Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi Eka Budianta

Admin by Admin
15 Januari 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

 


SUNGAI SEJATI

 

Sungai sejati tidak mungkin sendiri

Ia harus berguna untuk rusa dan kura-kura

Bermanfaat untuk manusia dan kota-kota

Sungai sejati mengalir di hatimu dan hatiku

Ia merelakan jembatan melintas di atasnya

Supaya tebing-tebing tidak merasa kesepian

Seperti aku menyapamu  di ujung malam

 

Sungai sejati berteman rembulan,

Menyusuri hidup bersama matahari,

Dihadang banjir, bertahan  dalam
hujan

dan kemarau yang mengeringkan.

Sungai sejati mendapat seribu mimpi

Seribu doa dan seribu tugas baru 

Menunggunya di sepanjang perjalanan.

 

 

2021

 



 

 


MONIKA ANDAYANI

(1935 – 2009)

 

Sederet pohon bunga tanjung

Di Jalan Theresia pagi hari

Mengingatkan ibuku yang agung

Jalan kenangan hidup abadi

 

Wanita yang melahirkan aku

Tidak mudah sakit hati

Menampung semua kenakalanku

Dengan lembut sampai mati

 

Pohon tanjung sebatang diri

Tidak beradik tidak berkakak

Seperti  ibuku seorang di dunia

 

Sekarang kucatat cinta ibunda

Dalam perjalanan di pagi hari

Ketika usiaku mulai senja.

 

9 November 2021

 



 

 


TOETI HERATY

(1933- 2021)

 

Siang itu seorang ibu di Plaza Oktroi

Mengumpulkan kami santap bersama

Tokoh-tokoh gembira dan berjasa. Hanya

Setelah dia pergi, kami tidak bertemu lagi

 

Hidupnya teladan syukur dan makmur

Menampung sahabat di Bandung, Singapura,

Paris, Sydney, Bali, Jakarta dan Amsterdam

Yang penuh lukisan dan lezatnya masakan

 

Lain waktu kami makan di Jalan Cemara

Bawa pulang semua rempeyek teri, katanya

Seperti ibuku, ia tahu lauk kesukaanku.

 

Seorang ibu di jalan-jalan kota Leiden

Menunjukkan kamar Albert Einstein

Yang malam itu dinikmati dalam tidurnya.

 

 

9 November 2021

 



 



HERAWATI DIAH

(1917 – 2016)

 

Siapakah perempuan anggun itu?

Mengumpulkan teman di Senayan

Dalam ulang tahunnya ke 99?

Maaf. Aku tidak akan lupa suaramu

 

Di senja yang kering ibu menelponku

Kita sediakan kantor untuk teman-teman

Kita bayar rekening listrik dan air, katanya

Kereta api lewat – aku tidak mendengarnya

 

Kamu tinggal dekat rel kereta? Dia bertanya

Betul – jawabku bangga.  Ibunda
terdiam

Itulah telpon terakhir di jalan kenangannya

 

Seorang ibu dengan pohon lontar

Menjulang di halaman depan rumahnya

Sudah beri dan terima penuh kasihnya.

 

9 November 2021







Tentang Penulis

 


EKA BUDIANTA dilahirkan (1
Februari 1956)
oleh Ibu Monika D. Andayani (1935-2009), dididik dan
dibesarkan oleh banyak ibu yang dijumpainya di bumi ini.  Dua di antara ibu itu adalah Toeti Heraty
Roosseno (1933-2021) dan Herawati Diah (1917-2016).  Kepada tiga orang ibu itulah puisi-puisi
soneta ekstravaganza ini dipersembahkan. Tentu, masih banyak ibu lain yang
dicintainya. Terutama Ibu Melani Budianta, pasangan hidupnya sejak belajar
menulis puisi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta 1975.

Christophorus Apolinaris Eka Budianta atau lebih dikenal
dengan sebutan Eka Budianta merupakan anak pertama pasangan Thomas Astrohadi
Martoredjo dan Monika Dauni Andajani. Setelah lulus dari SMA ST Albertus di Malang (1974),
Eka Budianta melanjutkan pendidikan ke Fakultas Sastra Universitas
Indonesia (FSUI). Di FSUI ia mulai menulis dan menerbitkan karya-karyanya
(1975–1979). Pendidikan
terakhirnya lulus program kepemimpinan lingkungan dan pembangunan (LEAD,
Leadership for Environment and Development) dengan studi lapangan di Costa
Rica
, Okinawa dan Zimbabwe (1995–1997).

Dalam perjalanan kariernya, Eka
Budianta pernah menjadi wartawan 
majalah
Tempo
 (1980–1983), koresponden koran Jepang Yomiuri
Shimbun
 (1984–1986), asisten
pada Pusat Informasi Perserikatan Bangsa-bangsa (
UNIC) UNIC, BBC London, UNDP, Puspa Swara, dan
lain-lain. Ia ikut aktif dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) termasuk
Bina Swadaya, Komunitas Sastra Indonesia dan Yayasan Dana Mitra Lingkungan
(1994-1998). Eka Budianta juga tercatat pernah mengikuti 
Iowa Writers Program di
Iowa, Amerika Serikat.

Karya-karya Eka Budianta pernah dimuat
di majalah 
Semangat, Yogyakarta,
dan di harian 
Sinar Harapan, Jakarta.
Buku puisi pertamanya terbit pada tahun 1976 berjudul 
Ada. Prof.
Dr. 
A Teeuw dalam bukunya Modern Indonesian
Literature II
 (The Hague, 1979) meramalkan Eka Budianta akan menjadi
nama besar dalam dekade 1980an. Bukunya 
Cerita di Kebun Kopi (Balai
Pustaka
, 1981) dinyatakan oleh pemerintah sebagai bacaan di
sekolah. Sedangkan kumpulannya 
Sejuta Milyar Satu dipilih
sebagai bahan literatur tambahan dan mendapat penghargaan khusus dari 
Dewan Kesenian Jakarta (1985).

Bersama F.Rahardi mendirikan
Yayasan Pustaka Sastra, yang mengkhususkan diri menerbitkan karya sastra. Fajar
Sastra merupakan kumpulan dwibahasanya yang dipadukan dengan foto-foto
Boedihardjo, diterbitkan Pustaka Sastra awal 1997.

Eka Budianta menikah dengan Melani
Budianta
 yang kini menjabat sebagai Guru Besar di
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya 
Universitas Indonesia. Dari pernikahan ini, Eka dan
Melani Budianta dikaruniahi empat orang anak (seorang meninggal).

Buku karya Eka
Budianta : (1)
Bang Bang Tut (Kumpulan Puisi, 1976), (2) Ada (Kumpulan
Puisi, 1976), (3)
Bel (Kumpulan Puisi, 1977), (4) Rel (Kumpulan
Puisi, 1977), (5)
Sabda Bersahut Sabda (Antologi Puisi bersama Azmi
Yusoff, 1978), (6)
Cerita di Kebun Kopi (Kumpulan Puisi, 1981), (7)
Sejuta Milyar Satu (Kumpulan Puisi) Puisinya tersebut mendapat
pujian Dewan Kesenian Jakarta (1984), (8)
Lautan Cinta (Kumpulan
Puisi, 1988), (9)
Rumahku Dunia (Kumpulan Puisi, 1993), (10) Menggebrak
Dunia Mengarang
 (Bacaan Umum, 1992), (11)  Dari Negeri Poci (Antologi Puisi,
1993), (12)
 Mengembalikan Kepercayaan
Rakyat
 (Esai, 1992), dan (13) Api Rindu (Kumpulan Cerpen,
1987).

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In