Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-Puisi Suci Wulandari

Admin by Admin
11 Maret 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

AKU SEDIA

 

nona,

izinkan aku
menyajikan harap

akan kutuang ke
selembar kertas

dengan tinta
darah yang merona

sebagai sumpah
nyata seorang hamba

yang santun
menyanyi di depan pusara

 

nona,

aku bawakan
segenggam abu

dari rindu yang
terbakar hangus

oleh asa yang
mustahil tumbuh

waktu bahkan
teramat mahal dan terus menjauh

hingga kau aku
tak mampu berpadu

 

nona,

lama nian nona
terlelap

begitu nyaman di
dalam sana

benarkah kata
pak tua?

terbaring tanpa
nyawa membawa tenang

kalau benar
begitu, aku menyusul saja

menebus liang
lebih awal

asal di
sebelahmu, aku sedia

 

Purwokerto,
9 Januari 2022

 

 




TUNGGU DI
SITU

 

Ia bertaruh akan
sesuatu

Menjulang tinggi
menatap lalu

Saat putusan
telah ketuk palu

Gemuruh memenuhi
paru

Dan ragu
menghadap kelu

 

Sepiring nasi
teronggok meminta disuap

Secangkir kopi
bergeming menunggu teguk

Kaki-kaki
berpagutan mencari tenang

Lehernya kaku
sebab ratusan kali menjenguk waktu

 

Ia tidak datang

Tersesat dalam
labirin yang dibangun sendiri

Ia bahkan tidak
beranjak

Terjerat masa
yang tergulung kusut

 

Adinda,

Bukankah suaramu
amat lantang kala itu

Menjerit sampai
nyaris bisu

Mendaratkan
marah dengan tergugu

 

Lihatlah,

Awan biru
menatapmu malu

Menunggu waktu
yang tak kunjung berjalan maju

 

Purwokerto,
8 Januari 2022

 

 

 

SORAI WANITA

 

apa yang terbaca

dari pipi yang
merah merona

atau kilat mata
yang menyala

dan bibir merah
mengkilap

seorang wanita
di tengah kota

 

rambutnya
mengibas perlahan

warna warni kuku
memanjakan mata

tapak sepatunya
mengusik kucing jalanan

dilihatnya
lamat-lamat

hendak ke mana
kaki membawanya serta

 

apa yang terbaca

dari sorot mata
teduh

di balik
kacamata yang berembun

atau kibas kain
lebar yang membalut

dari ujung kaki
hingga ubun-ubun

seorang wanita
di tengah kota

 

jemarinya
mengurut bulir-bulir tasbih

dengan raut yang
tersembunyi di balik helai kain

langkah kakinya
mengikuti hembus angin

dibisikinya
baik-baik

waktu tak akan
berputar balik

 

apa yang terbaca

dari dua wanita
di tengah kota

tentulah tak ada
bedanya

semua mulia,
seindah mutiara

tak layak
direndahkan serta merta

apapun yang melekat padanya

 

Banyumas,
26 September 2021

 

 



 

KITA TAKKAN
PERNAH TAHU

 

deru mobil
terdengar di luar rumah

aku memejamkan
mata segera

lamat-lamat
cicak berdecak

kucing-kucing
bergeming

 

langkah kaki
mendekat ragu

berdirilah ia di
depan pintu

khayal menjadi
kesukaan manusia sepertiku

bahwa ia datang
dengan segenggam rindu

 

satu dua menit
menghilang

tetes kata
membasahi mata

berjejer rapi
dalam larik aksara

jerit menjelma
kepingan suara

merambat pelan
menusuk lorong hampa

 

ia bungkam
dengan senyum

tak mengerti
aku, atau tak mendengar aku

ia diam dengan
tenang

tak mencari
waktu, atau tak memiliki waktu

 

kataku,

ia rindu

ternyata cuma
aku

 

kataku,

ia tak ragu

ternyata cuma
mauku

 

kataku,

ia selalu

ternyata juga
berlalu

 

malam itu,

aku menggemuruh

kalah dalam
bertaruh

rasa takut itu
masih berseru

seperti takdir,
kita yang tulis

tapi untuk
berpadu, kita takkan pernah tahu

 

Purwokerto,
26 Mei 2021


 

 

HUJAN DAN
AKU

 

selama waktu
terangkai riang, hari enggan beranjak pulang

tak peduli
mendung yang diam-diam mengintai di balik terang

selayaknya
kejutan yang datang tanpa aba-aba,

hujan datang
mengguyur kering,

menjadikan
pasang-pasang kaki berlarian tanpa arti

 

ada yang
menatapnya marah,

ada yang memakinya
lantang,

ada yang
menatapnya sedih.

ada yang
menyambut tersenyum,

dan ada yang
memandangnya lugu, diam tanpa seorang pun tahu

 

adalah aku, yang
memandangnya lugu, diam tanpa seorang pun tahu

ia turun membawa
ribuan rintik, mengusung kisah yang pelik

ia datang
membawa suara, deras mendera telinga

riuh berbenturan
dengan tubuh

airnya membasahi
kepala, lalu tergenang di dalam tempurung

mendidih dan
menguap, mendobrak keluar namun sia-sia

 

adalah hujan,
yang menimpaku tanpa ampun

menyembunyikan
rahasia yang disampaikan waktu

menutup
kebenaran yang dibisikkan angin

tetapi hujan
adalah nyaman

ia tak hanya
turun di lautan yang luas,

ia mengguyur
sumur dan lembah tandus

yang kering
kerontang tak terurus

 

Purwokerto,
21 Mei 2021





 

NANTI JUGA TUHAN KASIH KABAR

 

Kalau hidup
ibarat ujian,

Maka berapa
nilainya supaya lulus?

Haruskah jadi
ahli matematika?

Atau jadi ahli
kimia?

 

Kalau hidup
seperti halang rintang,

Maka serumit apa
jaring laba-labanya?

Apa harus
belajar akrobat?

Atau dengan otot
yang kuat?

 

Ah kamu mumeti!

Padahal gampang,
kecil!

Jalan,

Pelan-pelan,

Rehat,

Lalu lanjutkan.

Jangan tanya
sampai kapan

Nanti juga Tuhan
kasih kabar

 

Banyumas,
30 September 2021

 

 

 

LAUT

 

apa kau tidak
mendengarnya

debur ombak itu
ramai sekali

seperti tawa
riang anak-anak

bersahutan
saling mengharmoni

 

apakah kau tidak
melihatnya

daun-daun kering
ikhlas berjatuhan

bersama angin
menjelajah awang-awang

dan tabah
menyentuh tanah

 

apakah kau tidak
merasakannya

belai lembut
angin memeluk tubuh

menyibak pelan
derai kerudung

membawakannya
padamu sekuntum harum

 

wahai,

aku ada

di balikmu

 

Purwokerto,
15 Januari 2022


 

 

PESAN DARI
TUHAN

 

Kalau tak
kunjung menemui usai

Barangkali
kakimu masih harus menggapai

Jarak demi jarak
yang terurai

Menapaki waktu
yang kapan saja bisa memuai

 

Kalau tak juga
menemui rehat

Barangkali
waktumu amat bermanfaat

Dipelihara
langkah dan wajah pucat

Diterpa angin
yang mengusung kuat

 

Kalau tak
diizinkan menemui malam

Seolah duniamu
tak mengenal gelap terang

Maka tak apa,
sayang

Waktumu tak
hilang

Ia abadi,
sebagai abdi sampai mati

 

Purwokerto,
19 November 2021

Tentang Penulis
 

Suci Wulandari, perempuan kelahiran Banyumas, 23 Mei
2000. Saat ini sedang menempuh pendidikan di UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri
Purwokerto pada program studi PIAUD. Suci bergabung di Rumah Kreatif Wadas
Kelir sejak Desember 2021. Suci sangat menyukai gambar dan sketsa, pernah
menjadi juara 1 Workshop Watercolor Architectural Sketch di UKRI Bandung tahun
2019. Suci juga gemar menulis, salah satu puisinya tergabung dalam Antologi
Puisi September Terik dari Ellunar Publisher, dan tulisan-tulisan lain
masih bersarang di blog pribadinya di sumurkeringkuuu.blogspot.com. Selain
itu, Suci juga beberapa kali mengunggah konten tarik suara, bisa dikunjungi di
instagram @bolususulembangggg. Kesibukannya saat ini menjadi mahasiswa,
tutor Bimbel Rumah Kreatif Wadas Kelir, dan freelancer editor buku.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In