ILUSI PARIS UNTUK CANDRA
Di sepanjang
jalan champs elyesees
Mobil
berlalu-lalang
Lampu menebar
gemerlap
Dan aku masih
sibuk menunggu candra yang ilusif
Padahal langit
semakin gelap
Hingga angin
terus menerus mengusirku
Untuk masuk ke
dalam maison pradier
Tapi hati
menolaknya
Di sepanjang
jalan champs elysees
Layar ponselku
menampilkan pesan
Kubaca, “Wulan”
Kupandangi
lebih dalam; Candra
Tepakan lembut
mendarat di pundakku dan
Bisikan lirik
menyentuh kalbu
Kau hadir Candra,
Mengembalikan
bintang yang bersembunyi
Melukiskan
senyuman penantian
Sampai
tercipta bayangan dua hati di jalan champs
elysees
Tertabur
kehangatan; cinta
Banjarnegara, 29 Februari 2020
RAHASIA SUNYI DANAU MENDUYAN
Setiap melangkahkan kaki ke tepian bibirmu
Mengundang ingatan zaman pertemuan
Menafsiri sudut-sudut menduyan
Luapannya mengandung rahasia kesunyian
Saat menengok kanan dan kiri tidak ada namamu
Pun sekelebat bayangan terhempas
Namun di atas jembatan termenung wajah
Menduyan butuh kau jaga, kasih
Perpisahan tidak akan pernah ada
Jika kau, aku, dan menduyan
selalu bersama
Akhir pencarian tergoreskan pena kayu lembut
Di atas pasir putih yang siap kau guyur
Agar tidak ada lagi jejak-jejak keabadian kita
Purwokerto, 28 Januari 2020
DI BAWAH AIR TERJUN KEMBAR DENALO
Pagi menunggu datangnya sinar mentari
Aliran menjemput kembara
Ditemani pepohonan nian lebat
Serta aroma tanah yang membasahi pangkuan
Di bawah gemericiknya Kembar Denalo
Suara syahdu dimainkan
Dan kutengadahkan tangan pendosa
Di atas pantulan air yang percikannya
Mengalirkan cinta dan kasih sayang bumi
Untuk tetap menjaga keasrian Denalo
Dingin menembus tulang rusuk
Saat berada di bawahmu
Yang menghanyutkan api nafsu
Ketika aku sirami seluruh tubuh
Hanyalah kedamaian melekat dalam jiwa
Purwokerto, 28 Januari 2020
PERIHAL GEBRUS
Ketika tanah
telah siap ditumbuhi tanaman
Langit
mengalirkan syukur pada celah-celah kekeringan
Sementara pekebun
bersetia meracik dzikir dengan resep tersembunyi
Mereka
mengenakan sandang yang bahannya terbuat dari
Doa-doa
keluarga
Sabit,
cangkul, kemenyan dan tembakau
Menemaninya
menyempurnakan sudut-sudut lahan
Dengan sabit,
rerumputan dipangkas tanpa sisa
Dengan
cangkul, tanah digali sampai berbaur subur
Sedangkan
kemenyan, tembakau, beserta asapnya menjadi sisipan tenaga
Begitulah
pekebun memulai meramu
Hingga menanam
dan memanen bibit-bibit lestari
Tanjungtirta, 19 September 2020
BEDUG
Suara bedug
mulai menggelarkan jamuan pada
Penghujung
dahaga yang
Sepanjang
siangnya bekerja membangunkan mimpi raja
Dia
membangkitkannya ketika mata terpejam dan
Jasad masih
tergeletak di pangkuan empuk istana
Dendangnya mengiringi
asmaul husna yang
Didawamkan oleh sederetan
makhluk berbau surga
Untuk
menyemarakkan alam
Ketika
penghuni langit dan galaxy saling
bertasbih
Suara bedug
berhenti nyaring
Saat raja dan
sang permaisuri tengah menikmati aroma hidangan di meja sajian
Sedang para
dayang diperbolehkan menengok keluarganya beberapa menit
Sampai suara
bedug kembali diperdengarkan
Banjarnegara, 2020
ISTANA DAWET AYU
Aku tegaskan
pada alam
Biarlah
kemarau mengeringkan aroma
Pada nyala
sekuntum mawar berduri
Di tepian
danau itu
Dan hanya
menyisakan setetes embun
Menetes
melegakan puncak kawah sileri
Tekadku tetap
membakar luka
Dalam pangkuan
kilat cahaya yang
Menembus celah
daun asri
Merasakan
hangatnya percikan telaga warna
Pun hijaunya
jantung bumi di sela jemari
Namun alam
tetap kekang
Melarang aku
nikmati pesonanya
Ketika tanah
sekejap membasah
Purwokerto, November 2020
TADARUS
Aku memandang
sinar rembulan
Memancar
kerinduan di tengah-tengah anak kota
Di bawahnya
anak kecil bekejaran mencari sinarnya
Dengan
melukiskan wajah damai
Saatnya
bertadarus
Ia yang sempat
hilang dari nafs-ku
Kugandeng
setiap huruf-huruf suci
Dengan penuh
kedamaian
Sedangkan anak
kecil tetap riuh dengan dunianya
Saling menebar
tawa
Di sepanjang
garis hitam-putih
Sambil
mendengar huruf yang mengudara
Maka
berdamailah hati kita
Nurul Ikhsan, 2020
KENANGAN DI BUKIK BULEK TARAM
Pada suatu
waktu yang menawarkan aroma hujan
Di puncaknyalah
kau bentangkan kalimat paling syahdu
Burung belibis
hitam membawakan pesan
Dari Bukik
Bulek Taram menawan
Kau lemparkan
tujuh batu kasih yang
Jika dibelah
hanya ada nama “Kau Aku”
Maka,
letakanlah kakimu
Dan nikmatilah
segarnya danau rindu
Selepas itu,
gelarlah sajadah syukur
Di tanah
lapang yang tertanam doa-doa
Dari bumi
sampai ke langit
Meluruhkan
dosa
Memupuk masa
Banjarnegara, 20 Desember 2020
SENIMAN GANDHARI
Dalam sejuknya
malam
Dibuatlah
teka-teki
Semua bayangan
berjalan menuju mataku
Berlenggak-lenggok,
Pita di depan
dada,
Tetapi bukan
namamu
Maka aku
putuskan untuk berkelana bersama
Kasih sayang
gandhari
Ternyata, kau
aku bertemu
Di sekumpulan
seniman yang melukis wajah syukur
Dalam gelapnya
ruang setengah lingkaran
Malam itu
tubuh menjadi satu
Tak ada lagi
perseteruan yang berani memaksa kalbu
Sampai kita
dilukis
Sembari
menikmati adegan seni
Meluluhkan
nurani
Gedung Kesenian Soetedja Purwokerto, 2019
JEMBATAN GOLDEN GATE
Masihkah
kalian ingat?
Cerita di atas
jembatan Golden Gate
Yang
merahasiakan wujud aslinya
Saban pagi
kita selalu duduk di lengkungnya yang emas
Saling
mendongeng, “pada zaman dahulu”
Sebelum
melanjutkan perjalanan untuk mengisi rasa syukur
Masihkah
terlintas dalam ingatan?
Ketika
jembatan yang kita tafsiri sebagai
Golden Gate ternyata
Roboh akibat
ulah kaki-kaki yang tak mampu diam
Akibat ulah
tangan yang selalu rusuh
Saat itu, kita
hanya bisa saling pandang dan
Mengukir bahwa
ini bagian dari takdir
Hingga tiba
saatnya angan menyebarkan tawa
Di suatu malam
pengantin untuk
Sesaat melepas
kerinduan
Tanjungtirta, 9 Mei 2020
Tentang Penulis
Eka Yuli Andani, kelahiran Klaten. Beralamat di
Desa Tanjungtirta, Punggelan, Banjarnegara, Jawa Tengah. Eka adalah mahasiswa
PAI dan bergiat di Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) UIN Prof. K.H.
Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto.
Beberapa karya puisinya pernah
termuat di: Koran Madura, Harian BMR fox, Majalah Simalaba, Nusantaranews,
Negeri kertas, Akar Ranting Daun, Catatan Pringadi, Metamorfosa, Jurnal
Papandaan, Kajian Informasi Publik, Tembi Rumah Budaya, sksp-literary.com.
Puisinya juga terhimpun ke dalam antologi: Kelopak Cinta Bidadari
(2018), Pilar Puisi 5 (2019), Imajinasi Aksara (2019), Senja (2019), Menenun
Rinai Hujan (2019), Potret Kehidupan (2020), Mata Air Hujan di Bulan Purnama
(2020), Perempuan Ghirsereng Kumpulan Sajak Penyair ASEAN 3 (2020), Antologi
puisi khas sempena pertemuan dunia Melayu 2020, dan Hujan Pertama di
Bulan Purnama (2021). Beberapa sajaknya pernah diterjemahkan ke dalam
bahasa Korea oleh Prof. Kim, Young Soo, Ph.D., dan dimuat dalam website Siwa
Sanmun Korea Selatan (SISAN). Fb: Eka Yuliandani. Hp: 082324478916.