GALIH GAHARU
Menjadi santri di bukit kapur ini
Kakek tua itu sedang bercakap-cakap
dengan pohon gaharu
Di rerimbunan dzikir ini
Jalan setapak menuju puncak hanyalah
cinta
Kerikil dan batu tak lekang mengamini
doa
Menjadi bayi di hutan ini
Kakek tua itu sedang menyusu bulan
purnama
Malam dan kelam tak sanggup
menyelimuti jiwanya
Sebab cahaya memancar terang dari
butir-butir tasbihnya
Di tempat ini semua makhluk sedang
mengaji
Pada rimba yang renta
Pada petani yang tumpul cangkulnya
Ladang kesabaran yang merindukan
tegur-sapa
Agar tiba saatnya menjadi khalifah
Berguru pada kakek tua itu
Air mataku jatuh sepadat permata
Menghunjam ke bumi dalam kemilau surga
Gus Nas Jogja, 22 Agustus 2021
BACALAH
Bacalah suara hati yang tertulis tanpa
aksara
Butiran sunyi yang mengurung diri
Kata-kata di seberang kata-kata
Aksara di luar aksara
Doa di dalam doa
Mencari akar nalar di belukar mawar
Tanamlah satu suku kata pada senyap
kalbu
Belailah angin
Dan berjanjilah untuk selalu bertemu
Galilah mata air
Dan bersabarlah hingga menyatu
Setetes atau sesamudera
Simpanlah sebagai rahasia
Gus Nas Jogja, 22 Agustus 2021
YANG PALING SUNYI
Yang paling sunyi di negeri ini adalah
puisi
Di pasar loak kata-kata
Yang terbeli hanya janji
Langit batinku sunyi
Meneteskan air mata di dalam diri
Yang paling sunyi di kota ini adalah
puisi
Pohon-pohon aksara digergaji
Banjir lumpur tutur-kata membawa nyeri
Yang paling sunyi di dalam diri adalah
puisi
Cinta yang remuk diterkam mimpi
Mati sebelum mati
Gus Nas Jogja, 22 Agustus 2021
ASMAK PENJINAK COVID
Bismillah langit
Bismillah bumi
Bismillah hidup
Bismillah mati
Inna Anna Amanna
Asmak langit kusebut
Asmak bumi kusambut
La Tahzan
La Tahzan
La Tahzan
Tiada penyakit yang sanggup menggigit
Sebab Tuhan yang Maha Mengobati
Telah mengutus malaikat penyembuh
Innanā āmannā!
Inna Anna Amanna
Virus di langit
Virus di bumi
Semuanya sirna
Atas Kuasa Allah Ta’ala
Semuanya mati
Atas Kehendak Ilahy
Dengan ikhtiar Asmak Tolak-balak ini
Rabbana Asrif’ Anna ‘adhaba Jahannama
Inna Adhaba Kana Gharamaan
Innaha Sa’at Mustaqaraan wa Mu’qama
Lindungi kami, Duh Gusti, dari bara
siksa api neraka!
Pandemi ini adalah panen raya kami
Karena dzalim pada diri sendiri
Wabah ini menggila karena kegilaan
kami
Duh Gusti
Sehatkanlah jiwa-raga kami
Cerahkan kemanusiaan kami
Waraskan akal sehat kami
Jauhkan kami dari tipudaya untuk
merusak bumi
Jauhkan kami dari matirasa jiwa dan
melalaikan langit
Jauhkan kami dari menodai kesucian
hati
Bismillah
Niat ingsun tapa-brata
Nawaitu taubat nasuha
Kutulis mantra ini
Asmak Penjinak Covid
Tabib Agung Langit dan Bumi
Innanā āmannā!
Innanā āmannā!
Inna Anna Amanna
La Takhof! La Tahzan!
Suwuk segala suwuk
Asmak segala asmak
Rahasia ruh dan rasa
Darah-daging iman dan ilmu
Menyatu
Maujud
Menyembuhkan
A’udzubillahi minasysyaithonirrojim
Hanya atas ijin dan kuasa Allah
Asmak ini pengusir kafir pageblug
Asmak ini pengobat tingkat makrifat
Asmak ini vaksin penyembuh iman
Asmak ini vaksin pengobat rasa aman
Innanā āmannā!
Sluman slumun slamet
Asmak datang Covid hilang
Lailaha illa Allah
Muhammad Rasulullah
Gus Nas Jogja, 28 Agustus 2021
SUWUK PAGEBLUG
Di antara Kaf dan Nun
Kubiarkan nafasku mengaji hidup
Kuniatkan suwuk ini mengeja masa depan
Kusingkirkan ronta dzakarku
Kupanahkan dzikir ke palang pintu
Niat ingsun urip
Nawaitu udu klungsu
Wabah Pandemi segera berlalu
Dengan lidi kuusir Pandemi
Dalam lidi kuhembuskan vaksin Ilahi
Pageblug ini mewartakan maklumat bumi
Betapa pentingnya manusia bermawas
diri
Tersebab pestisida meracuni semesta
Tersebab polusi mengirim jelaga ke
dalam jiwa
Niat ingsun urip
Nawaitu udu klungsu
Dalam banjir bandang kegelisahan
Dalam badai fitnah dan cerca antar
sesama
Dalam gempa korupsi dan kemunafikan
yang menghancurkan negara
Pagebluk adalah jawaban alam untuk
kita semua
Niat ingsun urip
Nawaitu udu klungsu
Dengan mengucap senyap
Suwuk Pageblug kutembangkan di hening
kalbu
Beribu-ribu lidi
Berjuta-juta lidi
Bermilyar-milyar lidi
Kuikat dalam niat dan tekad
Menjadi sapu jagat pembersih pandemi
Pengusir duka-lara
Kusebut kullu syai’
Kusebut kullu syai’
Kusebut kullu syai’
Kullu syaiin halikun illa Wajhah
Dengan meminjam nafas Nabi Khidzir
Dengan mengembalikan nafas hutan dan
nafas bermilyar pohonan
Dengan mengutuhkan kembali nafas
kemanusiaan
Atas izin dan kuasa Sang Maha Segala
Dengan suwuh pagebluk ini kulangitkan
doaku:
Sembuhlah!
Sembuhlah!
Sembuhlah!
Wahai seluruh anak-cucu Adam!
Gus Nas Jogja, 26 Agustus 2021
AMANGKURAT I
Api siapa yang terus menyala di sini
Antara Plered dan Kerto
Membakar sejarah
Mendidihkan darah
Kebencian dan fitnah terkubur di sini
Di tepi sungai Opak
Titik temu antara luka dan doa
Aku mendaki Bukit Permoni
Berdiri tegak di puncak
Kuziarahi masa lalu
Jejak Raden Mas Rangsang membentang
Nafas Sultan Agung mengapung dalam
kidungku
Jalan berliku bertabur paku
Membaca sidik jari Raden Sayyidin
Mataku terkubur debu
Takdir yang getir
Prasasti memahatnya
Dengan fakir dan pandir
Bagaimana bisa
Sejarah dimutilasi
Kebenaran disuntik mati
Tanpa ada yang pernah peduli?
Di telapak kaki De Graaf
Raden Sayyidin dijadikan alas kaki
Ditulis dengan amis darah dan bau
bangkai
Enam ribu ulama dibantai
Di alun-alun Plered
Bangkai Ratu Malang dipeluk dan
ditiduri
Empat hari lamanya
Semuanya dicatat menjadi sejarah
Dengan sumber fitnah
Dan konon katanya
Dalam ketiak Ricklefs
Sejarah tak butuh bukti
Tak perlu data dengan teliti
Arkeologi dan literasi
Tak penting jadi referensi
Bagaimana bisa
Istana membisu
Kraton sepi tanpa suara
Saat leluhurnya dihina
Direndahkan serendah-rendahnya?
Bagaimana bisa para sejarawan membisu
Atau mengamini kejahatan sejarah
ini?
De Graaf dan Ricklefs
Adalah daftar hitam dalam tajam penaku
Sejarawan gadungan yang bukan
siapa-siapa
Tapi seringkali dianggap dewa
Amangkurat I sudah berkalang rindu
Ia hijrah dari Plered
Agar darah tak tumpah
Dalam suluk dan khalwat
Ia mangkat seharum bunga
Lalu terbaring Sidoarum
Berserah pada Sang Pencipta
Gus Nas Jogja, 12 September 2021
DI BAWAH SUMPAH
Di bawah sumpah
Kusiangi sejarah masa lalu
Para pemuda yang tak hanya
bertutur-kata
Tapi menyalakan api di puncak puisi
Ketika penjajah hanya bisa menista
Kaum pribumi dianggap debu dan diinjak
di alas kaki
Para pemuda tak perlu saling
bertanya
Agamamu apa
Sukumu apa dan darimana
Kulit manggis atau gula Jawa
Di bawah sumpah
Para pemuda mendidihkan jati
diri
“Torang bisa!” teriak mereka yang dari Papua
“Kitorang samua basudara!” pekik pemuda Manado
Sedangkan pemuda Aceh memekikkan
takbir
Penuda Bugis dan Batak mengepalkan
tinjunya ke cakrawala
Jong Jawa
Jong Borneo
Jong Sunda
Jong Celebes
Semua berbaris rapi
Sebelum Sumpah Pemuda ditulis
Sebelum Sumpah Pemuda diucapkan
Mereka telah berbaris menjadi pagar
betis
Bagi Nusa dan Bangsa
Bagi Bahasa Pemersatu
Indonesia
Di bawah sumpah
Kini aku hanya bisa tengadah
Menatap marwah yang gundah
Indonesia yang mencari makna
Gus Nas Jogja, 28 Oktober 2021
HUTAN TUBAN
Ziarah ke makam Sunan Bonang pagi
ini
Kutembus rimba dzikir dalam duka
mengalir
Hening dan bisu membiru pada lingkar
bibirku
Rindu masa lalu mengerati degub
jantungku
Kudengar suara gamelan sayup-sayup
Ditimpa adzan subuh yang kian menjauh
Meraut ratap senyapku
Mataku berkaca-kaca mengiringi terbit
matahari
Menyaksikan rimba yang porak-poranda
Tanah tandus dan kemarau jiwa
Pagi buta ini seakan jumawa
Kusebut nama Tuhan di hutan Tuban
Gemuruh tasbih tunas-tunas pohon Jati
Mendesis dan mendesah di antara
gemalau doa
Kucari bening embun di hutan ini
Kuntum kemuning dan kelopak bunga
randu menyapaku
Menyuapkan sepincuk sepi dalam jihad
dan munajatku
Gus Nas Jogja, 22 Oktober 2021
JUM’ATKU
Jum’atku adalah rindu
Kujulurkan jejaring jala sutera
Menjadi tenun shalawat
Ikatan tali kelembutan
Mengikat rindu pada Muhammadku
Jum’atku adalah cahaya
Plasenta tali pusar cinta dan rindu
Pengikat lahir dan batin
Senarai seloka dan gurindamku
Telah kusyairkan cakrawala
Dengan syiar kesiur doa
Tadarusku berlinang air mata
Mata puisi tujuh samudera
Jum’atku adalah gapura
Gemetar istighfarku
Tempatku membuka gerbang takdir
Gerimis tangis dan hujan lebat
makrifatku
Jum’atku adalah telaga
Kau dan aku berendam dalam doa
Bertukar takbir dalam sulaman salam
selama-lamanya
Jum’atku adalah jimatku!
Gus Nas Jogja, 29 Oktober 2021
Tentang Penulis
H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi
sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru
sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin,
Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di
berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan
Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya
berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah
nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar
Harapan dan lainnya.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di
TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian
Writers Conference di National University of
Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik
dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih
penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun
Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor
Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw
Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah
menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI;
menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy
Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di
kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi
Pembicara Kunci pada World Culture Forum
yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.