Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi Ahmadun Yosi Herfanda

Admin by Admin
1 Juli 2024
1
Puisi Ahmadun Yosi Herfanda
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

PERJUMPAAN RINDU  

 

Tiap berlayar
selalu kuingat saat berlabuh

Sebab Cintaku
padamu tak pernah angkat sauh

Dengan layar perahu
kurentang Rindu

Namun angin
membawaku semakin jauh

Walau gemuruh ombak
mengaduh

Minta dermaga kembali
mendekapmu

 

Adakah ombak
yang tak rindu pantai

Adakah pantai
yang tak rindu ombak

Adakah dermaga yang
tak rindu perahu

Adakah perahu
yang tak rindu dermaga

Ombak telah membuktikan
kesetiaan pada pantai

Padanya ia selalu
melabuhkan kecupan

Tiap detik tak
lepas dari kasih sayangnya

 

Setiap berlayar
selalu kucatat

Waktu kembali berlabuh
padamu

Tunggulah.
Rinduku takkan lupa

Hangat pelukanmu

 

Tanjungpasir,
2021

 

 



 

 

 

DOA UNTUK NEGERIKU

 

Seperti harapan yang engkau tabur

Aku pun menebar rasa bersaudara

Jika hari kembali terjaga dalam gairah kerja

Aku selalu berdoa, untukmu, negeriku

Untuk keselamatanmu, untuk kejayaanmu

Walau corona masih menghantuimu

Dan wabah gelombang ketiga menakutimu

Aku ingin engkau tetap tegar dalam langkahmu

 

Kutebarkan kata-kata bijak

Mengusap wajah-wajah para pekerja

Menepis covid, berlindung selembar harapana

Mereka menumpang gerbong-gerbong kereta

Dan bus-bus antarkota. Mereka dari desa ke
kota

Lalu lenyap di balik gedung-gedung berkaca

Di tanganmu yang perkasa, mereka

Menganyam cita-cita, sehasta demi sehasta

Juga untukmu, tanah airku

 

Kini doaku mengental, menjadi sajak

Yang dengan senyumnya mengucapkan

Selamat malam, selamat menuai mimpi

Lalu dengan sayap makna menari-nari di udara

Menciumi tiap pipi yang merona oleh sapaannya

 

Esok hari dengan seribu sayap bidadari

Sajak itu akan membawa sekuntum bunga

Bagi tiap warga negara. Berharap tiap
kelopaknya

Mekar jadi tawa dalam rasa bersaudara.

 

Jakarta, 2021

 

 

 



 

 

SORE DI PANTAI

 

Masih
kutemukan sosok itu bermain di pantai

Hari itu, Sabtu
sore, empat puluh tahun lalu

Tubuhku yang
dekil, dengan kolor merah tua

Mengejarmu
melintas pasir yang menyimpan luka

 

Seperti tak
ada yang berubah. Ombak masih setia

Mengusap
bibirmu yang basah, dan para nelayan

Dengan
perahu-perahu kecil, menganyam masa depan

Bersama angin
dan rinai hujan. Sesekali kakap

Dan cakalang,
kadang kue atau tengiri,

Berserah diri
pada jala dan kail nelayan

 

Di barat
kulihat kaki langit yang redup

Oleh tumpukan
awan, dan di timur kegelapan

Mulai menelan
sisa-sisa air hujan

Pada saat
seperti itu, dulu pun aku mulai berkemas

Meninggalkan
pasir dan ombak, meninggalkan

Segala
kenangan, tanpa bidikan kamera

 

Hanya
sebingkai senyuman bintang

Membawaku
kembali ke kampung halaman

Dalam rasa
asam-manis buah mempelam!

 

Kaliwungu, 2020

 
 
 
 


 

SUARA TANGIS ITU

 

Kudengar lagi
suara tangis itu

Tangis anak-anak
yang kehilangan ibu

Pelarian dari negeri
yang dihujani peluru

Tapi ini di
teluk Jakarta

Bukan di Selat Malaka

Dan aku sedang
mengail ikan

Di antara rumpon
dan karang

 

Ah, adakah
mereka tersesat di sini

Dan perahu
mereka terbalik

Sebelum
menyentuh pantai?

 

Tak ada
anak-anak di perahu ini

Kecuali para
pengail yang bersedih hati

Mendengar suara
tangis itu lagi

Mungkin tak jauh
dari sini

Ada perahu
serombongan imigran

Yang
terombang-ambing tanpa nakoda

Dan tak tahu
akan berlabuh ke mana

 

Tak ada
anak-anak di perahu kami

Tapi rintih dan
suara tangis mereka

Terdengar sampai
di sini

 

Jakarta,  2017

 
 
 
 


 

SENJA DI ULELE

 

seperti
tak tersisa lagi derita itu

petaka
yang dilukis jari-jari tsunami

dan
luka yang digoreskan senjata api

wajah-wajah
kini sumringah lagi

melambaikan
cinta pada senja jingga

langit
tersenyum mengecup matahari

menyapa
tarian burung dan ikan pari

 

akankah
kau hadir lagi senja ini

kembali
menoreh harapan di pasir pantai

atau
hanya kenangan pahit itu yang terbagi

:
tiga helai rambutmu tersangkut di batu,

  sesobek kerudung ungu di ujung kakiku,

  dan jasadmu yang mengapung

  bersama pecahan dinding perahu

 

seperti
tak tersisa lagi petaka itu

meski
lelehan air mata tentangmu

tak
terhapus telapak waktu

 

Banda
Aceh, Maret 2019



 

 

 

 

 

 

Tentang Penulis

 

 

AHMADUN YOSI HERFANDA adalah
alumnus FPBS Univ. Negeri Yogyakarta (UNY – d.h. IKIP Yogyakarta). Pernah
kuliah di Univ. Paramadina Mulya dan menyelesaikan Magister Komunikasi di Univ. 
Muhammadiyah Jakarta. Ia lahir di Kaliwungu, 17 Januari 1958. Dikenal
sebagai penyair social-religius. Ia adalah salah seorang penggagas dan
pencanang forum Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) – forum penyair yang diadakan
secara bergilir di Negara-negara Asia Tenggara, dan salah seorang deklarator
Hari Puisi Indonesia (HPI) yang dirayakan secara nasional tiap 26 Maret. Selain
puisi,
ia juga banyak menulis cerpen dan esei
sastra.  Sejak 2010, mantan redaktur
sastra Harian Republika  ini
mengajar penulisan kreatif (creative writing) pada Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong. Ia
sering menjadi pembicara dan pembaca puisi dalam berbagai forum sastra nasional
dan internasional di dalam dan luar negeri.
 

Ahmadun juga pernah menjadi ketua tetap
Jakarta International Literary Festival (JILFest), anggota pengarah Pertemuan
Penyair Nusantara (PPN), anggota dewan penasihat Malay Studies Centre Pattani
University Thailand, ketua Lembaga Literasi Indonesia (Indonesia Literacy
Institute
), dan pemimpin redaksi portal sastra Litera (
www.litera.co.id ).  Ia juga
pernah menjadi ketua Komite Sastra
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ, 2009-2012),
ketua Komunitas Sastra
Indonesia (KSI, 2007-2012), ketua III Himpunan Sarjana Kesastraan Indonesia
(HISKI, 1993-1996), ketua Komunitas Cerpen Indonesia (KCI, 2007-2012), dan
anggota tim ahli Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) Kemendikbud RI
bidang Sastra (2014-2015).

 

Buku kumpulan sajaknya yang telah
terbit, antara lain Sang Matahari  (Nusa Indah, Ende Flores, 1980), Sajak
Penari
(kumpulan puisi, Masyarakat
Poetika Indonesia, 1991), Sembahyang Rumputan  (Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta,
1996),  Fragmen-fragmen Kekalahan (Penerbit
Angkasa, Bandung, 1996),
Ciuman
Pertama untuk Tuhan
(puisi
dwi-bahasa, Logung Pustaka, 2004 — meraih Penghargaan Sastra Pusat Bahasa,
2008), Dari Negeri Daun Gugur (Pustaka Littera, 2015), dan Ketika
Rumputan Bertemu Tuhan
(Pustaka Littera, 2016) – terpilih sebagai buku
unggulan (5 besar) dalam Anugerah Hari Puisi Indonesia 2016. Sedangkan buku
kumpulan cerpennya yang telah terbit, antara lain Sebelum Tertawa Dilarang
(Balai Pustaka, Jakarta, 1997),
Sebutir
Kepala dan Seekor Kucing
(Bening
Publishing, 2004), dan
Badai Laut
Biru
(Senayan Abadi Publishing,
Jakarta, 2004).***

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In