OTSU, SUATU SORE DI PENGHUJUNG MUSIM SEMI*
sebentar lagi saat berangkat
jadi tetapkanlah hati
karena tak ada gunanya lagi berharap :
matahachi,
sang matahati
telah menyia-nyiakan sutra yang bersulam ribuan
cerita tentang kesetiaan…..
ikutlah takuan memecah hening malam
mencoba mencari perusuh yang menggores luka
(barangkali ia sembunyi dalam dukamu sendiri)
engkau bisa menghukumnya, otsu
bukan takezo, tetapi harapan yang membubung tinggi
hukumlah mati..dan biarkan pesta bunga di kuilmu abadi
Maret 2010
*Otsu, salah seorang tokoh dalam kisah Musashi
KIDUNG CINTA PESISIRAN
: batik rifaiyah, batang
Ada yang berbeda ketika kukunjungi
warna-warni pada pagi hari di rumah pelangi.
Selepas duha, seronok merah, biru, coklat berbaur
saling betutur senyap, meneteskan bening pada
belanga hari yang bising.
Di sana sunyi tidak menikam warna, karena daun dan
bunga mesti melukiskan kisah penciptaannya.
Melukis tiga negeri, seorang perempuan berkidung petuah
dan bersyair syariah, meliukkan canting pada selembar
kain
yang seia berzikir.
Ia menasbihkan setia pada semarak warna, dan kerinduannya
menjadi permata: kidung-kidung berkilauan dari gema
kedalaman.
Jiwa merdeka, jiwa merdeka.
Engkaulah kini yang mengabadi pada selembar kain
pesisiran
rantai tirani tak sanggup membungkam nyanyian kebenaran.
Mekar-mekarlah bunga, ranum ranumlah daunnya.
Dan pada liukan pelo ati, kau dedah kalbuku yang penuh
kotoran
dan debu, hingga kurindu sejarah mencelup diri pada deru
nafasmu.
Depok, 2018
NAILAH, DAN LELAKI TUA YANG PEMALU
Lelaki itu bernama Utsman bin Affan. Tak ada yang
dilihatnya
selain uban putihnya dan ketuaannya. Tetapi ketika
didengarnya
lembut suaranya: “Tak akan kau temui padaku selain
kebaikan”,
maka hari-harinya kemudian seladang bunga.
Nailah, Nailah. Engkaulah yang telah tuntas mengecupi
madu
pelaminan, bersama lelaki pemalu dan lembut hati, pemilik
kepingan-kepingan dinar, tanah wakaf, pembeli sumur yang
airnya
masih terus mengaliri jiwa-jiwa dahaga.
Nailah, Nailah. Engkaulah itu, yang meniti hari-hari
kelam
ketika lelakimu berpulang dengan mushaf di tangan.
Engkaulah
yang membela keagungan cinta dengan jari-jemari lentikmu
yang beradu dengan pedang nafsu, dan darah menjadi saksi
atas api sucimu.
Hari-harimu kemudian sepi, dan kau tudungi paras ayumu
demi menjaga api cintamu pada lelaki itu, sang lembut
hati yang
menaklukkan kemudaanmu dan mendekapmu di bawah cahaya
purnama.
Nailah, Nailah. Kesepianmu tak sia-sia. Betapa banyak
gadis
kemudian menyulam kisah cintamu pada selembar sapu tangan
dari potongan perca yang tersisa dari masa lalu itu,
tetapi tak ada
yang seberani engkau menempuh hari-hari sepi, ketika
kekasih
telah pergi.
Perhiasan apalagi yang paling indah dari kesetiaan bunga
yang menjaga harumnya hingga kelak tiba masa, ketika
pemilik taman merindukannya, dan Tuhan menjemputnya
menuju kebun cantiknya di surga?
Engkaulah itu, Nailah. Yang membuat gadis-gadis bertanya,
seberapa banyak takaran cinta yang semestinya diberikan,
jika
lelakinya kelak tak setua dan selembut lelakimu, tak juga
mengajaknya meniti jalan cahaya.
Aku merenungi cinta, betapa banyak yang terbuang sia-sia.
Aku merindui cahaya, Purnama dari bukit wada yang
mengajarkan cara mencinta, menampung banyak jiwa dalam
satu jiwanya, dan semua ditumbuhkannya menjadi bunga.
Di tanganku sekarang, kusulam kerinduan, bertangkai sepi
dan berdaun airmata, yang menggenangi hari-hariku di
sela-sela
derai tawa yang menyembul pada setiap tusukan, membuat
dukaku
memerah jingga.
Depok, Rabiul Awal 1440 H
MIMPI
SORE, DALAM KERUDUNG MELAMBAI
:
renaka, aura
kita
bertiga. emak, dan dua anak
melewati
sore dalam kerudung melambai
menyusuri
basah jalanan
yang
dibuai angin selepas hujan
mata
kita yang bicara
lebih
paham maknanya cinta
dan
senyum kita tertahan
kala
melewati bocah bocah bergulingan
mendekapi
lapangan. tak peduli bola terlempar
: apa
pentingnya
kalah
dan menang?
dan
kita menjadi kanak-kanak
yang
riang menyisir hari
saling
menyapa dalam senda
menjentik
daun yang terulur
manja.
karena ia pun memiliki kedalamannya
dan
sambil bersenandung
gendong
sejenak anak tukang bubur
cium
polosnya. lihat matanya
mungkin
saja tersimpan tawa kita kelak senja
tak
berpura. bersahaja
ubun
ubunnya wangi surga
Depok,
Oktober 2018
MELATI,
RAHASIA, DAN PAGI HARI
diam
-diam kupetik sekuntum hatiku
yang
basah. lalu menaruhnya
di
ruang tamu, di dapur, di kamar tidur
di
kening putriku, di semangkuk sarapan suamiku
lalu
ke kebun aku pergi
sekuncup
melati tersenyum
dan
mengucapkan salam
menghadiahkan
putihnya
yang
berembun sebening hujan
aku
membungkuk dan berkata sopan:
‘terimakasih, sesungguhnya permata yang
seia akan bersua”
dan
kami bertukar cerita dalam diam
karena
rahasia lebih nyaman jika tersimpan
Depok, Oktober 2018
SI BUTA DAN PENDAYUNG PERAHU
1/
Yang meraba malam itu. dialah yang
beruntung. menemukan semburat cahaya
yang tersembunyi di senyap gulita
: alangkah indah Tuhan bermain rahasia
2/
Di malam-malamku angin mendesir
membekap pandangku dengan butiran
pasir. sayup kudengar suaranya samar:
jadilah rindu, butakan matamu
temukan tongkat itu. ia pernah terapung
di sebuah telaga masa lalu. kau pungut jadi
dayung. sambil bersenandung sembilu
airmatamu berkabar pada Nuh
tentang kedatanganmu
3/
Pada pagi yang basah dan buta
kusandarkan perahuku. dari balik halimun
kulihat jejak malam. dayungku menyibak kelam
daun dan bunga hampir tenggelam
maafkan, bisikku lirih. airmataku?
aku bertanya sopan. sudah sampai duluan
jawab mereka perlahan. aku bergegas menyaput
kesah. mencecap madu sebuah kisah
Depok, Rabiul Awal 1440 H
Tentang Penulis
LISTIN WAHYUNI, lahir di
Sleman Yogyakarta, Indonesia. Karya-karyanya dimuat dalam Antologi “100 Puisi
Tema Ibu se-Indonesia” (Sastra Welang Pustaka, 2012), Antologi “Kaung Bedolot”
Sayembara Sastra Sawtaka Nayyotama 2013. Beberapa puisinya juga terikutkan
dalam antologi puisi cinta” Di Tangkai Mawar Mana” ( Sastra Welang Pustaka,
2014), juga” Kitab Puisi Perempuan Indonesia” (Getar Hati, 2018) dan Antologi
“Pesisiran” DNP 9 (2019). Salah satu puisinya “Si Buta Dan Pendayung Perahu”
mendapat penghargaan dalam lomba puisi Islami Sabah Malaysia. Tinggal di
Yogyakarta. Kontak email: wahyuniduryat82@gmail.com