RINDU
BERNAFAS PILU
Kini
yang terbenam ialah rindu
Dari
robohnya waktu menyayat kalbu
Merebahkan
jiwa-jiwa tentram
Menjadi
lelap luka
Harapan
kembali riang hanya sebatas ilusi
Saat
air mata menderaskan imaji lampau
Bumi
yang tengah bergema irama duka
Hingga
relung hati tak henti gundah
Rindu
yang semakin terpendam
Dalam
lautan tangis para insan semesta
Sebab
lengking tawa telah melukis di bumi pertiwi
Namun,
guncangan demi guncangan telah meluluhlantahkan
Sampai
para pendoa membuka tabir kasihnya
Agar
senantiasa dalam dekap cinta
Yang
bernaung lembut
Pada
nafas-nafas pilu
Purbalingga,
31 Agustus 2018
KABAR
DARI TANAH YANG BERGUNCANG
Kepada bumi yang tengah berguncang
Meredakan tawa dunia
Segala nafas menjerit
Terlunta dalam jerat tangis
Kepada tanah yang tengah meretak
Oleh peringatan kasih bertabur kamboja
Tak sampai kami hindari
Meski sebatas hempas debu
Kami terkapar resah,
Tercerai berai bersama senyum cinta
Menghambur ke halaman duka, lalu
Porak porandakan jiwa ini
Hingga sabda bocah yang
Tak lagi riang menghias di pelataran usia
Dan gerimis malam yang terus mengucur
Di atas sajadah para pendoa
Wajah-wajah lara semakin terbingkai
Di antara iringan waktu yang
Rela menerobos pekik tawa kami
Menjadikannya deras haru bumi ini
Purbalingga,
31 Ausutus 2018
DARAH PONGGAWA
Kelok
sungai mengisahkan tangis darah
Kala
dahulu sempat melarung hujan peluru
Begitu
deras memeluk nafasmu
Hingga
tewas
Oleh
peperangan dijantung ibu
Riuh
meriam beterbangan di luka musim
Menghamburkan
dentuman dalam butir air mata
Di
dalam dada pahlawan bangsa
Ilalang
serta padi menjelma persembunyian doa
Pada
tubuh-tubuh yang menggigil pilu
Sementara
paras langit begitu pekat
Memayungi
jejak gulita pertempuran
Yang
semakin memasuki tubuh kota-kota
Hingga
darah tak lelah mengucurkan peristiwa
Dari
denyut nadi yang terkulai membaca kalam mesiu
Senantiasa
tangis lara tumpah berceceran
Menggenang
di sepanjang sungai ponggawa
Bersama
tawa serdadu-serdadu Belanda
Yang
hendak berkabar tentang kebinasaan
Namun,
hatimu tetap kokoh menumpas jantung penjajah
Di
atas rel kereta yang memanjang di tepi riwayat sungai
Memahat
bongkahan peradaban
Bersama
pendar cerita yang berkarat usang
Yang
tenggelam bersama jejak nafas negeri merah putih
Purbalingga, Juli 2019
Tentang Penulis
Hardian
Rafelia Asril Aini, lahir di Purbalingga,
30 September 1998. Dia seorang mahasiswi di UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri,
Fakultas Dakwah Prodi BKI. Dia aktif di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban
(SKSP) Purwokerto dan Komunitas Rumah Penyu Cilacap. Beberapa puisinya pernah
dimuat di antologi bersama, Hilang
(Aria Pustaka: 2017), Sepucuk Kasih dari
Sosok Sayang (Penerbit Satria: 2018), Teruntuk
Cinta (Rekan Media Publish: 2018), Surat
Untuk Kaki Langit Palestina (Indonesia Writing Club: 2018), A Skyful of Rain (Banjarbarus Rainy Day
Literary Festifal: 2018). Beberapa puisinya dimuat di Majalah Simalaba, Media Indonesia, Lampung Post
dan Minggu Pagi. Fb: Hardian Rafelia
Asril Aini. No. HP: 085799247723. Kode Pos: 53371.