WASIAT SENGKUNI
Hari ke-17
Baratayudha. Kurusetra dipayungi awan. Juga mendung. Pakuwon Bulupitu lengang.
Cuma Sengkuni dan anaknya, Kertiwindu. “Ananda, bapak boleh mati. Hari
ini. Tapi, ajaran bapak harus lestari. Sampai kapan pun. Dan itu tugasmu.
Sebagai anak yang berbakti. Sebagai birul
walidaini.” Sengkuni terkekeh dengan ludahnya yang sampai ke mana-mana.
Termasuk membasahi pipi anaknya. “Sampaikan apa saja kepada siapa saja.
Dengan beragam cara dan gaya bicara. Termasuk perkara-perkara agama. Biar
mereka jadi bingung. Linglung. Lalu limbung dan terhuyung. Terlibat dalam
tarung. Katakan hijau itu merah. Dan merah itu banyak variannya. Katakan tai
itu parfum harum dan daging ayam haram hukumnya.”
(Aku pun melihat
sekeliling. Mata para sahabat pun berpaling. Ada sisa-sisa puisi. Dalam diri.
Yang tak pernah menjadi).
ANTARA TAMANSARI DAN BANGSAL SRI MANGANTI
Aku dan kau berbagi
nasib. Di jalan yg sama. Tapi pada akhirnya kita pisah. Sebagaimana seharusnya.
Masing-masing diri punya bayang sendiri. Serupa gending. Gong terakhir adalah
pertanda gending segera bermula.
MEMASUKI KOTA KATA
Memasuki kota kata.
Selalu saja terbaca. Namamu. Di dinding dan batu waktu. Di papan-papan nama
jalan. Juga arah ke mana diri harus berjalan. Kueja dan kueja kembali.
Berkali-kali.
Menapaki lorong-lorong
kata. Huruf demi huruf berjajar. Menulis namamu. Menjadi bayang-bayang
penyerta. Bagi diri. Yang terus ngembara. Menenun sisa usia. Tak henti-henti.
Dalam upaya buat kembali.
Mengitari alun-alun
kata. Gema suara pun kumandang. Juga lambai tangan dan senyuman. Di seberang
hijau rumputan. Lalu kelebat bayang. Nyelinap ke balik pohon keabadian.
Aku pun paham.
Kata-kata adalah rumah kita. Tempat diri berbagi. Juga bercinta. Kita pun
abadi. Walau dipisah cuaca.
Tentang
Penulis
Prof. Dr. Suminto A. Sayuti (lahir 26 Oktober 1956) adalah seniman berkebangsaan
Indonesia. Namanya dikenal melalui sejumlah karya sastra, baik yang diterbitkan
sebagai buku ajar maupun dipublikasikan di berbagai media massa. Suminto A. Sayuti
merupakan salah satu Guru Besar di Fakultas Bahasa dan Seni dan Program
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Suminto A. Sayuti lahir di Kabupaten Purbalingga, Jawa
Tengah, 26 Oktober 1956. Pada dekade 1970-an saat tergabung dengan
komunitas Persada Studi Klub Yogyakarta, namanya tidak pernah absen dalam
forum-forum diskusi sastra maupun pementasan-pementasan puisi dan teater. Di
kalangan seniman Yogyakarta, Suminto dikenal sebagai pemuda “bengal” yang tidak
pernah puas dengan ilmu yang didapat. Proses kreatifnya dimulai dari
kegemarannya membaca dan menulis sejak kecil. Semakin tersihir oleh dunia
sastra sejak masuk Yogyakarta sekitar 1974. Sejak bergabung dengan komunitas
Malioboro, mulailah ia menancapkan kukunya di dunia sastra. Penulis yang
juga Guru Besar UNY ini, juga menggeluti seni karawitan dan menggagas
serta pengurus Masyarakat Karawitan Jawa. Ratusan karya lahir darinya, baik
berupa makalah, diktat, buku, kumpulan puisi, cerpen, esai sastra, dan
sebagainya.
Daftar
karya ini hanya memuat sebagian karya Suminto A. Sayuti :
- Kumpulan Sajak Malam Tamansari
- Resepsi Sastra
- Intertekstualitas: Pemandu
Pengkajian Sastra - Ensiklopedia Sastra Indonesia
- Evaluasi Teks Sastra
(2000, terjemahan The Evaluation of
Literary Texts karya Rien T. Segers) - Semerbak Sajak
(2000) - Berkenalan dengan Prosa Fiksi
(2000) - Berkenalan dengan Puisi
(Gama Media, 2002)
Penghargaan :
- Kedaulatan
Rakyat Award, Bidang Kebudayaan (2005) - Anugerah
Sastra Yayasan Sastra Yogyakarta (2014)