Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi Nanang Suryadi

Admin by Admin
1 Oktober 2021
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter



UNTUKMU PARANGGI

 

Kuda merah

Kuda putih

Berlari menuju

 

Padang ilalang terbuka

Jalan langit terbuka

Bersama derap kaki kuda

 

Kuda merah

Kuda putih

Berlari bersama

 

Alangkah malang

Alangkah sayang

Siapa menanggung rindu dan kenang

 

Kuda merah

Kuda putih

Di padang sabana

 

Berapa cinta kau pinta

Berapa rindu kau terima

Jalan puisi menanda

 

Jalan sunyi terbuka

Cakrawala senja

Menanda waktu telah tiba

 

Kuda merah

Kuda putih

Melesat ke langit terbuka

 

 

Malang, 8
April 2021



 

 

ORANG TAK BERNEGERI

 

dimanakah negerimu?

dia hanya menggelengkan kepala

dan menggumam demikian

panjang

 

Dia menandai peta dengan api

 

Membakar batas batas negeri

membakar batas batas mimpi

membakar segala yang mungkin

terjadi

 

Di sini aku dilahirkan, ujarnya

dalam gumam yang sukar

dipahami telinga

 

Kuterjemah gerak bibir dan mata:

rakhine, rakhine…

 

Mungkin dalam kepalanya dia

berkata kata:

 

Tuhan mencipta bumi untuk

manusia seluruhnya

namun manusia membuat batas

batas negara

 

Di matanya kau tahu? Airmata dan

debu menyatu

 

Serupa lukisan kesedihan yang tak

pernah usai

 

“Sebutlah aku kanak kanak

bengal. Seperti berulang ulang

mereka ucapkan sambil tertawa

membakar masa lalu kami.” 

 

Matanya. Debu.

 

Gumamnya adalah arak arakan

masa lalu penuh aduh 

 

Anak bengal anak bengal,

gumamnya

 

Dimanakah negerimu? Tanyaku

lagi

 

Kepalanya menggeleng

Aku merasakan dia berdiam di

hatiku

 

Di dalam hati

Dia berdiam

Hati yang selalu menangis dalam

diam

 

Negeri dimana dia terus bertahan

 

 

Malang, 6
September 2017



 

 

NOBEL 

 

Aku buat dinamit untuk

menghancurkan batu batu yang

teramat keras agar kau dapat

temukan kekayaan alam

 

Aku buat dinamit agar kau tak

bersusah payah memalu batu

demi batu membuat jalan raya

membuat jalan kereta

 

Tapi aku tahu ledakan demi

ledakan dapat membunuh di

tanganmu yang berlumur napsu

kuasa

 

Aku wariskan kepadamu

Kesedihan dan penyesalanku

Atas namaku

Kau tahu



 

 

AKU TULIS NAMAMU

 

Aku tulis namamu

Dengan darah keringat dan airmata

Karena demikian asin kehidupan 

Demikian asing dalam kegaduhan

 

Aku tulis namamu dengan abu

Burung burung yang memekik ke keabadian

 

Cericit burung kabar burung

alamat yang lamat dibisikkan angin 

Kepaknya sampai ke negeri negeri jauh 

Sampai haribamu



 

 

MEMBACA ISYARAT

 

tanda tanda jaman

dan aku harus diam

 

menyimpan

 

tanda tanda alam

dan aku harus diam

 

menggumam

 

tanda tanda waktu

dan aku harus menunggu

 

melaku

 

maka jadilah 

apa yang harus terjadi

 

aku menyaksi

 

isyarat disemat

pada semesta

 

tanda

 

 

Malang –
Bandung,

Malabar 4
September 2018



 

 

JEJAK YANG TERTINGGAL DI BENGKULU

 

rumah lama, buku buku berbahasa asing, surat surat 
cinta, sepeda tua, jejak tertinggal dari masa lalu: cinta yang diabadikan.
jejak yang tertinggal. serupa tarian berkelebat kelebat, mengingat wajah di
balik panggung tonil dari naskah di negeri pengasingan, tapi masih tetap
negerimu. mungkin kau tulis ende, mungkin kau tulis bengkulu, mungkin kau tulis
rengasdengklok, mungkin kau tulis pegangsaan timur dan lapangan ikada.

 

aku baca jejak sejarah: putra sang fajar. menyala di timur
dunia. menyala di dada: cinta dan kemerdekaan. tak terpisahkan.

 

 

Malang, 16
Juli 2019



 

Tentang Penulis

Nanang Suryadi, lahir di Pulomerak, Serang pada 8 Juli 1973. Buku puisinya: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis
(MSI,1999) Telah Dialamatkan Padamu
(Dewata Publishing, 2002), Cinta, Rindu
dan Orang-orang Yang Menyimpan Api dalam Kepalanya
(UB Press, 2010), BIAR! (Indie Book Corner, 2011), Yang Merindu Yang Mencinta (Nulisbuku,
2012), Derai Hujan Tak Lerai
(Nulisbuku, 2012), Kenangan Yang Memburu (Nulisbuku,
2012), Penyair Midas (Hastasurya,
2013).

 

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In