DADAMU SERUMPUN POHON
dadamu serumpun pohon
rimbun mengepung
panas-ganas batinku
burung cericit terbang menaiki tubuhmu
hinggap pada ranting yang menjulur ketenangan
tetapi aku api, jilat-lidahku
mampu membakar sabarmu yang hijau
tiap gugur daun keringmu
aku bersorak-ria tanpa mengingat
luka di tangkai sukmamu
matamu masih damai
seperti ketika pertama kau merelakan jiwamu ranum lebih
awal
dan aku lahap membakar sisanya
purwokerto, 21 juli 2021
TANAH KHATULISTIWA
tanahku merimba di gemericik hujan
tunas-tunas tegak, tunai di halaman negeri
langitku berbuih rapalan manusia
hujan, hujan, hujan
menepi diiris mata
di tanah khatulistiwa
kepentingan terkontaminasi
budaya bercampur tipuan politik olahan negeri
lautku bergelombang di antara jala-jala doa
ikan berpisah ruang
terumbuk karang berendam sembarangan
hujan, hujan, hujan
menyerang jagad kesombongan
di tanah khatulistiwa
eksplorasi tertata rapi
jabatan tinggi memaki berhari-hari
hujan, hujan, hujan
di tanah khatulistiwa
aku berteduh dari relasi dan ketahanan negeri
purwokerto, juni 2021
KENANGAN
jantungku butiran pasir di lutut dan saku celanamu
jika tiba aku kau bilas
aku akan hinggap di aroma sabun
dan kembali mengikutimu menuju pagi
menggambar kenangan di dasar mimpimu
meskipun putaran doamu tak berhenti kepadaku
di dalam aku berzikir namamu
tepat ketika matahari menyorot asin tubuhmu
aku dihirup-hidupkan sebagai ngiang-ngiang tawa
sekaligus kesedihan yang dibunuh setiap detik
dan pada waktu sore berhenti
akulah nyanyian yang dibawa burung menuju sarang
; pulang
purwokerto, 21 juli 2021
MALAM TERGELINCIR
malam tergelincir pada basah matamu
sewaktu mendung mengurung
perempuan tak elok rupa meraung
kekasih yang belum lama memesan rahimnya
jatuh-tersungkur dalam dengkur lain
yang bukan miliknya
dalam patah hati yang mengelupas
ia lumat waktu dengan asing
malam tergelincir pada basah mata
mengiring ingatan timbul-tenggelam
kekasih yang meremas segala ruang
purwokerto, 21 juli 2021
BOCAH EMPAT BELAS TAHUN
seorang bocah empat belas tahun menjadi tua
selepas menonton dirinya dipermainkan senjata
orang dewasa di tahunnya sibuk
mengemas keamanan diri
sedangkan anak-anak mereka dibiarkan belajar membenci
tetapi bocah empat belas tahun ini
tidak tumbuh bersama susu ibu
ia hidup dengan musuh dan suara tembakan di dadanya
seorang bocah empat belas tahun
setiap hari tertawa dan meronta
dalam permainan senjata milik negara
yang terus menipu soal merdeka
purwokerto, 21 juli 2021
PANDEMI DAN TANGISAN ANAK-ANAK
pandemi menelan ibu penjual mendoan
mengunyah tangisan anak-anak
memenuhi perut waktu
malam yang hujan
pada adzan pertama
seumpama petir ia menggelegar
menyambar susunan mimpi di tidur kecilnya
pandemi merasuk seisi tangisan
menyebarkan aroma kematian
deru-haru di ujung berita
meledakan dadaku
di bawah lelampuan
kupadamkan diri
sembari menunggu langit rekah
rumah-rumah semakin pasrah
waktu punah dalam sejarah
purwokerto, 24 juli 2021
Tentang
Penulis
Efen
Nurfiana, lahir pada
tanggal 14 April 1996. Dia bergiat di Komunitas Pondok Pena Pesantren Mahasiswa
An-Najah Purwokerto. Kini dia berproses memperjuangkan Pendidikan Magisternya
di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri. Karya-karyanya termuat dalam beberapa
antologi dan koran. Penyair ini dapat dihubungi melalui HP 089638367675; Email nurfiana.efen@gmail.com; Facebook
Efen Nurfiana; Instagram @Efennu.