Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Kinanthi Anggraini

Admin by Admin
19 Februari 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter


NYALA API DRUPADI I

 

barangkali ialah wanita beruntung

bersuami panca satria maha agung

ialah yang sanggup memapah dengki

dari seluruh perempuan di muka
bumi

 

dimampukan berkasih lima suami

masing-masing rupa karisma diri

terjaga dari ancaman segala
penjuru

bergelimang cinta, tahta dan
rindu

 

barangkali tak ada yang menemui

akan rasa perih yang terus
berlari

dari ucap sumpah seorang ibu
kunti

awal dari sembilu menancap ulu
hati

 

terlanjur kering muara air mata

rela menerima jenis bermacam cela

telah terbiasa oleh anggapan tabu

memaksa telinga untuk membisu.







NYALA API DRUPADI II

 

sungguh, adakah yang lebih
menyakitkan

dari jalan hidup yang dianggap
rupawan

dari sebuah sumpah dan kejamnya
kutukan

pada sebuah kelahiran, ia menanam
kebencian

 

hingga akhirnya pengetahuan
membuka

inilah jalan derita dari sumpah
ayahanda

memohon hadirnya putra kepada
dewa

namun lengkap dengan sekujur
luka-luka

ialah raja kerajaan bernama
drupada

teramat gagah dengan segala
digjaya

 

maka, pantaslah hati ini berpagar
besi

teruntuk takdir yang terlalu pahit
dijalani.







MAHAR HIDUP

PARA WAYANG

 

sekumpulan roh dari puluhan
bayangan

muara kaca cermin, bernama
kehidupan

membawa hembusan dalam getar
suara

dalam runtutan karakter juga
pembeda

 

bersemayam diantara cahaya
lentera

berjajar gagah, pada pohon pisang
raja

 

sementara keberadaan ketuk
gamelan

menjadi pemandu jalannya adegan

di balik laras mimbar  pertunjukan

menanam citra prasasti dalam
karawitan

adalah nyawa, dari raga
pewayangan

sedari ujung belangkon keemasan

bersama pakaian hitam bergaya basofi

tak lupa tersemat keris kecil

lipit jarik, pinggang sebelah
kiri

 

tak luput diperhatikan,

antara kesucian dan kebatilan

juga jalan panjang dalam
pengembaraan

menempuh ilmu, menempa kebatinan

 

berjajar pada tahta, kesatria dan
raksasa

pemangku legenda beralas gending
jawa

dimana pencinta legenda habis
bernostalgia

akan cerita bapa-biyung dahulu
kala

pada suatu hari menjelang senja.







KEPOMPONG MUDA

DI SELA DAUN DIKSI

 

pada ujung tunas yang bermalam

selembar daun meluangkan pelukan

mengumpulkan pagar-pagar kekuatan

mengelupaskan segmen kulit
ketakutan

yang terlampau larut,

terlindas kekecewaan

 

boleh saja,

bulan gegabah membangunkan pagi

sedang, titik gutasi belum tentu
mengamini

beribu embun berjejal memasuki
pori-pori

untuk kesembuhan akar getar
denyut nadi

 

ini memang tidak mudah,

meredam luka, terlanjur
berdarah-darah

paling tidak hak asuh semesta
telah pasti

menyajikan diksi di sela rajut
selembar puisi

menjadi pribadi dengan bilik otak
yang baru

penuh benang neuron, penambal
masa lalu

 

mestinya,

kepolosan bukan berarti sebuah
kebodohan

seperti kebaikan yang tak harus
terbalaskan

serupa sayap indah yang telah
terbayangkan

menjadi kupu-kupu, penuh
keberuntungan.





PARFUM MERAH

 

melewati lorong-lorong sudut
pikiran

namun seketika hidup kala
dilekatkan

mendiami kulit tanpa perpisahan

serupa gaun yang baru dikenakan

 

disana,

ujung bunga meleleh meramal aroma

menebus wewangian benang udara

megah melingkar pada pinggang
wanita

berdiam pada pergelangan kedua
hasta

 

dirajut kaki tangkai-tangkai
seribu bunga

akhir tata rias, penjemput degub
asmara

menumpang bulir-bulir yang
terlepaskan

untuk identitas pada alamat
wewangian

segera bangkit dari cacatan
malaikat

mengejar ingatan tanpa sebuah
syarat

selembut senyuman ranum di ujung
paras

pada botol kaca bening serupa
gelas

 

pemikat guguran kenangan yang
telah kering

segera terbangun, dimanapun ia
berbaring.



 

Tentang Penulis

KINANTHI ANGGRAINI, lahir di
Magetan, 17 Januari 1989. Dia berdomilisi di Garut, Jawa Barat, Indonesia.
Karya puisinya pernah dimuat di 67 nama media massa, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Suara
Merdeka, Pikiran Rakyat, Basis, Sinar Harapan, Solopos, Suara Merdeka, Jurnal
Masterpoem Indonesia,
dan lainnya. Prestasi lain yang diraihnya yaitu
menjadi Juara 1 Puisi Terbaik pilihan Gerbang Sastra, Bali (2014). Buku puisi
tunggalnya yang telah terbit berjudul Bunga-Bunga
Bunuh Diri di Babylonia
(2013) Mata
Elang Biru
(Pustaka Puitika, 2014), Pelajaran
Kincir Angin
(Buku Katta, 2017), Windmill
Lesson
(2018). Puisinya juga termaktub dalam belasan buku antologi bersama.
Alumnus Pascasarjana Pendidikan Sains UNS ini pernah  menjadi model Hijab Moshaict tahun 2011 dan
meraih Juara II pada Lomba Tutorial Hijab yang diadakan oleh Koran Bogor 2015. Fb : kinanthi
anggraini; Instagram : @kinanthianggraini; HP : 081 321 717 441.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In