NAMAMU TONGGAK AKU BERDIRI
Oleh
karenanya,
aku
akan memilih menjadi puan
dengan
tulang rusuk
yang
tak utuh barang dua sekalipun.
Sebab,
namamu untukku
ialah
tonggak aku berdiri.
DAMAI KAU CIPTA
bola
matamu,
adalah
kolong jembatan
tempat
para pesakitan
berperang
melawan
gigil musim-musim.
setiap
kali rinduku
berpulang
rusuh dan bergemuruh,
di
bawah matamu
aku
siap-siaga
berselimut
pada
hangatnya damai
yang
kau cipta.
dan
tepat
saat
malam melarut,
aku
tersenyum,
sedang
Tuhan berkata,
“Benar,”
lanjutnya,
“Aku
menciptakanmu,
saat
bahagia sedang bersemayam
dalam
hati lelangit.”
TIADA CINTA MENEMPUH UMUR PANJANG
Tiada
cinta yang benar-benar
dapat
menempuh umur panjang.
Bahkan
jam dinding
yang
berdetak sekalipun mensinyalir:
di
dalam hidup yang berkepanjangan,
akan
selalu ada waktu
sebagai
pengingat batasan pemberhentian.
Sayang,
kebesaran cintamu itu
tak
pernah cukup membuatnya
menjadi
bertambah usia.
Kau
boleh saja beranjak dewasa,
namun
selamanya cintamu tidak.
GEMURUH RINDU MENGAKAR, MERAMBAT
Setiap
Senin selalu punya cara
agar
dapat bersandar
kepada
sejuk akhir pekan.
Seperti
kau yang kerap memohon
agar
waktu-waktu penyembah penat
menyinggahi
hari-hari, serupa Minggu.
Katamu
saat itu,
sebab
Senin tak punya rinai hujan
yang
turun menghujani kami dengan penuh cinta,
sedang
Minggu selalu;
dan
Selasa terlalu akrab dengan bising kota,
maka
kau takut aku akan lebih menyukainya.
Layaknya
manusia pada umumnya,
kau
menganggapnya sebagai
hari
penuh kesukaran.
Sementara
untukku,
ia
serupa pohonyang amat kokoh
mengakarkan
gemuruh rindu;
dan
hari-hari selepasnya
adalah
waktu ia merambat,
berkembang
menjadi demikian hebat dan dahsyat.
PADAT DOA-DOA MULIA
Menuju
waktu yang sepertiga,
malam
menjadi berbeda
saat
padat
doa-doa
mulia
Bunda
tanpa paksa membuka daun pintu;
ayah
yang menuruni anak tangga
satu
demi satu
Bunda,
ayah, pun aku
kami
bersemuka
Sepanjang
sujud,
tak
ada yang lebih menyiksa dari pilu kami
berwujud
Kendati
itu,
kami
tetap begitu
menikmatinya
Pada
jiwa yang penuh euforia
dan
prasangka,
Tuhan
melempar balasan senyuman
“Wahai
hamba-Ku,
apa
yang lebih syahdu
dari
memulai hari mendamba
pertolongan-Ku?”
Tentang Penulis
Tasneem Khaliqa
Israkhansa,
atau biasa dikenal dengan nama pena “Israkhansa”
adalah seorang penyair muda, yang lahir di seperempat penghujung tahun 2002 di
Coventry, Inggris. Dia telah menerbitkan buku antologi puisi pertamanya yang
berjudul, Usai Sebelum Dimulai, pada
Agustus 2019 lalu. Saat ini, kendati dirinya resmi menjadi mahasiswi Fakultas
Hukum Universitas Indonesia (FH-UI), dia tetap turut bergiat dalam menghidupkan
literasi di kalangan generasi millenial melalui akun Instagram (@israkhansa
@isrkhs), Tumblr(@israkhansa), dan
sebagainya. Serta, turut memberikan sumbangsih karya-karyanya, yang
dipublikasikan dan dapat dibaca di berbagai media cetak dan elektronik secara
gratis. Selain meminati perpuisian, gadis yang pernah mengenyam pendidikan di
Somechi Shougakkou, Chofu, Tokyo dan SMP Global Islamic School, Jakarta serta
SMAN 14 Jakarta ini, juga meminati dunia menggambar, melukis, serta motivasi.