Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Admin by Admin
15 November 2024
0
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

Malam Mapacci 

Kita sucikan kelam ini dengan niat kebaikan

Kita hapuskan hal-hal buruk dalam kebatinan; jiwa dan tubuh mengalun doa—beriringan antara asa dan syukur kebahagiaan. 

Jari-jari memancar

Mengilau merah lombok

Emas juita nun jauh di sana

Aku pergi mendapatkan dirimu..

Kukenakan sarung lipa’ dan songko pamiring

yang dianyam dengan benang-benang kemakmuran 

Ya kasih, ya rahim

Di antara lilin, beras kering, dan daun pisang Ya kasih, ya rahim 

Di antara daun nangka, gula merah, dan kelapa

Ya kasih, ya rahim

Di antara bantal-bantal dan sarung kehormatan; mabbarasanji telah terpatri di pelaminan kita.. 

2024

Rona

Mentari terik dalam warna keemasan

tatkala suhu memanas di bawah sana yang berselindung siur jalanan

Tetapi tidak ubahnya di sini

sejuk dalam permadani

bunga-bunga dengan pelbagai rentetan

taman yang mengguyurkan cambang

dan berkali-kali terpejam menghela nafas

Kota dan segala kepentingan—akan luruh dalam pengisbatan ketenangan

karena, di saat yang bersamaan,

beban hidup akan lepas oleh sekeliling pemandangan

Oleh sebab rona-Mu lah kami mengikuti cahaya muka ini

lalu menerpa wajah-wajah manusia dengan pembawaan hati yang gembira

Oleh sebab aura-Mu lah kami memancarkan kebajikan-kebajikan

sehingga manusia-manusia hari ini tidak dapat berkegiatan di bawah subversinya

yang nantinya kita akan tahu, berikhtiar kah kita dalam memaknai kehidupan?

2024

Perirana Kosong

Bahasa sunyi di semua arah—bergumam; ke garis bibir membeku

sudut-sudut manusia melendung

seperti bangkai ambulans; memaknai keranda besi

Seharusnya kami tergeletak di tanah ini

berkarat, tersekat, sekarat kegamangan

seharusnya kami berdiam di semak belukar kini; merabak tangisan; jauhi kawanan, dekati

peraduan

Sebab sepanjang lorong penghabisan

adalah beranda akhirat. Dan nasib kami tak lagi berlalu-lalang karena melawa sakit

hentakan kaki pun perlahan mengudara, terbawa lamunan sendu..

2024

Tukang Sampah

Sebagai tukang sampah

aku rela

kau kotorkan

kau noktahkan

Di pinggiran,

jalanan,

tong-tong berserakan

serta-merta bau popok bayi

Atau mungkin jeluk hatimu,

yang hangus dari kesucian laku?

2024

Hilangnya Keramaian

Kelenganganku, kini menjadi keramaian;

dalam buku puisi yang kau suka, kutemui kata-katamu selepas Januari kemarin.

Aku memilih tatapan ini

kau persis hujan dan abu di bulan Februari. Kutemukan kesepianmu yang kau kungkung sendiri, kutemukan hilang jejakmu yang aku cari-cari.

Tampak; dunia seolah-olah menjadi puisi, zaman sedang memuisi.

Ketika kata-katamu membludak di telinga lelaki lain selain aku

ketika air matamu terseka di bahu lain selain aku.

2024

Aku Pulang Sebagai Orang Hilang

Ku seret tubuhku, jauh dan pergi dari kawanan

jalanan dan perih; adalah ruang kosong airmata.

Tak ada tanggal

dan angka kalender dalam kepalaku,

Sementara sunyi adalah daun-daun cemara yang putus dan luruh

pun dalam sepi, sesaat pula aku asing kembali.

2024

Akrostikon

Aku mensurasi berkali-kali

di pagi hari

siang hari

petang hari

malam hari

keesokan hari

setiap hari, semati-mati.

Kata-kata dan kuasanya, telah terkaji mengorbankan amukan massa.

Rekayasa menyaingi realitas, rekayasa membeberkan segala cara, rekayasa yang sudah hampir tidak sudah; menelungkupkan badan di atas media.

Objek bukan lagi suatu pembicaraan, objek bukan lagi suatu hal, ataupun perkara, sasaran, perhatian. Melainkan akuisisi kekuasaan.

Semburan liur itu, lidah-lidah para penutur itu; semua menjadi basi di hidung orang-orang lurus. Tisikan-tisikan tajam menghabiskan seluruh norma-norma legal. Menghabiskan adat- istiadat, generasi warisan, generasi-generasi penjilat Tuhan.

Ini sudah terjadi, waktu telah habis

waktu-waktu yang kita tatap telah mati; waktu hanya tinggal nama.

Kondisi mulai beringas, senjata-senjata biner memperlihatkan aksinya di depan orang-orang tak berdosa, orang-orang tertindas, orang-orang bisu yang kepanikan

Otonomi laris dengan gerak-gerik yang biadab, tindakan seolah-seolah terbaca untuk menguntungkan diri sendiri.

Namun, premis-premisku masih tercoret di jurnal-jurnal

apakah ini dapat terakui oleh kekuasaan?

2024

RIWAYAT PENYAIR

Rifqi Septian Dewantara asal Balikpapan, Kalimantan Timur Mei 1998. Karya-karyanya pernah tersebar di beberapa media online dan buku antologi bersama. Kini, bergiat dan berkarya di Halmahera, Maluku Utara. Bisa disapa melalui Facebook: Rifqi Septian Dewantara.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In