Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-Puisi Zakiyyatul Fuadah

Admin by Admin
13 Maret 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

LANTAS
HARUS KUNAMAI APA DIRIMU


Jika
antik adalah sepeda ontel dan sepi adalah pojok bilikku, lantas harus kunamai
apa dirimu?

Jika
tinggi adalah tembok dan rendah adalah buku yang tergerai talu, lantas harus
kunamai apa dirimu?

Pada
teguk kopi yang mengepul kabut di pinggir jendela pagi tadi; dalam pahitnya aku
menjumpaimu menjadi jeda yang meminta spasi malam-malamku kemarin

Pada
kemenangan yang sepakat untuk membayar tuntas janji bahagia; dalam tawanya aku
mendapatimu menjadi gelas kosong penuh kerompong


Bali,
2020

 



 

TUTUP
MATA SEMENIT


Dalam
pejamku

Aku
mengeja tiap pohon jati yang meranggas

Di sana
ada namamu yang dulunya sengaja ditenggelamkan pada riuh angin hutan

Mestinya
aku tidak perlu kembali untuk menjadi relawan atas rindu-rindu yang tidak
aturan

Sementara
daun-daun memisahkan dirinya untuk terjatuh

Dan
guruh itu; guruh yang dulunya aku takuti dan menjadi sumber dari segala peluk
yang akut- pelukmu

 

Tepat
di tiga catatan terakhir, kutuliskan selarik janji

Di mana
kita akan bahagia di linimasa putaran jam

Lalu
di seperempat jam sore itu, kau memelukku lebih erat

Katamu,
takut kehilangan

 

Purbowono,
2020

 

 



SETUMPUK
WANGIMU


Malam
itu di mana setumpuk wangimu masih tergambar jelas di antara rimbun yang
mengembun

Kota
yang ramai, desa yang sepi

Kunang
yang malam, malam yang sunyi

Pohon-pohon
yang menggugurkan daunnya, melupakan yang patah yang resah yang sudah

Kunang
yang membawa alang, cerita-cerita menyimpan kenang

Kenang
yang menimbun angan

Makna
atas makna oleh artinya sendiri

Sial,
ingatan ini selalu memuat tentangmu

Terlalu
banyak kenang yang kaku

Rumah-rumah
yang teduh

Atap-atap
yang tinggi menyimpan tadah tanganmu

 

Purworejo,
2020

 

 



LEKASLAH
KEMBALI, NARENDRA


Lekaslah
kembali, Narendra..

Di
puncak bukit pada terjalnya gunung di bawah pohon akasia pada samping bunga
edelwis pada manisnya, sudah kusiapkan tempat di mana kau pernah memesan sebelum
pulangmu yang terkesan paling menang

Di mana
kau bisa melewati sore paling bingung menikmati senja pada padunya

Mana
yang lebih terjal; di antara terjalnya gunung dari gunung-gegunung oleh
gunung-gunung itu, Narendra?

Senyummu
yang
tak lagi bujangan

Wangimu
yang tak lagi rupawan

 

Purworejo,
2020

 

 



LENGAN
MALAM


Aku
masih terjaga dalam gelapnya malam, dalam dinginnya yang beku, dalam sunyinya
yang tanpa suara itu

Seperti
ejaan belanda pada batu kali di hulu, pada bekas sesapan bibirmu di kopiku, pada
lampu, pada buku, pada kedua yang terpaku

Aku
tertidur dalam bisu tak aturan, dalam lengan malam tak karuan, dalam benturnya
aku masih terjaga tanpa suara, tanpa nada, tanpa sajak, tanpa prosa, tanpa nama

Di
sini, di tanah kota tua ini, kita pernah membayar lunas semua janji bahagia

Di mana
setelahnya kau yang sibuk pada senangmu sendiri

Aku
yang tak kalah sibuk pada raguku yang tunggal

Lalu
waktu membawa kita berjalan lebih lamban, seolah biar supaya kita tak lagi
bising dari keramaian kenang

Biar
nanti kita lebih tenang

 

Purworejo,
2020

 



 

PUISI
SERIBU


Tak
ada perumpamaan kasmaran untuk puisi

Tinggal
angin, deru, dan serunya yang berguru pada lagu

Lagu
yang lugu

Lugu
yang lagu

 

Tak
ada yang perlu dibicarakan untuk puisi

Cuma
warna, bentuk, dan sifatnya yang candu

Candu
yang rindu

Rindu
yang biru, biru yang seru

 

Tak
ada yang mungkin dirahasiakan dari puisi

Ia
berani, di sini, dan inilah puisi; instuisi, ambisi, juga seni

Puisiku
mengeja matamu, matamu dieja buru-buru

Biar
memburu cepat pada sepi yang kusut

 

Puisiku
ini yang kasmaran berlebih

Biar
kenapa? Biar si kata tergila-gila untuk menggila lebih banyak

Biar
si bait terbirit-birit meluaskan barisnya

Biar
aku semaput oleh kata-kata

 

Purworejo,
2020

 


 

DESEMBER


Yang
kutahu di ujung kangen yang tak habis dimakan udara, yang menyebar melewati
celah, lalu istirahat di bawah batu; menemu Desember

Yang
kutahu, di sana hanya tertinggal rona yang jingga, yang berbisik menelan pahit
yang ditelisik hujan masa lalu, pergi menyeberang menjumpai sunyi

Di
pertigaan jalan itu, kabut-kabut bermainan dengan angin, burung-burung
bernyanyi, pohon-pohon menari, kaki-kaki kecil yang lugas mulai menyeka tangismu

Katanya
tangismu tangis paling sepi

 

Puisi-puisi
merekam kita

Kita
yang sok sibuk pura-pura lupa

Lupa
akan hujan, lupa akan siang, lupa akan malam

Parahnya,
kita lupa tempo hari pernah seasyik ini bukan?

 

Kulonprogo,
2020

 

 



PELATARAN
PUISI


Aku
bertemu lelaki dalam draf puisi

Dari
dalamnya aksara yang semestinya kata-kata tak akan lapuk dan segala doa ada
menyalami tanganku

Di mana
seutuh tubuhnya ada, terbit di pinggiran kata-kata

Dan
mimpi, kini seperti semburan ombak di pesisiran pantai

 

Sungguh
asyik, apabila sore kita tenun dari gemuruhnya air laut

Dari
karamnya luka dan liku yang meredup

Dari
karangan syair yang menutup jeda dalam suara

Kita
telah lewati empat belas jam berlalu

Berkendara
di putaran bukit

Menikmati
belantara

Bercengkerama,
bernyanyi, dan tertawa

Semestinya
puisi ini jadi nyata, Sayangku

 

Wonosari,
2021

 

 



MENGUNJUNGI
PUAN


Seluruh
bekas omong kosongmu ada di air yang tenang ini, Ra

Sekarang
malu sendiri

Kulingkarkan
syal di lehermu, terpikat aku dimabuk cinta oleh si pacar kawat pagar danau atau kesengsem

Ah
kangen tak akan sampai padamu

 

Angin
membawa debu, deru-deruan terapung di air, sejuk di orong-orong pagi, melintir,
memendekkan bicaraku pada kuda-kuda di taman, perasaanku ringan tapi
asal-asalan

Duh
syahdu! Aku duduk termangu dalam pelukan pagi

Puisi
sudah kuselam berapa kali, biar puisi punya isi

Tidakkah
aku sia-sia menulis ini?

 

Ah,
kangen belum sampai padamu, Ra

Aku
terduduk lagi

Sekarang
malu sendiri

Memetik
bunga camelia, menghirupnya, wangi sekali

 

Temanggung,
2021

 

 

ASTUNGKARA


Pada
ruang yang entah kapan, kita berdua; mengarang puisi berhalaman buku-buku

Pada
waktu yang entah kapan, kita berdua; berhasil labuh pada dermaga

 

Sebelum
suara telah jauh mendalami telinga

Dan
jemu, aku bayangkan bulan berpendar membaca malam

Dan
pena ini menari ayu di tembok-tembok gang

Di sana,
di tempat kita beradu kesedihan; sepotong es krim mencair dengan leleh cokelat
kesukaanku

 

Terlebih,
kau lebih suka keindahan

Pagi
itu ditumbuhi mendung dan sepayung hujan

Dengan
asam gerimis dan rintik pahitnya

Aku
lebih ingin menyukai ketenangan dalam air kolam

 

Purwokerto,
2021




Tentang Penulis

          ZAKIYYATUL FUADAH lahir
di Purworejo, 18 April 2003. “Kiyya” begitu kiranya panggilan kesayangan
teman-temannya. Mahasiswi jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Unsoed
ini aktif di beberapa komunitas seni, salah satunya KTP (Komunitas Teater
Purworejo), Lingkar Jelma, dan SKSP (Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban)
Purwokerto. Ia mulai mengakrabi dunia kepenulisan sejak di bangku SD, mulanya
hanya iseng membaca diary milik si bunda, lama-kelamaan asyik sendiri.

        Beberapa karyanya telah di muat di majalah Purworejo
tahun 2020, lalu dua puisinya berjudul “Javad” dan “Awak Kapal Terenggut Sepi” berhasil
masuk dalam kategori puisi terbaik Nasional tahun 2020 dan diterbitkan dalam
antologi bersama.

         Kini, ia sedang menulis antologi solo untuk yang
pertama kalinya. Doakan semoga cepat tuntas yha! 

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In