HANDPHONE KESAYANGANKU
“Brug!”
Jantung Yuna berdegup kencang
setelah mendengar bunyi kaki itu. Sekitar jam 4 pagi Yuna pergi keluar kamarnya
untuk melihat keadaan di luar
asramanya karena terdengar suara kaki. Baru membuka pintu Yuna langsung dibuat
kaget karena ada seorang laki-laki sedang berdiri di depan jendela asramanya seperti
sedang mengintai. Spontan Yuna berteriak. Pria itu berjalan ke arah gerbang
kemudian memanjat gerbang dan lari. Tubuh Yuna membeku tidak bisa bergerak sama
sekali.
Mendengar teriakan dari Yuna, teman-teman Yuna terbangun dari
tidurnya dan menghampiri Yuna.
“Ada apa Yuna kenapa kamu berteriak?
apa yang terjadi?” Tanya Laras teman sekamar Yuna.
“I-itu tadi ada laki-laki di depan jendela kita”. Jawab Yuna.
“Hah! yang bener Yuna, kamu salah
lihat mungkin”.
“Engga! aku jelas-jelas melihatnya
dia sekarang sudah pergi naik gerbang itu”. Jawab Yuna.
Laras kemudian menghubungi pengurus asrama mengenai kejadian pagi itu. Setelah
kejadian itu warga asrama diharapkan untuk berhati-hati dan selalu waspada.
Setelah sebulan, kejadian itu seperti sudah tidak dipikirkan lagi oleh warga
asrama. Mereka sudah tidak merasa khawatir lagi.
Pagi itu Yuna mengikuti kegiatan rutin berupa kerja bakti di area asramanya.
Sebelum berangkat ia meng-charger handphone-nya
dengan harapan setelah pulang baterainya sudah terisi penuh. Ia tidak merasakan
firasat buruk hari itu, bahkan ia mengikuti kegiatan itu tanpa rasa malas
seperti biasanya.
Setelah kegiatan selesai dia
langsung pulang dan masuk kamarnya. Di kamar berkumpul teman-temannya yang
lain. Namun dia tidak merasa aneh karena memang hari-hari biasanya juga seperti
itu. Ketika dia datang salah satu temannya bertanya padanya.
“Kau naruh hpmu di mana?” tanya
temannya.
Yuna menganggap pertanyaan itu
seperti sebuah candaan, dia mengira temannya ini menyembunyikan handphone-nya karena di tempat dia men-charger handphone-nya hanya tersisa chargernya saja, handphone-nya tidak ada.
“Ah… pasti kamu yang sembunyikan
hpku, mana hpku tadi ku-charger
di sini”.
Mendengar jawaban dari Yuna temannya
ini tampak kaget dengan kenyataan bahwa hp Yuna hilang.
“Tidak, aku tidak menyembunyikannya
aku datang ke sini hanya tersisa chargernya saja”.
jawab temannya. Yuna yang tidak percaya dan masih menganggap itu candaan malah
meledek temannya sambil tertawa.
“Yang benerr… kamu itu sering
jahil ke aku jadi aku ga percaya, mana hpku cepat aku mau pakai nih”.
Kemudian salah satu pengurus asrama
mendatang, “Yuna kamu tenang dulu ya jangan panik, handphone milikmu, Laras dan Kirana tidak ada ketika pulang dari
kegiatan tadi, kami dari pengurus sedang mencoba untuk mencarinya sekarang”.
Mendengar itu badan Yuna langsung
lemas, dia terduduk di lantai
dan melihat kedua temannya dan handphone-nya
yang hilang menjadi terlihat sangat pucat. Yuna tidak bisa merasa tenang,
bagaimana kalau hpnya benar benar hilang untuk selamanya? Bagaimana dia memberi
tahu orang tuanya di rumah
bahwa hpnya hilang? Pertanyaan itu terus muncul di kepalanya. Yuna sedih handphone-nya hilang tapi dia lebih
sedih lagi mengingat kedua orang tuanya harus mengeluarkan uang untuk membeli handphone untuknya, ia merasa menambah
beban kedua orang tuanya.
Pihak pengurus membantu melacak hpnya, ketika dilacak posisinya sangat dekat
dengan asrama namun ketika didatangi handphone itu tidak ada. Yuna curiga
dengan pria yang dia lihat sebulan lalu. Namun tidak ada yang bisa dia lakukan
walaupun dia mencurigai pria itu. Dia tidak tahu identitasnya dan di asramanya
tidak ada CCTV. Kini Yuna hanya bisa pasrah. Handphone-nya hilang bak ditelan bumi. Tidak ada kemungkinan ia bisa
kembali. Semua momen yang Yuna abadikan bersama keluarga, teman juga hilang
bersama dengan handphone kesayangannya.
Semua file penting untuk kuliah Yuna pun juga hilang.
Mengetahui hal itu Yuna tidak tahan
lagi. Ia meminjam hp temanya dan menghubungi Ayahnya. Ia video call dengan Ayahnya, ia mencoba menahan tangisnya tapi tidak
bisa. Ia memberi tahu Ayahnya sambil menangis.
“Ayah handphone-ku diambil orang, Yah, huhu….” ucapnya sambil menangis.
Ayahnya tampak kaget dengan hal itu namun Ayah mencoba menenangkan Yuna.
“Yasudah sayang nggak papa nanti
Ayah bilang ke Ibu nanti adek pulang dulu ya ke rumah, bisa kan sayang? sudah
gapapa jangan nangis lagi ya”. ucap Ayahnya.
Yuna hanya bisa mengangguk lesu dan
mengakhiri teleponnya.
Setelah salat dhuhur Yuna dijemput
Ayahnya untuk pulang. Baru melihat Ayahnya Yuna langsung menangis. Ayahnya
mencoba menengkannya lagi. Selama perjalanan Yuna menangis sampai ke rumah. Di rumah ketika melihat Ibunya Yuna
langsung meminta maaf.
“Ibu Yuna minta maaf ya Bu, Yuna
ceroboh sekarang handphone Yuna
hilang, Ibu harus beli lagi, keluar uang lagi, Yuna cuma bisa nambah beban Ibu
saja”. ucap Yuna sambil menangis.
“Ya Allah Yuna tidak apa-apa sayang,
melihat kamu nangis sampai seperti ini Ibu malah jadi sedih, Ibu ngga marah
Yuna, Ibu malah khawatir kasihan sama kamu handphone
lagi dipakai untuk kuliah malah hilang nanti bagaimana kamu sekolahnya, nanti
habis ini kamu mandi siap-siap ya beli handphone
sama tantemu”. Jawab Ibu Yuna.
Mendengarnya Yuna malah jadi tambah
menangis, pasti Ibunya mengusahakan mencari uang untuk handphone barunya, tanpa
Yuna tahu bagaimana usahanya entah meminjam saudara atau menggunakan uang
tabungan yang Ibu punya.
“Ibu langsung beli apa sudah ada
uangnya? Kalau saja hpku tidak hilang pasti uang itu bisa dipakai untuk
keperluan Ibu yang lebih penting. Maaf ya, Bu”. Jawab Yuna. Yuna tidak bisa
berhenti menangis, matanya sudah sangat sembab dan berat untuk membuka matanya.
“Nggapapa sayang, uang itu urusan
Ibu sama Ayah kamu ngga perlu memikirkan itu, namanya musibah siapa yang tahu,
kalau boleh diminta pasti kamu tidak mau itu terjadi kan, handphone itu berarti bukan rezeki kamu, sekarang dijadikan
pelajaran lebih berhati hati, jaga barang barang kamu di sana ya? Sudah tidak
apa-apa jangan nangis lagi, ah”. Jawab Ibunya.
Yuna mandi sambil mencoba berhenti untuk menangis. Ia masih memikirkan handphone-nya yang hilang. Ia juga
merasa bersalah kepada tantenya karena handphone
itu adalah pemberian darinya.
Singkat cerita Yuna dan tantenya
pergi membeli handphone. Dalam
perjalanan pulang Yuna meminta maaf kepada tantenya karena telah menghilangkan handphone pemberiannya.
“Te, maafin Yuna ya, Yuna ngga
amanah menjaga barang pemberian dari Tante.” ucap Yuna.
“Iya nggapapa lain kali hati-hati,
sekarang sudah beli yang baru jadi yang sudah hilang jangan dipikirkan, nanti
kamu nangis terus malah sakit gara-gara memikirkan handphone, nanti Ibumu sedih terus keluar uang lagi malah untuk
memeriksakan kamu, jadi sekarang yang sudah ya sudah diikhlaskan ya.” ucap
Tantenya dengan lembut.
Yuna hanya bisa mengangguk lesu. Walaupun
sekarang sudah ada gantinya Yuna tetap berharap handphone lamanya kembali walaupun itu mustahil. Kenangan dalam handphone itu sangat banyak. Handphone itu bagaikan saksi bisu
perjalanan Yuna. Perjuangan Yuna masuk kuliah, foto Yuna dan teman-temannya
ketika SMA, Yuna bersama keluarganya dan lainnya semua ada di situ. Namun Yuna
mencoba mengikhlaskan seperti yang Ibunya bilang mungkin itu bukan rezekinya.
Dari pengalaman yang sudah dilalui Yuna untuk pertama kalinya adalah selalu
berhati-berhati, jangan ceroboh dan harus mencoba ikhlas dengan apa yang sudah
terjadi, selalu berbaik sangka kepada Allah atas apa yang terjadi karena apa
yang Allah tetapkan untuk kita pasti itu yang terbaik.
Tentang Penulis
Penulis
bernama lengkap Sofiatun Eksa Saputri. Tempat lahir di Banyumas 18 Juli 2003.
Ia adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia adalah alumnui SMK Negeri 1
Purwokerto jurusan Perkantoran. Saat ini sedang menempuh pendidikan S1
Universitas Islam Negeri Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Alamat lengkap
Karang Tengah, Baturraden RT 03/06 Banyumas, Jawa Tengah. Kontak Handphone : 085763881497.