Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Wahyu Budiantoro

Admin by Admin
24 Februari 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

MADAH MBAH BISRI DAN GUS MUS

 

Sehabis sembahyang
kualamatkan fatihah

Kepada madah bisri
sewangi kasturi

Terik rembang
menjelma mata air

Seperti cerita
salah satu kiai

Makammu ditumbuhi
bunga-bunga

Muasal ibriz yang kekal pada jiwa santri

 

Dalam kata-kataku
bisri bersua fansuri

Bertukar kabar
ihwal barus dan pantai utara

Sebab riwayat
kejadian bermula dari tanah-air

Pohon tumbuh dari
genggaman mereka

Gambar khuldi
diabadikan oleh nyanyian sufi

 

Sehabis sembahyang
kualamatkan madah

Kepada penyair
mustafa di dadanya

Semburat bijaksana
selaksa cahaya

Kemanusiaannya
genap sukma

Menjelma sayap
kupu-kupu

Mengakrabi taman
surga dalam palung kekasih

 

Manusia mustafa
gemar bertadarus

Mengajari santri
harkat pengembaraan sejati

Mendawam ibriz dan tafsir jawi

Tawasul kepada
hadratussyaikh hasyim asyari

Mustafa berkata,
“barangsiapa mencintai puisi,

ia bermakmum
kepada kanjeng nabi”

 

Selepas sembahyang
kulihat kaligrafi

Alif penyangga langit
seperti tongkat musa

Mukjizat
peribadatan semesta

Manusia mustafa
ingat bahwa

Iqra’ adalah
hakikat pengembaraan

Menyadap isyarah
cinta

 

Purwokerto, 2018

 



 

BAPAK PULANG KE KAMPUNG HALAMAN

 

Telah sampai
perjalanan bapak dari utara

Bising kota yang
diceritakan

Berubah menjadi
angin sahaja

Menghidupkan kenangan
kepada

Almarhum mbah
kakung; ia

Sedang bermain
merpati bersama adik

Bapakku yang
mendahului pergi

 

Sesampai di rumah
bapak membuka ransel

Mengurai tawa
bersama ibu dan adikku

Membagi kaus motif
bibir pujangga

Yang disinggahi
rokok tapel kuda

Bapak bercerita
pernah diberi won oleh orang

Korea dan seripilan dari taipan yang menyuruhnya

Membeli sarapan

 

Secangkir kopi
menyisihkan lelah

Bersama rokok yang
dihisapnya

Mengepulah asap;
aku bingung

Mana lokomotif dan
mana mulut bapakku

Karena keduanya
sama-sama menghantarkan

Usia dan gemuruh
doa orang-orang

Yang bersandar di
punggungnya

 

Selama tujuh hari
ke depan

Bapak akan
mengingat kembali masa kecil

Yang memanjang
seperti sungai di sebelah

Timur rumah mbah
kakungku

Ia bakal bermain
tenis meja

Atau bersepeda
jengki dengan gembira

 

Rantau bapak dari
jakarta adalah kembara

Selaksa peristiwa
yang dijaja dari

Pintu stasiun;
berangkat dan pergi

Di malam-malam alastu sebagaimana

Munajat ibunya
yang kerap menggambar

Ka’bah dengan air
mata

 

Purwokerto, 2018

 



 

LAUT CEMARA SEWU

 

Pantai adalah
hening musa setelah

Membaringkan jasad
raja adidaya

Orang-orang
menyedekahkan wajah

Dicatat sebagai
ziarah; meminjam

Tongkatnya untuk
mengabadikan gambar

Mumi dari dalam
altar

 

Nyiur bersyukur
sebab angin laut

Mengabarkan berita
gembira

Nelayan panen raya
ikan-ikan

Lompat kegirangan
masuk ke dalam perahu

Sedang penjaja
kopi membangkitkan

Gelak tawa turis
dengan topi paris di kepala

 

Cemara terhitung
seribu

Atawa jumlah yang
tidak terbilang

Menjadi ruang
peribadatan khusyuk burung

Gereja serta
pre-wedding adam hawa

Negeri pesisir
menjadi resepsi perkawinan

Tukang parkir
penjaga gumuk pasir

 

Pantai adalah
alamat larung sesaji

Tongkat musa yang
mengular

Menjadi tradisi gethok tular doa-doa

Para abdi Hyang
bersama tangga

Keramat syekh
maghribi yang

Membelah jalur
pendakian

 

Purwokerto, 2018







LAUT DAN YUNUS

 

Riwayat laut
seluas penciptaan

Gemuruh ombaknya
adalah muasal

Angin sore yang
kita hirup

Sebelum kita
menggembala mimpi

 

Riwayat laut
seperti darah mengalir

Dalam tubuh kita

Mentadabburi
hakikat kehidupan

Perahu di atasnya
ibarat doa

 

Riwayat laut
sepanjang ketabahan

Yunus berikrar
cinta dan penghambaan

Kau dan aku
tinggallah merawatnya

Agar gelombang
tidak mengenal murka

 

Purwokerto, 2019



 




ANGIN SI KUNIR

 

Aku menyadap hawa
dingin dalam hening bukit

Batu-batu licin
sebab berlumut

Orang-orang
mendaki berpegang tali waktu

Dan nasib yang
angkuh

 

Menjelang malam
tenda didirikan

Aku memeriksa sisa
perbekalan yang disiapkan oleh ibu

Ternyata tinggal
satu botol air mineral

Cukup untuk
menangguhkan dahaga dan ritual doa

Sebelum sampai di
puncak

 

Suara burung dan
gemuruh angin menjadi penanda

Bahwa jejak
pendakian tidak bisa diterka

Oleh musim
percintaan yang sepi

Deru kota adalah
puncak kesementaraan

Sedang puncak
bukit adalah muara falsafi

 

Sampai di puncak
sikunir

Aku bersemadi
dalam keheningan

Tasbih Matahari;
orbit dari segala bentuk puisi

Bersama angin-Mu

Aku menafasi jejak
pendakian ini

 

Purwokerto, 2019-2020



 




CIPAYUNG

 

Di kota yang
asing, bahasa ibu menjadi tanda pengenal

Sebab bahasa
adalah amunisi manusia paling purba

Simbol budaya yang
menjadi pertukaran tanda dan penanda

Siapa yang dari
timur dan siapa yang akan mengulum umur

 

Di cipayung, debu
meranggas mukaku yang muram

Kusimpan tangis
ibuku yang menggema di stasiun pemberangkatan

Agar suatu saat
bisa kudengar lagi melalui telepon dan doa sunyi

 

Menjadi perantauan
seperti masuk ke dalam medan peperangan

Perang ekonomi,
perang budaya, perang pengetahuan

Dengan bekal
sejarah kampung halaman dan uang tak seberapa

Aku mendaftar
praktik kerja lapangan di rumah sosial yang menampung

Orang dengan
masalah sosial dan kejiwaan

 

“Nah begitu, orang
daerah datang ke jakarta jangan malah ngemis”

Ucapan kepala
rumah sosial menyekat kerongkonganku yang haus

“Kami tetap akan
mengemis, Pak, mengemis pengetahuan dan pengalaman’

Jawabku pragmatis

 

Di rumah sosial,
aku dipersilahkan istirah di kamar klinik kesahatan

Artinya, aku harus
sehat jasmani dan rohani

Jika ingin
bertahan hidup di perantauan, apalagi

Rumah sosial ini
menampung orangorang kesepian sepertiku

Yang selalu
dihantui kekalahan

 

Di kota yang
angkuh, aku belajar menulis puisi

Ihwal nasib pucat
yang kerap merenggus penyapu jalan,

kernet bus kota,
bajing loncat dan calo bus di terminal

Aku hidup di dalam
peta buta

Saat rezeki
tergantung pada arsitek kebijakan di senayan

 

Di cipayung,
selama 45 hari, aku diajari penghayatan diri

Mengunjungi kamar
orang dengan dengan masalah kejiwaan dan sosial

Makan nasi lauk
sawi hampir setiap hari

Aku rasa, dunia
hanyalah kamar yang telah dikapling-kapling

Sesuai bahasa
takdir dan keringkihan manusia di rahim kota

 

2020



 




GAWAI

 

Dunia tak seramai
gawai

Ia memproduksi
berita secara masal setiap detik

Mulai dari cinta
yang tersandung restu bapak ibu

Politik mencari
bentuk, agama yang lupa dipeluk, hingga

Wabah yang seperti
pak pos; mencari alamat rumah kita

 

Dunia kedinginan;
sebab manusia lebih memilih menyelimuti gawainya

Aku dieraminya
setiap malam; agar ketika aku bangun pagi

Berita hangat dari
mimpi bisa kusebarkan secepatnya

 

Tuhan memerintahkan
manusia untuk membaca

Tetapi, manusia
diperintah gawai untuk melukai sejarah

Kata seorang
filsuf, “apa yang kita miliki, tidak pernah benar-benar kita miliki,

sebaliknya,
kitalah yang dimiliki olehnya”

Di republik gawai,
telah disediakan asuransi bagi manusia yang dilukai kejujuran

 

Orangorang migrasi
ke dalam gawai

Tanpa buku dan
ijazah guru

Di sana manusia
disubsidi sawah dan perkebunan

Guna merawat saham
dan gosip

Untuk menciptakan
ilusi dan wajah dunia yang muram

 

2020



 




SUNGAI
KECIL DAN MAZMUR BATU

 

Aku disuguhi
hikayat sungai kecil

Ia selalu mengalir
deras di alisku

Menjadi perigi
usia moyangku

Bagi kehambaannya
pada pohonan

 

Setiap pagi embun
menjadi resonansi

Kaldera peristiwa
di antara matahari

Sungai kecil itu
mengalirkan kenangan

Aroma moyangku
yang seharum barus

 

Hatiku mazmur
batuan

Sungai kecil
menderas di relung jiwa

Kerinduan adalah
jendela

Bagi angin yang
tak kenal cuaca

 

Aku disuguhi
hikayat sungai kecil

Menjadi jejak
pengembaraan

Bagi doadoa yang
kapulaga

Pada setiap musim
penghujan

Ia menjelma
dermaga, sedangkan

Aku mencari
periginya

 

2020

 

 

 




REGIONE CAMPANIA

 

Di naples, gereja
berbentuk bulat, mazmur perjanjian

Abad yang
menguning di ibu kota regione campania

Orangorang memuja
lanus oeste

Rambut keriting,
tubuh gempal, kaki mungil

Dia merajai eropa,
saat pasukan diavolo juga melampaui musim

Tanpa kekalahan

 

Di regione
campania, seorang salto mendemonstrasikan

Kejayaan
montevideo pada tahun tiga puluhan

Dia berangkat dari
pesisir sisilia, berambut panjang

Seperti sungai
venis

Dia menjelma
gladiator ulung

Pada kotak
berukuran dua belas yang diselimuti jaring raksasa

 

Pada regione
campania, edinson dilatih don mazzarri

Ia berlari ke atas
pegunungan mount somma

Demi bermakmum
kepada lanus oeste yang melegenda

Di sana dia melatih
tendangan pisang bersama angin

Membidik kepala
portiere tujuh puluh delapan kali

Naples menjadi
kebiruan, sebab coppa dijunjung tangan edinson

 

Dari regione
campania, don mazzarri hijrah ke kota mode

Meninggalkan
edinson yang juga siap berkemas menuju paris

Tetapi, naples
tidak kehilangan keriuhan

Sebab ia
mengangkat dries dari leuven

Dan juga lorenzo
yang menyerupai ksatria kecil

Mereka menjaga asa
regione campania dalam setiap perhelatan

 

2020

 





SOWAN KEPADA KIAI TOHARI

-mata yang
enak dipandang-

 

Di manakah alamat
pecinta yang sederhana?

Wajahnya menjelma
ayat yang dibaca santri dan penyair

Darahnya tinta
abadi; mengampuni jiwaku yang terkutuk

 

Matanya enak
dipandang; menangguhkan getir hidupku

Dupa usiaku
diruwat doa, agar petaka tak lagi menyambangi nasibku

Dikatakanlah
olehnya, bahwa Tuhan ada di dalam jiwa mirta

Meski dia buta,
tetapi cahaya bersemayam di dalam hatinya

 

Rumahnya bagai
masjid, bagi orang-orang yang mencari alamat pecinta

Dia tidak mengenal
sungkawa, sebab baginya kelimun cerita

Merupa zikir yang
menaungi persemayaman bapak dan ibunya

 

Matanya enak
dipandang; senarai hikmah dari kulitnya yang menua

Titah sang raja
menjadikannya sebagai nahkoda

Pada sungai
panjang ini; siapa saja bisa menumpang

Sebab jiwanya
lapang serupa nuh yang mengemudikan bahtera

 

Di manakah alamat
pecinta yang sederhana?

Kabut memberi
isyarat dan pohonan berkata;

“Temuilah dia di
dalam dirimu sendiri”

“Barangsiapa telah
menjumpainya, maka kau telah bertawasul kepada kanjeng nabi”

 

2020



 




RONGGENG BERMAIN CELURIT

 

Ronggeng tak hanya
menari

Di zaman pki atau
hiruk pikuk represi

Dari azan ke azan,
dari musim ke musim

Ronggeng juga
belajar berkelahi, menelanjangi kemunafikan diri

 

Di mushola,
ronggeng bermeditasi

Ia belajar menulis
puisi atau prosa yang menghardik kemiskinan

Dia tidak lagi
membuka kelambu, sebab kelambu serupa aib

Dari wajahwajah
yang muram akibat diranggas keniscayaan cinta

 

Pada suatu hari,
ronggeng bermain celurit bergagang emas

Ia dihadiahi
saudagar dari madura

Kata saudagar itu,
“simpan celurit ini dan belajarlah carok

untuk menjaga
harga diri”

“Baiklah. Aku
punya dua senjata, selendang dan celurit”

“Selendang untuk
menari; menyatu bersama Hyang, sedang celurit kukalungkan

di leherku’

 

Ronggeng memotret
dirinya sendiri

Meruap kesumat
pada ujung-ujung gemunung

“Tubuhku adalah
kejora di langit mendung”

Sebagaimana
desanya yang kerap dikurung hawa neraka

 

Diiringi bunyi
rebana, ronggeng memainkan celurit

Udara penuh dengan
kebisingan, hujan gemuruh di malam alastu

“Aku adalah hutang
yang harus dibayar lunas”

Kepada bapak ibuku

Dia lempar celurit
ke langit; lalu terbitlah matahari di dadanya

Di halaman rumah
yang penuh dengan kayu bakar

Suara Tuhan
digaungkan dalam tarian

 

2020





Tentang Penulis

WAHYU BUDIANTORO lahir
di Purwokerto, 10 April. Bekerja sebagai Dosen UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri
Purwokerto. Selain itu, ia juga menjadi Kepala Sekolah sekaligus pengajar di
Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) Purwokerto dan Pimred
SKSP-Literary. Beberapa tulisnnya telah dipublikasikan di Laman Badan Bahasa Kemdikbud, Republika, Basabasi.co, Suara Merdeka,
Pikiran Rakyat, Bali Pos
, d
an lainnya.

 

Pada tahun 2020
puisinya berujudul “Madah Mbah Bisri dan Gus Mus” mendapatkan penghargaan Anargya Serayu Penawara (Dewan Kesenian
Kabupaten Banyumas). Periode sebelumnya, di tahun 2019, esainya menjadi naskah
favorit pada gelaran “Bulan Bahasa” Universitas Gadjah Mada. Pada tahun yang
sama pula, esainya menjadi salah satu yang terbaik Balai Bahasa Jawa Tengah.
Buku pertamanya berjudul Aplikasi Teori
Psikologi Sastra: Kajian Puisi dan Kehidupan Abdul Wachid B.S.
(Kaldera
Press, 2016).
Buku kedua Epistemologi Komunikasi Transendental (Cinta Buku, 2021).

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In