Bait Doa Yang Purnama
Di
sela-sela gerimis itu
Dirimu
mengetuk pintu rumahku
Mengulurkan
tangan demi salam yang mulia
Lalu
aku suguhkan dengan getaran kalbu yang tiada menggema
Hingga
saat kakimu meninggalkan langkahku
Hanya
bisikan doa yang mampu terdesisikan
Jarum
waktu melampaui jauh detak jantungku
Kau seakan
melayang
Pada
angin-angin yang membawamu
Kepada
pengembaraan penglihatanku
Dalam
kesunyian di padang malam
Kasihmu
mengalamatkan pipiku
Kala
merona seperti bulan di ufuk timur
Dalam
naluri jiwamu
Terpancar
cahaya
Hingga
terlihat jelas jarum waktu
Yang
kelak membawamu ke peraduanku
Purwokerto, 2020
Rahasia
Sunyi Danau Menduyan
Setiap
melangkahkan kaki ke tepian bibirmu
Mengundang
ingatan zaman pertemuan
Menafsiri
sudut-sudut menduyan
Luapannya
mengandung rahasia kesunyian
Saat
menengok kanan dan kiri tidak ada namamu
Pun
sekelebat bayangan terhempas
Namun
di atas jembatan, termenung wajah
Menduyan
butuh kau jaga kasih
Perpisahan
tidak akan pernah ada
Jika
kau, aku, dan menduyan selalu bersama
Akhir
pencarian tergoreskan pena kayu lembut
Di
atas pasir putih yang siap kau guyur
Agar
tidak ada lagi jejak-jejak keabadian kita
Purwokerto,
2020
Tadarus
Aku memandang sinar rembulan
Memancar kerinduan di tengah-tengah anak kota
Di bawahnya anak kecil bekejaran mencari sinarnya
Dengan melukiskan wajah damai
Saatnya bertadarus
Ia yang sempat hilang dari nafsku
Kugandeng setiap huruf-huruf suci
Dengan penuh kedamaian
Sedangkan anak kecil tetap riuh dengan dunianya
Saling menebar tawa
Di sepanjang garis hitam-putih
Sembari mendengar huruf yang mengudara
Maka berdamailah hati kita
Nurul
Ikhsan, 2020
Di bawah Air Terjun Kembar Denalo
Pagi meenunggu datangnya sinar mentari
Aliran menjemput kembara
Ditemani pepohonan nian lebat
Serta aroma yang membasahi pangkuan
Di bawah gemericiknya kembar denalo
Suara syahdu dimainkan
Dan kutengadahkan tangan pendosa
Di atas pantulan air yang percikannya
Mengalikan cinta dan kasih sayang bumi
Untuk tetap menjaga keasrian denalo
Dingin menembus tulang rusuk
Saat berada di bawahmu
Yang menghanyutkan api nafsu
Ketika aku sirami seluruh tubuh
Hanyalah kedamaian melekat dalam jiwa
Purwokerto,
Januari 2020
Penghujung
Hari
tak
lagi aku dengar gemuruh terompet akhir tahun ini
pun
warna-warni di langit sebagai isyarat pergantian
yang
aku lihat anak-anak tertawa berlarian lepas tanpa dosa
dalam
gambaran itu
ada
yang masih dikerangkeng orang tua
atau
ibarat belum lepas dari sapih sang bunda
tapi,
ada
juga kegembiraan meluncur bak
papan
skate board di pulau salju
pepohonan
dengan desiran gasir di akarnya
bintang
yang tak sudi melepaskan
pandangan
pada bumi
cukuplah
tanah perpijakan menjadi saksi
sebuah
pertanggungjawaban manusia
di
penghujung hari
Tanjungtirta,
Januari 2020
Anak Rantau
Kota selalu memiliki banyak cara
Mengajakku berkelana
Tapi di antara keramaiannya,
Waktu masih lihai menjemputmu
Bibir yang terlukis senyum
Saat pagi bersetia memeluk mimpi
Dan angin menyapa detak jantungku
Ibu,
Langkahku kau bekali dengan doa dan
Jabat tanganmu yang menghangatkan seluruh gigil
Melahirkan rasa yang selalu indah di mata
Keriputmu menyimpan kelemahanku dan
Sayu matamu memendam kerinduan
Meski pagiku telah kering dengan dongeng sebelum
tidur
Tapi bayangmu selalu datang menjadi pesta kecil
Di langit-langit kamar
Pada akhirnya, setelah aku mengembara pada cerita
tentangmu
Aku memelukmu
Kasih sayang mengepakkan sayapnya
Sampai wajahmu
Purwokerto,
Januari 2020
BERJUMPA WAJAH KERINDUAN
Untuk:
Dr. Fahruddin Faiz
Aku
terbangun dalam kesunyian
Dingin
yang membuat gigil
Serta
harum bunga melati menyengat ketenangan
Aku
menyapa jendela segera menyegarkan pagi
Melepas
kerinduan bersama tuhan
Matahari
datang menyapa bumi
Kulihat
wajah sendu di depanku
Matanya
terukir keikhlasan dan
Tangannya
menggetarkan syukur
Hari
ini kutemui wajah kerinduan yang
Sepanjang
malam sepanjang pagi
Hanya
bisa kudengar suaranya di balik layar
Kini,
kujabat tangan penuh kemuliaan
Kupandangi
wajah penuh kedamaian
Dan
kudengar pitutur luhurnya
Hari
keajaiban memeluk sukmaku
Mengalirkan
rasa takdzim
Hingga
Lima dzikir terus aku racik
Sembari
merenungkan cinta pemilik rindu
Purwokerto, Februari 2020
Bedug
Suara bedug mulai menggelarkan jamuan pada
Penghujung dahaga yang
Sepanjang siangnya bekerja membangunkan mimpi raja
Dia membangkitkannya ketika mata terpejam dan
Jasad masih tergeletak di pangkuan empuk istana
Dendangnya mengiringi asmaul husna yang
Didawamkan oleh sederetan makhluk berbau surga
Untuk menyemarakkan alam
Ketika penghuni langit dan galaxy saling bertasbih
Suara bedug berhenti nyaring
Saat raja dan sang permaisuri tengah menikmati
aroma
hidangan di meja sajian
Sedang para dayang diperbolehkann menengok
keluarganya
beberapa menit
Sampai suara bedug kembali diperdengarkan
Banjarnegara,
April 2020
Jembatan
Golden Gate
Masihkah
kalian ingat?
Cerita
di atas jembatan golden gate
Yang
merahasiakan wujud aslinya
Saban
pagi kita selalu duduk di lengkungnya yang emas
Saling
mendongeng, “pada zaman dahulu”
Sebelum
melanjutkan perjalanan untuk mengisi rasa syukur
Masihkah
terlintas dalam ingatan?
Ketika
jembatan yang kita tafsiri sebagai Golden gate ternyata
Roboh
akibat ulah kaki-kaki yang tak mampu diam
Akibat
ulah tangan yang selalu rusuh
Saat
itu, kita hanya bisa saling pandang dan
Mengukir
bahwa ini bagian dari takdir
Hingga
tiba saatnya angan menyebarkan tawa
Di
suatu malam pengantin untuk
Sesaat
melepas kerinduan
Tanjungtirta,
Mei 2020
PERIHAL
GEBRUS
Ketika
tanah telah siap ditumbuhi tanaman
Langit
mengalirkan syukur pada celah-celah kekeringan
Sementara
pekebun bersetia meracik dzikir dengan resep tersembunyi
Mereka
mengenakan sandang yang bahannya terbuat dari
Doa-doa
keluarga
Sabit,
cangkul, kemenyan dan tembakau
Menemaninya
menyempurnakan sudut-sudut lahan
Dengan
sabit, rerumputan dipangkas tanpa sisa
Dengan
cangkul, tanah digali sampai berbaur subur
Sedangkan
kemenyan, tembakau, beserta asapnya menjadi sisipan tenaga
Begitulah
pekebun memulai meramu
Hingga
menanam dan memanen bibit-bibit lestari
Tanjungtirta,
September 2020
Tentang
Penulis
Eka Yuli
Andani, kelahiran Klaten. Dia beralamat
di desa Tanjungtirta, Punggelan, Banjarnegara, Jawa Tengah. Dia mahasiswa PAI
dan bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) UIN Prof. K.H.
Saifuddin Zuhri (UIN SAIZU) Purwokerto.
Beberapa karya
puisinya pernah termuat di Koran madura, Harian BMR fox, Majalah simalaba,
Nusantaranews, Negri kertas, Akar ranting daun, Cacatan Pringadi, Metamorfosa,
Jurnal Papandaan, Kajian Informasi Publik, dan Tembi Rumah Budaya. Puisinya juga terhimpun ke
dalam antologi: Kelopak Cinta Bidadari (2018), Pilar Puisi 5 (2019), Imajinasi
Aksara (2019), Senja (2019), Menenun Rinai Hujan (2019), Potret Kehidupan
(2020), Mata Air Hujan Di Bulan Purnama (2020), Perempuan Ghirsereng Kumpulan
Sajak Penyair ASEAN 3 (2020), Antologi puisi khas sempena pertemuan dunia
Melayu 2020 dan Hujan Pertama
di Bulan Purnama (2021). Dia dapat dikunjungi melalui Fb: Eka
Yuliandani atau Hp: 082324478916.