SETIBANYA DI LAUT
Kujelajahi
bola matamu;
separuh
samudera separuh langit senja
Bergerombol
ombak dan angin
berderap
mendorong perahu kecil nelayan
Lengkung
di bibirmu masih mendesiskan kidung
tenang
dan lembut mengalun
menutup
deru ombak lautan
Ooh,
Kasihku
Kita
tatap camar-camar yang terbang menukik ke air laut
Timbul
tenggelam bagai keinginan hati yang tak menentu
Anak-anak
laut berlarian membawa harapan-harapan akan keadaan
Meredakan
luka sementara dan membangkitkan rasa
yang
kau dan aku saling jaga bersama
Lukamu
yang merah sekaligus teduh
yang
enggan berkata pada setiap manusia
yang
enggan bersapa pada belantara rimba
yang
enggan bersikeras terhadap apa-apa yang tidak tereja
kau
berjalan, melangkah pelan mengikuti aroma air hujan
kau
menepi di antara jurang dan bukit tanah merah di bawah langit pasi
kau
bakar setanggi pada pelataran hati
hingga
akhirnya mengetahui;
Akulah
samudera
Nusakambangan, Januari
2022
PURNAMA KALA ITU
Purnama
sudah tertusuk runcingnya ilalang bambu yang meninggi
Beratus
lampu jalanan yang sunyi dan meremang kita lalui dalam sepi
Manusia-manusia
kalah, tua dan muda yang pasrah akan hidup dan menggantungkan nasib dari
orang-orang yang mereka temui
Kau,
Kasihku. Masih memelukku
dalam
jalanan yang sepi dan malam yang hampir mati
Kutatap
wajahmu yang pasi di bawah purnama yang limbung
Bibirmu
masih melengkung indah menggetarkan keangkuhanku
Kita
pasang perjudian terbesar di muka bumi
Berharap
dan berdoa untuk kita yang saling:
memberi,
menyembuhkan, dan merawat
Purbalingga, Desember
2021
KURSI TUNGGU
Akhirnya
kududuki kursi tunggu yang membisu itu
Sore
itu bersamamu
Sambil
menanti bus antar kota antar provinsi yang menjemputku pergi
Bercumbu
dalam keheningan kita yang tak terkendali
Kini,
tak ada lagi kursi tunggu yang menantiku sepi
Aku
telah duduk di sudut hati
Di
sana kau bakar harum setanggi
dengan
segulung doa-doa yang aku dan kau tulis sendiri
Biar
mewangi lalu abadi
Purwokerto
Selatan, Desember
2021
DARI KERETA MENUJU JAKARTA
Dari
kereta menuju Jakarta sore ini
Senja
beradu bersama kabut dan langit pasi
Pada
gerbong non-ekonomi yang sepi
Tanpa
anak-anak kecil yang menari atau berlari-lari
Lorong-lorong
membisu dibalut hening
Orang-orang
tak saling menyapa dan dingin
Kursi-kursi
hampa berteman kesepian
Perbukitan
dan pesahan terongok di balik sekat jendela yang mendinding
Dari
kereta menuju Jakarta sore ini
Kurapal
puji dan doa-doa untukmu, Adinda
Segala
harap kuterbangkan pada langit yang tak terduga
Segala
ingin kularung pada lautan yang bestari
Biar
kau, abadi
K.A
Purwojaya, Februari
2022
BARANGKALI 1
Barangkali
hutan adalah penjelmaan wajahmu yang ayu
Akan
kususuri setiap jengkal tanah yang ditumbuhi pohon-pohon dan diguguri daun-daun
Setiap
akar-akar yang menonjol dan suara-suara serangga yang merdu
Sampai
menemukan mata airmu dan kureguk sampai hilang segala dahaga
Baturaden, November
2021
BERTEDUH DI MATAMU
Berteduh
di matamu
Tak
pernah kurasakan bayu yang merasuk ke tubuhku
Berteduh
di matamu
Arunika
berarak pelan meniti cakrawala
Berteduh
di matamu
Sinar
hangat, merasuk sukmaku
Berteduh
di matamu
Merawat
asa, bunga gulma, dan hal-hal yang tak terduga.
Purwokerto
Selatan, September
2021
MATA AIRMU
Kutemukan
mata airmu
yang
menjela telaga
kureguk
dan kutelusuri hingga aksa
lalu
tenggelam di dasarnya
Kemutug
Lor, Januari
2022
MEMANDANGMU
Aku
selalu suka memandangmu
dari
balik dinding berjendela kaca itu
Tenang,
anggun, dan tak tergambarkan
oleh
sederetan kata.
Aku
selalu suka memandangmu
saat
ada di dekatku
Seakan-akan
aku tak butuh hutan, gunung, atau lautan
untuk
melihat keindahan semesta.
Purwokerto
Selatan, Januari
2022
Tentang Penulis
Bayu
Suta Wardianto, lahir di Tegal pada 18 Maret 1998. Seorang Guru
SMK yang juga avonturir. Pernah belajar di pendidikan formal selama 16 tahun di
Banten dan kini berlabuh di Purwokerto. Bekerja serabutan sebagai pekerja teks
di Rumah Kreatif Wadas Kelir menjadi bagian kecil dari Lembaga Kajian Nusantara
Melayu Raya.
Proses
kreatif bersastranya dimulai sejak bangku kuliah ketika mengenal Herwan Fr,
Arip Senjaya, dan Firman Venayaksa. Namanya tercatat di buku antologi bersama
Gol A Gong dalam Kumpulan Puisi Penyair Banten “Cinta yang Menangis Cinta yang
Berduka”. Buku puisi pertamanya berjudul Tuhan, Aku Tersesat menjadi top
10 dalam ajang Pekan Literasi Bank Indonesia Purwokerto. Buku kedua
berupa kumpulan cerita pendek yang berjudul Perempuan yang Terjerat Kursi
Taman. Tulisannya termuat diberbagai media lokal seperti Radar Banyumas,
Maarif NU Jateng, Beranda.org, Bidik Utama, dan sebagainya.
Penulis
bisa dihubungi melalui email: bayusutawr@gmail.com atau media
sosial Instagramya @suta_sartika.