Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-Puisi Ardy Suryantoko

Admin by Admin
24 April 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

 ANGIN KEMBARA

 

angin
telanjangi senja

bunyi
tongkeret berputar di telinga

burung
kecil dibiarkannya terbang

melintasi
langit retak

 

bunga-bunga
kelapa rontok

sementara
angin tak diam

kaleng
berkeloneng

sabit
belum juga usai

pangkasi
rumput di pematang

 

senja
telanjang, tak ada anggun

di
sobekan daun pisang

tak
ada jingga maupun wanginya

 

kuncup
padi tak tersemai

tubuh
gigil kala senja padam

cangkul
tengkurap di punggung pematang

sementara
emak bapak asyik

bersihkan
sisa lumpur di tangan dan kaki

 

senja
dimakan angin berlaksa

hidup
tak hanya membungkuk

sekalipun
liar putik padi tak akan bermilyar

karung-karung
kosong atau

berlubang
oleh angin lalu

 

juni, 2015



 



BAGIAN SAJAK DARI TANAH KELAHIRAN

 

ingatkah
kau percakapan di kota yang terkatup kabut

di
sana kesepian tak pernah mau pergi

melahap
nama yang kita anggap sebagai raja

dan
kita hanya bagian dari ketegangan semata

 

ribuan
surat selalu dikirim kepada yang esa

dengan
perbedaan aksara dan tutur kata

kita
hanya tak pernah tahu ihwal rupa dan warna

 

di
tanah dingin segala urban adalah sangsi

bagian
yang tak pernah bisa dipisahkan

sebagai
langit atau buminya

 

jalanan
lengang, saat matahari mengintip dari celah gunung

mata
kita terbelalak saat waktu merangkak

dan
terus berdetak menggambar orang-orang yang bergerak

 

di
kota ini kita besar

kota
yang katanya subur dan makmur

dari
tepian kita selalu coba mengenalnya

mencari
bagian pulung yang ditinggalkan

di
rumah dan gedung-gedung

 

kemana
angin akan berlari

sementara
mereka selalu mengumpat, kita ini gila!

 

di
pinggir jalan anak-anak sulit tertawa

mereka
hanya menggigil

makan
dan minum dari kebaikan hari

tubuh
lemah terlalu lama menahan gelisah

untuk
pulang ke rumah

 

saat
senja pulang sama-sama kita lihat

banyak
orang tua tertunduk lemas di tepi pematang

ladang
garapan tak ditumbuhi harapan

 

angin
begitu cepat berlalu, melahap waktu

doa
membeku, mengingat masa lalu

masa
kecil penuh mimpi dan harap

di
dadaku akan selalu kuketuk pintu

untuk
yang benar-benar perlu

 

juli, 2015







IA
SEMAKIN DEWASA

: Pasar
Wonosobo

 

belum
genap usia di tengah musim

ia
membakar yang baru dimulai

hanya
sisa bau abu mengepul

kayu-kayu
berserakan di lantai

keramik
pecah hanya saksi

 

rumah
ini tak pernah mau sepi

dari
tangga ke tangga tersaji janji

lampu-lampu
tergantung sepi

lalu
apa yang mesti ditangisi

sedang
gedung-gedung dibangun

perempuan
penggendong bakul

tumpahkan
keringat mandul

 

ia
tak semudah itu lahir

dari
sampah-sampah kota

membakar
luka yang sama

di
jalan yang seharusnya

tak
ada antara

 

juli, 2015





 

GADIS PEMANTIK ANGIN

 

harum
bunga dari rahimmu

cumbui
hidung yang resah

sempat
kita nyanyikan kidung

untuk
hormati kematian terdahulu

kemudian
mencari hidup baru

 

mengigau
untuk habiskan waktu

sepi
menelikung jalan pulang

angin
dipantik dari ladang kering

seorang
gadis pergi menuju perigi

tak
ada air, tak akan tumbuh tunas

hanya
sisa bunga rahimmu

yang
gugurkan mahkota

 

juli, 2015



 



SETELAH JALAN

 

gadis-gadis
hibuk di trotoar

menunggu
musim berganti

rambu
jalanan digerogoti angin

trotoar
lusuh dan berlumut

tak
ada gorong-gorong muat

menampung
airmata

 

gadis-gadis
hibuk di trotoar

lupa
di desa emak bapak

kelimpungan
menggembur doa

nyanyi
terdengar di sepanjang jalan

dari
rumah kecil berlampu pelangi

 

gadis-gadis
hibuk di trotoar

bukan
sanak saudara ditemui

tapi
mereka yang tak dikenali

tak
ada senyum simpul atau

peluk
hangat seperti suasana

di
tepi tungku dari dingklik bambu

 

juli, 2015





 

WAKTU DAN KOTA

 

waktu
pandang melengkung

jauh
ke seberang pengasingan

kota
dikembarai angin menderu

bayang
di seberang tak tampak

 

di
kota mana sekarang berada

gadis
membujur ke arah maut

angin
meneriakan teka-teki

 

tangis
membuncah

ia
mati dari jerit ibunya

begitu
mengalir ke awal

kesakitan
tertinggal di kota

tapi
bukan miliknya

 

juli, 2015





 

DI TEMPAT KITA
BERBINCANG

 

tak
ada yang lebih sedih lagi

seperti
beringin rontokan buahnya

lalu
lebih sedih lagi seperti

sendang
yang mengering

dan
buah-buah tadi tercebur

langsung
ke dasar yang batu

 

puing-puing
bertumpuk sisa masa lalu

lebih
mirip setumpuk tanah uruk

lenyap
sudah sejarah murninya

rumah-rumah
semakin ramai

jalan-jalan
tempat dulu

memulai
kerja penuh waktu

kini
mulai pecah

luput
dari catatan sejarah

 

 

september, 2015





 

JEJAK ANGIN I

 

tak
ada jejak di pegunungan Dieng ini

hanya
angin hibuk menangkap titisan Drupadi

dan
kalian yang datang dari bumi tepi

nujumata
air tancapkan dupa pada kuil semadi

 

pada
hampar dingin, mendesir tangis dekat muasal

anak-anak
minum dari mulut hujan

angka
masehi deras mengucur dari sendang

menyepuh
airmata pada deras Serayu

 

wangi
belerang menguat dari dasar telaga

sementara
petilasan mulai renggut dahaga

anak-anak
menarik kabut dari derita

seorang
pertapa menangkap derap moksa

yang
hilang pada putih ufuk nirwana

 

bila
Bima tersuruk ke balik goa

maka
jauh ke lembah doa terbangkan malaikat

yang
sayapnya mengepak turunkan hujan

basahi
bibit-bibit kentang yang mulai tunas

dalam
bahasa yang padam dan hambar

 

biarlah
emak bapak telanjang

berbual
dalam syukur dan mendengkur

saat
tidur menghadap surau

menghisap
aroma tembakau

 

adakah
anak-anak seperti sorga

tempat
berpijak duka setelah musim berkelakar

rintih
angin mengarak dengung peristiwa

mengecup
atap rumah yang landai

sepi
terpelanting pada punggung bumi

 

barangkali
Drupadi mengaca ke dalam bening telaga

menitikan
airmata yang jelma nyawa

hingga
waktu makin purba dan berwarna

memulas
langit tanpa perantara

anak-anak
nyelip di rindang pohon karika

 

oktober, 2015



 



JEJAK ANGIN II

 

di
kotaku tumpang-tindih lembar hidup masai

segala
muasal tak pisah dari siang malam

berita-berita
telah sampai pada alamat tepat

harap
menjadi kekasih paling setia

 

duh
mak, kuputari jalan terbenam pilu

getir
lintasi manusia tak henti

sebagaimana
takdir nafas berat mengudara

jam
tak lagi menunjuk waktu yang tepat

anak-anak
minggat dari rumah adat

 

angin
turun dari langit kitari kota

seperti
aku turun dari gendonganmu

pijakkan
kaki pada tanah lapang berdebu

kenangan
terlontar pada pasar berserak

kupandang
langit dengan tangis terisak

 

kubawa
buku dongeng pemberian kakek

kuselipkan
pada malam yang kehilangan bunyi tokek

lagu-lagu
nostalgia mengalun lirih di riuh pasar

lagu-lagu
kebangkitan leleh di lubang sejarah

ia
bisikkan sendiri cerita pada bumi

 

di
pasar hanya cemas yang diperjualbelikan

sementara
gelas bekas kita sulang airmata

tergeletak
pada lapak-lapak dan mulai retak

kepada
siapa masehi akan dititipkan

putarannya
semakin menepi mereka lapar

 

di
tengah pasar ini

tawa
bentuk dusta dengan harga paling murah

tak
dijual di pasar manapun

pedagang
musiman jajakan aneka barang

sementara
aku mencari masa kecil

yang
hilang di bawah bayang bianglala

 

duh
mak, aku ingin beli mainan anak-anak lagi

di
lapak yang dulu sering kita sambangi

tidakkah
sekarang mereka berkeluh

mereka
mundur dari pusat kota

ke
pasar-pasar yang dibuka di tanah lapang

tidak
setiap waktu berdiri menjulang

 

oktober, 2015






Tentang Penulis

ARDY SURYANTOKO,
kelahiranWonosobo, 19 Desember 1992. Penyair ini beralamat di Binangun 002/004,
Gunungtawang, Kec. Selomerto, Kab. Wonosobo. Saat ini dia menjadi pendidik di
SMA Takhassus al-Qur’an Wonosobo, dan bergiat di Komunitas Sastra Jejak Imaji.
Pos-el: ardysuryantoko@gmail.com.


Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In