itu sendiri, dalam kerangka konseptual ketika mengatur eksistensi alam semesta yang beserta isisnya, seperti qudrah, iradah, basrah, qiyamuhu binafsihi, kalam’, sama’ dan sebagainya.
Ilmu ketiga, ilm al-fiqh membahas manusia kepada ketaatan dalam melaksanakan ritual sebagai hubungan vertikat yaitu manusia dengan Allah swt. Seperti, puasa, salat, zakat, haji, dan sebagainya. Ilmu keempat, ‘ilm al-tashawuf membahas tentang berbagai keadaan, tingkatan, dan rayuan-rayuan nafsu dalam hal kemaksiatan yang tentunya harus dihindari.
Dari ketiga ilmu pada kategori pertama ini manusia menyeimbangkan hubungan dengan Tuhan, manusia dengan sesame manusia, manusia dengan alam atau lingkungan sekitar. Dari sinilah, manusia yang dikatan kafah adalah mampu berhubungan kepada Allah dan ciptaan-Nya. Sehingga dalam secara sosial dengan masyarakat dapat mewujudkan umat Islam yang baik.
Kategori kedua, ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, yaitu ilmu tafsir. Al-Qur’an mampu memecahkan problematika kehidupan manusia, dari zaman kapan pun. Baik bidang ekonomi, pendidikan, kesehata, budaya, politik dan lainnya. Al-Qur’an mencakup ajaran berbagai kitab sebelumnya karena kitab-kitab tersebut tidak akan mampu menggantikan kedudukan Al-Qur’an. Maka Kiai Hasyim selalu mengajarkan umat Islam kembalilah kepada Al-Qur’an nanti akan mendapat petunjuk.
Kategori ketiga, ilmu hadis yang dijadikan primary source pada priode sekarang. Melalui hadis umat muslim mampu membaca ajaran dan keseharian Nabi Muhammad Saw. Sebagai hadis bisa dikaji melalui kitab shahih al-Bukhari, shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Nasai, Sunan Ibn Majah, Jami, Mutawatha, Sunan Al-Kabir dan sebagainya. Dengan ketiga kategori ini Kiai Hasyim memposisikan manusia pada kedudukan yang sangat penting dalam proses transformasi ilmu dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ilmu bersifat dinamis, manusia merupakan unsur penting dalam menjaga tingkatan caliditas ilmu itu tersebut. Manusia akan berproses dalam transformasi ilmu harus memiliki kriteria tertentu. Dari kriteria ini manusia mampu menerima transformasi ilmu yaitu, sehat jasmani dan rohani, telah mencapai usia tertentu sesuai dengan ilmu yang akan diajarkan dan memiliki niat kuat untuk mendalami ilmu. Jadi manusia dan keilmuan merupakan dua kata yang saling berhubungan dalam bertahan hidup, dalam menuju jalan Allah, dan meningkatkan keberagamaan serta intelektualitas yang baik.
RIWAYAT PENULIS
Nur Hafidz lahir di Banyumas, 25 Februari 1998. Ayahnya seorang buruh harian lepas dan ibunya tukang jahit. Kedua orang tuanya merupakan pekerja keras. Masa kecilnya banyak dihabiskan untuk bermain dan belajar di pondok pesantren. Sejak masuk SMP, Hafidz belajar di MTs Man’baul Ulum, Jetak Benda, Sirampog, Brebes tahun 2013. Setelah itu melanjutkan pendidikan di MAN 1 Purwokerto 2016 sekaligus di Pondok Pesantren Al-Amin Mersi Purwokerto Wetan. Enam tahun hidup jauh dari orang tua yang menempanya agar semangat belajar untuk meraih cita-cita. Tahun 2016, Hafidz bertemu dengan Pak Guru Heru (Heru Kurniawan) sebagai Founder Rumah Kreatif Wadas Kelir. Atas dasar motivasi dan doa restu orang tua, Hafidz melanjutkan pendidikan sarjana Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto, lulus tahun 2020, lalu melanjutkan pendidikan magister dengan jurusan yang sama di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lulus tahun 2022.
Kesibukan sehari-harinya kini menjadi pengajar di Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini, Fakultas Agama Islam, Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto sejak tahun 2022 sampai sekarang, dan menjadi Tutor Online di Universitas Terbuka. Di Rumah Kreatif Wadas Kelir, Hafidz diberi tanggung jawab mengelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Rumah Kreatif Wadas Kelir sejak 2019 sampai sekarang. Selain itu, Hafidz menjabat sebagai wakil ketua Karang Taruna Satria Garuda tahun 2019 sampai 2023 di wilayah Kelurahan Karangklesem. Hafidz juga aktif menulis jurnal ilmiah dan buku cerita anak sejak tahun 2019 sampai saat ini.
Adapun buku cerita anak yang sudah terbit yaitu: (1) Nur Hafidz, (2019) “Permen Misterius”. Balai Bahasa Jawa Tengah, Semarang. (2) Nur Hafidz, (2019) yang berjudul “Stop! Jangan Diminum”. Balai Bahasa Jawa Tengah, Semarang. (3) Nur Hafidz, (2023) yang berjudul “Sayembara Joged”. Balai Bahasa Jawa Tengah, Semarang. (4) Nur Hafidz, (2023) yang berjudul “Ngandrawina Sampah” Balai Bahasa Jawa Tengah, Semarang. Ada juga karya esai: (1) Polemik Bahasa Indonesia: Kebutuhan Akademik dalam Komunikasi Sehari-hari tahun 2023; (2) Peningkatan Kemahiran Berbicara Anak Melalui Kebiasaan Membaca Nyaring (Read Aloud) di Taman Bacaan Masyarakat tahun 2023 di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta berbagai karya esai lainnya.
Hafidz pernah meraih penghargaan SATU Indonesia Astra Award tahun 2022 tingkat Nasional di Bidang Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat. Hafidz juga menjadi freelance desainer grafis, pengelola Jurnal Tumbuh Kembang Anak di Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, dan aktif menjadi pegiat literasi di Banyumas.
Saat ini Hafidz tinggal di Jalan Wadas Kelir, RT 07 RW 05 Karangklesem, Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Kode Pos: 53144. E-mail: nurchafidz135@gmail.com. Instagram: @enhafidz