belum selesai ketika langit jingga berucap: au revoir
Kain
satin
Membalut
langit
Pada
pipih waktu
aku mencuri doa
Para
pendosa
Yang
memar oleh malam
Ketika
bertugur
yang tak lekas, cintaku
Ada
yang membasah pada pelupuk matamu.
tepi itu fatamorgana
Ingin
aku dengan riang menyongsongnya
Tersebab
rindu akan indah pada layar prisma.
tepi itu oase tak berpintu
Ingin
aku dengan murung meninggalkan dan berlalu
Tersebab
rasa sepi adalah rahim jemu
Tepi,
kita tahu,adalah suaka tak berbatas
di mana raung dengan mudah ditebas
Dan
kepompong sangtuari yang kedap bebas.
JANTUNG WAKTU
tikam jantung waktu dengan semenamena
Kau
rajam rindu hingga ke denyut nadinya
Sebelum
kemudian detik berhamburan dari mulut jam
Memekikkan
irama gegar kematian
robek kelam pada angka penanggalan
Kau
siksa rabu dalam sepi penantian
Sekon
berjajar pada mistar itu kini berangkat sekarat
Tergamit
oleh takdir lewat tangantangan malaikat
MENUJU SUBUH
jejakjejak sebelum terjebak
Aku
sampai pada seutas jalan bernama subuh
Udara
dan halimun mengabut
Oleh
ayatayat yang samar serta jauh
malaikat itu
kembali
berkemas
Meninggalkan
bumi yang cemas
Mu
Kugapai
lewat sujud yang retak pada sempadan rindu
Airmata
berserak di pelataran
selaksa
jejak.
siapakah engkau mengeluh?
Lenguhanmu
pun tak bakal jadi larik-larik puisi
Tersebab
dalam imaji rimba beton
para
robot dingin itupun
Berseliweran
di jalanan kota
siapakah engkau menanam doa?
Madah
suci pun tak sampai ke langit
Tersebab
lelehan cakrawala
Menyumbat
nadi cinta yang tercelup melankolia
kirimi aku uap embun
Karena aku bukan alamat ranah yang
rimbun
kirimi aku ombak laut
Tersebab aku rindu pantai tak bertaut
kirimi aku majas tak bertangkai
Tersebab aku bait sajak tak berbingkai
kirimi aku airmatahari
Karena engkaulah doa yang tercuri
sebuah sungai bening
Mengaliri
sebentang oase kering
Dalam
kemasan sepetak fatamorgana
Dan
terbubuh pada partitur melankolia
adakah yang lebih nyeri dari lirik ellegi
Ketika
doa terlepas dari bingkainya
Lalu
dengan amarah pergi membelah-belah matahari
Menjeritkan
lantang sebagian bait paranoia?
PURNAMA
perca menggurat bait-bait purnama
Sejenak
senja lalu jeda dan tertunda. Rembulan menetas dari cangkangnya
Biasnya
kautangkap di riak kolam
tak ada Narcisus di sana. Berkaca pada sekujur fatamorgana
Hanya
gegar pancaroba dan kulit pandemi yang mengelupas sisik-sisiknya
Engkau
menunjuk ular namun aku melihat kabut
penantian pada margin ini
Adalah
mistar waktu dengan skala yang satu demi satu tanggal
Dengan
lolong kesakitan dari bawah sadar yang
kian dangkal
sunyi agustus nyala nadiku mendadak lampus
Tulang
dan darah yang pernah bersenyawa
layu
di altar kudus
titinada terbubuh himne luka
Dan
ketika itu, kita tahu,nenek moyang menyanyikan
lagu
kebangsaan airmata.
hurufhuruf puisi tanpa spasi
Terbubuh
di langit kemarau ini kali
Fontosintesis
menjemput ajal
Juga
binar cahaya matahari tak kekal
ranting rapuh menembang lagu megatruh
Dan
bumi tertunduk sekaligus trenyuh
Tarian
kanakkanak satu demi satu luruh
Kian
layu serupa kehilangan ruh.
Tentang
Penulis
Heru Mugiarso,
lahir di Purwodadi Grobogan, 2 Juni 1961.Dia menulis puisi sejak masih duduk di
bangku SMP. Karya-karyanya berupa puisi
(hingga kini sudah mencapai ribuan), esai, cerpen, artikel, di muat di media
lokal dan nasional. Antologi puisi tunggalnya yang telah terbit : Tilas Waktu (2011) dan Lelaki Pemanggul Puisi (2017). Novelnya bertajuk Menjemput
Fatamorgana terbit tahun 2018. Bukunya
yang lain adalah : Wacana Sastra Paragraf
Budaya (2019), dan Lirik-lirik
Purnama Sang Maestro ( 2020).
yang telah diperolehnya adalah Komunitas
Sastra Indonesia Award 2003 sebagai Penyair
Terbaik. Namanya tercantum dalam buku Apa
dan Siapa Penyair Indonesia (2017), tercatat pula sebagai Sastrawan Jawa
Tengah dalam Buku Sastrawan # 2
(Inventarisasi Data Kesenian Jawa tengah ) oleh Taman Budaya Jawa Tengah
(2020).
dipercaya menjadi juri Sayembara Antologi Puisi Prasidatama Balai Bahasa
Provinsi Jateng (2019), dan narasumber bedah buku puisi penyair Jawa tengah
oleh Balai Bahasa Jawa Tengah. Dia juga mengajar kelas eskul puisi pada Sekolah
Dasar Gratis Kuncup Melati Semarang; sebagai
narasumber acara sastra program Bianglala Sastra Semarang TV; pembina Komunitas
Lentera Sastra mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Universitas Negeri
Semarang.
Mugiarso bekerja sebagai dosen Universitas Negeri Semarang. Alamat rumahnya di
Jl. Bukit Kelapa Sawit IV/30-31 Perum Bukit Kencana Jaya Tembalang Semarang 50271;
email heruemge@gmail.com; WA
081325745254.