Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi Hardian Rafelia Asril Aini

Admin by Admin
16 Juli 2021
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter


RISALAH
PEREMPUAN LAUT

 

Menelusuri
nafas kehidupan samudera

Terbentang
permai di luasnya jagat

Bersama
nyiur dedaunan kelapa

Serta
cicit burung-burung yang

Bermunajat
tentang kemakmuran negeri

 

Di
tepian pantai

Perempuan-perempuan
menjaring senyum

Sehabis
pagi menghidangkan garam rezeki

Yang
tumpah ruah di pesisir laut

 

Saban
hari

Di
bawah pancaran bara mentari

Para
perempuan bertudung ketabahan

Memunguti
butiran kerang-kerang

 

Dalam
tumpukan buliran pasir doa

Tempat
para perempuan pulau itu

Menunggu
sisa rupiah yang berserakan

Hasil
dari gelombang ombak

Menyapu
kekayaan palung lautan

 

Sembari
di gendongnya seorang bocah

Yang
terlahir dari rahim ratapan

Begitu
lama terombang-ambing nasib badai air mata

 

Lamat-lamat
peluh bercucuran melepas kebisuan hari itu

Yang
dingin terkubur di ceruk sukma

;
Dalam sunyi pemakaman lukanya

Nak,
sebentar lagi malam.  Mari kita pulang,

Mengantar
sekarung keletihan

Kata
perempuan bermandikan cahaya siluet sore yang

Semakin
mengecup mesra di ujung barat cakrawala

 

Purbalingga, 27 Juli
2019



 


MERUWAT
SENYUM

 

pada
setiap pergantian tanggal di bulan April ini

kembang
melati di teras rumahmu

kembali
memekar wewangi memenuhi ruang tidurmu

menyeruak
harum bila tersentuh lembut desir angin

ataupun
sehabis lantun adzan sore kau sirami penuh kasih

sebagai
merawat kebosanan yang semakin mengakar di kepala

 

semenjak
berbagai siaran wabah duka mendaftar panjang

penginapan
pasien di bangsal rumah sakit

tempat
peristirahatan bagi mata, hidung serta paru-paru

dari
rakusnya meneguk berbagai hidangan menu duniawi

mereka
berjejer membentuk nama cinta dalam sungai fatihah

sembari
menghitung angka kemarahan Tuhan yang melekat dalam usia

 

sementara
saban pagi kau menanam kegelisahan

bersama
rengek gadis kecil yang kelaparan melahap setumpuk lauk basi

sisa
memasak malam-malam sepi dari keriuhan pagebluk

sebab
hiruk-pikuk alun-alun kota tengah tertidur begitu lelap

tak
dapat lagi tuk menjaring rupiah, meski kau hanya menjajaki kepulan asap jagung

sekedar
menghibur lautan manusia dari kepenatan di malam minggu

 

dan,
pada setiap laju hari di bulan April ini

dalam
derai air mata kau tertatih menanam ketabahan

sehabis
menyulut amukmu: mengenang keindahan kerlap-kerlip kota malam

namun,
perlahan kembang melati itu kembali menguar keharuman

memeluk
kerapuhan kalbu, serupa pelukan ibu mendekap penuh tulus

dalam
meruwat senyum sembari merengkuh sujud mahabbah

 

Purbalingga, 02 Mei
2020



 



RITUAL

 

Di
hadapan perbincangan malam

Antara
senyum mengepul manis dari bibir layumu

Beserta
beberapa keping biskuit

Tersaji
begitu nikmat dalam kasih perjumpaan

 

Sementara,
gerimis di balik jendela lapuk itu

Tengah
menderas ragam senandung cinta

Yang
kian membasuh bunga kenangan

Ketika
dengung suaramu tak lagi menjelma nyanyian bocah

 

Hanya
berupa sisa bingkisan tawa

Yang
telah lama mekar di usia tanah rantau

Semenjak
kau meredupkan pijar lilin ke tujuh belas tahun

Yang
begitu gemerlap memeriahkan nampan isi roti

Sebagai
persembahan ritual syukur

 

Dan
kini, sudah tampak guratan lelah menyimpan sehelai pesan

:
Sebuah kecupan riang terbang dari bibir merahmu

Lalu
hinggap menyemarakkan kerinduan

Di
hamparan keriput keningnya yang bercahaya

Sehabis
emak melarungkan secarik nama dalam singgasana mulia

 

Purbalingga, 08 April
2020

 




 

LEKAS
SEMBUH IBU

 

di
bawah teduhnya langit pagi

perempuan
itu tak pernah sangsi

menawarkan
senyum

meski
sembari terbaring renta

 

sebab,
nyanyian pulau melati

tengah
murung diterpa badai besar

hingga
meruntuhkan dahan-dahan kelapa

di
pesisir pantai: bilik para nelayan

mengistirahkan
resah seusai menjaring ikan-ikan

 

sedang
perempuan itu menggendong setumpuk rindu

di
punggung bengkoknya yang ditumbuhi tunas kamboja

semenjak
si bungsu merengek mencari setetes madu

hasil
dari menangkap sayap lebah di hutan belantara

namun
kini hanya tampak semak belukar menyesaki keprihatinan

 

dan
tinggal bangkai perahu menepi di pinggiran debur ombak

menyisa
sepi dari debar penantian para perempuan pesisir

dahulu,
sehimpun senyum merekah di ambang pintu

sembari
salam kasih terhidang di sebuah perjamuan malam

lekaslah
mengemas lelah hasil sebulan menyelami angin samudera

kata
seorang bapak, kepada si bungsu yang girang menemui tawanya

 

sementara,
di bawah teduhnya langit pagi

kini
perempuan itu semakin menanak ketabahan

disisa
usianya yang tengah terkapar duka

dalam
pembaringan wabah doa

bersama
nyiur pokok kelapa di pulau melati

 

Purbalingga, 07 Mei
2020






SAJIAN
PANORAMA KOTA

/1/

Terbentang
sunyi sepanjang susur mata air klawing

Mengalir
deras dari tebing mataku

Begitu
dingin oleh gerimis yang hanyut bersama riak waktu

Namun,
sesekali kujumpai jejak senyum sinar matahari

Makin
menyemburat elok di pinggiran tubuh sungai

 

Berkilauan,
hingga menerabas dasar air yang hening

Tampak
pendar warna-warni bebatuan akik

Memancarkan
pundi rupiah yang tersebar pada langit buana

Hingga
mengharumkan tanah kota perwira

 

/2/

Sepanjang
sungai klawing yang berkabut

Melarung
kedamaian di dalam lumut bebatuan cadas

Bersama
tawa bocah bermata bening

Berenang
menghanyutkan sisa peluh

Selepas
kulihat tapak kecilnya mengecup becek tanah

 

Sementara,
di bawah rindang dedaunan pohon bambu

Emak
duduk menunggui kecipak tangan bocah kecilnya

Melepaskan
riangnya, sembari memecah tumpukan kerikil

Untuk
memenuhi kehangatan perut di malam hari

Saban
usia menyelimuti wajah yang kian melapuk oleh musim

 

/3/

Sinar
lembayung senja mengecup permukaan sungai

Memancar
kehangatan pada gebyok warung desa

Yang
di dalamnya terdapat perjumpaan para wajah kekasih

Ditemani
wanginya kepul asap sate blater

Yang
terpanggang mesra bersama angin klawing sore

 

Dan
dihadapannya tak luput oleh sajian aroma soto bancar

Yang
disirami kesegaran daun-daun bawang

Serta
ditaburi kupat janur dan aneka olahan rempah-rempah 

Hasil
petani memetik dari lereng gunung slamet

Hingga
melarungkan cahaya kenikmatan di setiap langit kota perwira

 

Purbalingga, 26
Februari 2020



 


IBADAH
SORE

 

Ibadah
sunyi mataku pada derita layu dedaunan

Bersimbah
kuyup di tanah merah

Di
pinggiran gemericik tubuh sungai

Yang
begitu tulus tengadah

Menunggu
kecupan hujan sore

 

Dalam
remang waktu

Kau
hanyalah segelintir bayang

Berjalan
menepi dari geraian rintik

Yang
tak pernah lelah menabur kesunyian

Bersama
pupusnya kelopak bunga randu

 

Sementara
di atas ranting pepohonan

Bertengger
kicau burung kepodang

Sembari
kupunguti alunan alam

Yang
lama menuang syair kehidupan

 

Gelayut
kelopak kembang yang

Semerbak
itu menawan dalam sukmaku

Perlahan
menari bersama sepoi angin

Begitu
tabah berguguran dalam pelukan tanah

Hingga,
sampailah kalbuku mengaji di bawah lembayung sore

 

Purbalingga, Desember
2018



 



MATA
AIR USIA

 

Selembar daun teratai

Terbaring di atas permadani kolam

Menjadikan tempat ikan-ikan berteduh

Dari kucuran sinar mentari

Yang terjatuh lembut lewat celah atap
rumahmu

 

Gadis kecil berambut kepang dua

Duduk di tepi kolam itu

Sembari memandangi kecipak sirip

Yang berlenggak-lenggok

Memperagakan tubuh mungilnya

 

Tanpa disadari ada sebuah mata kasih

Yang senantiasa memberikannya rezeki

Dengan daun singkong serta hijau lumut
sungai

Untuk dilahap tiap pagi dan petang

 

Hari kian mengalir

Ikan-ikan senantiasa memamerkan kilau
sisiknya

Bersama insang yang merenangi arus usia

Hingga dekapan kematian hinggap di dasar
kolam

Musnahlah segala yang hidup dan bernafas

 

Sedang gadis kecil dahulu

Kini tumbuh dewasa

Kembali duduk di pinggir permadani para
ikan

Mentafakuri gemricik mata air kehidupan

Yang bermuara pada ketiadaan

 

Purbalingga,
24 Juli 2018




Tentang
Penulis


Hardian
Rafelia Asril Aini
, lahir di Purbalingga,
30 September 1998. Dia seorang mahasiswi di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri,
Fakultas Dakwah Prodi BKI. Dia aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban
(SKSP) Purwokerto dan Komunitas Rumah Penyu Cilacap. Beberapa puisinya pernah
dimuat di antologi bersama, Hilang
(Aria Pustaka: 2017), Sepucuk Kasih dari
Sosok Sayang
(Penerbit Satria: 2018), Teruntuk
Cinta
(Rekan Media Publish: 2018), Surat
Untuk Kaki Langit Palestina
(Indonesia Writing Club: 2018), A Skyful of Rain (Banjarbarus Rainy Day
Literary Festifal: 2018). Beberapa puisinya dimuat di Majalah Simalaba, Media Indonesia, Lampung Post
dan Minggu Pagi. Fb: Hardian Rafelia
Asril Aini. No. HP: 085799247723. Kode Pos: 53371.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In