Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Dewandaru Ibrahim Senjahaji

Admin by Admin
5 Juni 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

Di Pameran Lukisan

 

Di
pameran lukisan, aku tidak sendiri, aku bersama para lukisan yang memajang
pelukis-pelukisnya,  warna dan garis,
tebal dan tipis, sangar dan manis, serta segala yang cair di kepala seorang
pelukis.

 

Aku masih
ingat saat kau menanyakan “tak adakah galeri di kota ini?” aku hanya
menggeleng. Kota ini punya cerita, Sokaraja dan surga bagi para lukisan.
“Iyakah? Bagaimana? Kau bisa cerita?” Kau bertanya seperti pelukis
yang kehilangan catnya.

Tapi
kau tak perlu menanyakan hal yang tak dapat kujawab. Sebab kota ini pun penuh
tanda tanya.

 

Di
hadapan sebuah lukisan mukamu berkerut. Lalu kita berdebat soal teknik yang
hebat atau makna yang begitu lebat di balik bentuk dan warna yang rapat.
Seperti seorang maestro, kau dengan semangat mendongengkan kisah
lukisan-lukisan dan seketika aku merasa berada di tengah-tengah jamuan makan
malam antara Afandy, Jackson Pollock, Raden Saleh, Vincent Van Gogh dan Pablo
Picasso.

 

Aku
tidak benar-benar sendiri, aku mendengar kau berbicara dari lukisan ke lukisan:
“ini teknik tinggi, ini sedih sekali, bagus, aku suka warnanya!”. Kau
menarikku ke hadapan lukisan kendi: “ini persis seperti tubuhmu ” kau
lantas tertawa. Aku memasang wajah kesal dan tawamu makin renyah sambil kau
menepuk pundakku.

Menyenangkan
melihat kau kembali utuh menjadi perempuan.

 

Sampai
di lukisan yang paling ujung, aku agak maju dan kau sedikit di belakangku.
Sebuah lukisan berwajah perempuan menenteng canvas dan kuas berjalan di kota
yang subur dengan buku dan puisi. Aku menggodamu dengan mengatakan perempuan
ini lebih cantik dari lipstik dan bedakmu.

 

Kau
diam, aku maju sedikit lagi dan menenggelamkan pengamatanku ke lukisan
perempuan yang wajahnya mirip denganmu itu. Tercium aroma cat basah yang kau
suka. Lihatlah perempuan ini betul-betul lebih cantik dan sepertinya tak suka
menggerutu.

 

Kau
tetap diam. Kupikir aku gagal melucu. Kubalikan badan. Dan yang kulihat
hanyalah galeri yang sepi meski dengan lukisan-lukisan yang ramai. Bau cat
basah kembali menusuk, persis seperti bau cat basah saat pertemuan pertama kita
di depan lukisan yang kau beri judul “Rumpang”.

 

Aku
berbalik dan bermaksud menenggelamkan diri di lukisan perempuan yang wajahnya
mirip denganmu. lukisan itu telah lenyap, hanya ada tembok kosong yang dingin
dan pucat. Dua pengunjung yang tersisa di galeri menatapku dengan mata kosong
dan geli.

 

Sepintas
aku mengingat keinginanmu. Berkunjung ke galeri mengamati warna dan garis
bekerja lalu menenggelamkan diri dalam diskusi. Perlahan, aku berjalan melewati
pintu keluar dan berkata dalam hati : aku akan ke pameran lagi dan menemukanmu
kembali.

 

Purwokerto, 10 Agustus 2021




 

Ada Yang Patah Hari Ini

 

Ada
yang  patah hari ini

Seorang
perempuan meninggalkan kekasih hati

Dan
seorang penyair kehilangan puisi.

 

Ada
yang patah hati ini

Seorang
perempuan tertatih berjalan sendiri

menyusur
hiruk pikuk luka-luka

di
jalan kota yang ramai, namun sepi.

Seorang
laki-laki terhimpit sedihnya sendiri,

ia
gagal menyelamatkan ingatan

yang
selama ini ia rawat dalam puisi.

Anak-anak
diksi tertimbun dan mati.

 

Ada
yang patah hari ini

Jembatan
penyeberangan antara laki-laki  perempuan

yang
dibangun dari tiang-tiang doa penyangga malam telah runtuh.

Tidak
ada suara, tidak ada sapa, atau lagu-lagu

yang
terdengar dari ujung bibir ke ujung bibir.

Laki-laki
dan perempuan hanya bisa

saling
mengintip di kejauhan, melalui kotak kecil

dan mengutuk
lelah masing-masing.

 

Ada
yang patah hari ini

Seorang
laki-laki dan seorang perempuan  berjalan
sendiri-sendiri

diantara
puing-puing doa yang mereka bangun bersama.

Segalanya
telah runtuh, sedang luka semakin tegak.

 

Ada
yang patah hari ini

Seorang
perempuan pergi

dan
seorang penyair kehilangan puisi

 

Purwokerto, 29 Juli 2021




 

Satu Tahun

 

Satu
tahun yang begitu panjang

Telah
lewat dengan cepat seperti kilat

Dan
sedetik kemudian gemuruh guntur

Mengubah
kita menjadi anak kecil yang ketakutan.

 

Perpisahan
adalah ruang yang sesak dan kejam

Sebab
di sana pintu luka telah dibuka selebam-lebamnya

Dan
kita masuk ke dalamnya

Seperti
seekor singa tua yang pulang setelah kalah perang

Tapi
kita musti tahan, seperti katamu yang naif:

Kita
tak boleh berlama-lama saling menyakiti.

Padahal
kaulah yang memikul kesakitan paling besar

 

Baiklah,
jika aku dan kau

Musti
sepakat dengan pilihan-pilihan

Dan membangun
kesepakatan dengan Tuhan

Untuk
pilihan-pilihan atau kembali pada pertemuan

Di
hari yang lain.

 

Purwokerto, 19 September 2021




 

Sajak Seorang Penyair Kepada Perempuan Yang Hampir Jadi Pacarnya

 

Masih
adakah yang tersisa

Dari
jalan sepanjang Purwokerto-Madiun Madiun-Purwokerto

Selain
siang yang berpindah sore

Dan
selain malam berganti pagi

Yang
semuanya terasa begitu malam

Aku
tidak melihat matahari terbit

Atau
matahari tenggelam

Sebab
langit-langit telah runtuh

Setelah
kabar pertunanganmu

 

Di
sepanjang jalan Purwokerto-Madiun Madiun-Purwokerto

Lubang-lubang
jalan kalah bobrok

Dengan
luka batin yang koyak

Aku
telah jauh-jauh ke kotamu

Bersama
rasa kantuk dan lelah badan

Semata-mata
bukan hanya untuk

Menemui
pagar rumahmu yang beku

 

Aku
ingin menyembuhkan ingatan bahwa

Tidak
ada apa-apa di antara kedekatan kita

Dan
kesenangan kemarin hanyalah profesionalitas kerja semata.

Aku
berdiri di depan pintu pagar rumahmu

Lampu
teras masih menyala

Tapi
tujuh kali aku mengetuk telfonmu

Tujuh kali pula kau menolak telfonku

WhatsAppmu
online dan pesanku centang dua biru

Tapi
pintu pagar tetap dingin dan beku.

Setelah
tujuh menit berselang

Dari
puntung ke lima yang kubuang

Akhirnya
aku harus pulang

Dengan
membawa kekosongan yang penuh.

 

Aku
tidak menyesal menyusur jalan Purwokerto-Madiun

Madiun-Purwokerto
dalam semalam

Meski
begitu terasa kantuk dan lelah badan

Lubang-lubang
sembarangan

Atau
bensin yang menguras sisa-sisa uang gajian

Aku
tidak menyesal menyusur jalan Purwokerto-Madiun Madiun-Purwokerto

Sebab
setelah pulang dari kotamu,

Purwokerto
telah menjadi ruang baru;

Sebuah
museum lapang

yang
menyimpan kau dan aku.

 

Purwokerto, Juni 2021




 

Tiba-tiba Desember

 

Tiba-tiba Desember,

tahun bergerak seperti laju kereta

dan bulan-bulan sebelumnya

adalah pemandangan-pemandangan yang terlewat di
jendela.

Kau berada di kereta lain,

merasakan tiba-tiba Desember,

tahun bergerak seperti laju kereta

dan bulan-bulan sebelumnya

adalah pemandangan-pemandangan yang terlewat di
jendela.

kita musti turun di stasiun berikutnya

membeli tiket ulang, dan duduk di gerbong yang
sama,

lalu kembali menikmati tahun-tahun berjalan

dan bagaimana takdir bekerja.

 

Purwokerto, Desember 2021





Tentang Penulis

Dewandaru Ibrahim Senjahaji, lahir di Banyumas 03 Juni 1994. Awal
berproses di Sekolah kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP). 
Beberapa puisinya termaktub dalam antologi puisi Dari Negeri Poci 6 “Negeri Laut” (2015), “Matahari Cinta Samudra Kata” (Yayasan Hari Puisi Indonesia, 2016), Dari Negeri Poci 7 “Negeri Awan” dan lain sebagainya. Tinggal di Desa Pasir Lor RT 03/02 Kecamatan Karang Lewas, Kabupaten Banyumas. Sekarang menjadi teman belajar anak-anak
SMK N 2 Purwokerto. 

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In