BAGAIMANA BISA KUTINGGALKAN IBU?
aku rumini, usia 28 tahun
asal desa candipuro
lumajang di kaki Semeru
namaku kemudian
tercatat di langit
dikenang di bumi
sejak
anakanak, ustad
mengajarkan
cintailah ibu
karena
rasulullah menganjurkan
“cintai
ibu melebihi dari
manusia
di bumi ini.”
demikian,
tiga kali kanjeng
nabi
menyebut ibu ketika
ditanya
siapa yang patut
dicintai
di dunia ini? “lalu ayahmu!”
lelaki
yang menikahi ibu
hingga
menjadikan aku ada,
adalah
orang yang keempat
untuk
dicintai
jadi
bagaimana bisa kutinggalkan
ibu
sendiri, dengan tubuh
rapuh.
tak lagi bisa berjalan
apalagi
lari dari buruan lumpur panas
yang
disemburkan semeru?
meski
berkalikali ibu menyuruhku
lari
dari kematian ini
berulang
ia tolak tanganku
memeluk
untuk membawanya;
“ibu
bahagia ada di rumah
ini,
menjaganya,” seakan
ibu
membisikkan itu di telingaku
aku
menatap wajah ibu
ke
dalam matanya yang
bening.
di situ, ya Allah,
kulihat
sajadah terbentang
hingga
ke langit lengang
“begitu
terang,” gumamku
dan
jalanjalan terbuka
ke
satu pintu: illahi
lalu
kupeluk erat ibu,
wajahnya
lekat di dadaku
dan
kuciumi ibu berjuta
kali.
tak kurasa lagi ketika
empasan
lumpur panas
mendorongku
dan ibu
ke
dekat dapur. berpeluk
dan
wajah kami berpupur
lumpur.
legam
“tapi,
kuyakin Tuhan
menerima
kami bahagia;
tangan
malaikat membopong
kami…”
suara Rumini
kini
kami dengar
dan
mencatat:
perempuan
indonesia,
menginspirasi
setiap anak..
namaku rumini
hidup di candipuro
lumajang kaki semeru
kau saksikan aku mati
memeluk ibu amat kukasihi
erat sekali
ibu yang bernama salamah
tertimbun dan mutung
oleh lahar panas
2021
STASIUN TANJUNGKARANG
pagi
tak mengucap salam padaku
namun
langsung menyilakan aku
duduk
di kursi tunggu. di luar
deru
kereta telah menunggu
ke
mana pagi ini ingin pergi?
rel
kereta yang masih dingin
dengan
gigil bertanya. aku
tak
sanggup menjawab; perjalanan
masih
jauh, tebaktebakkan belum
tentu
tertebak
rel
kereta api masih panjang
dan
tak akan pernah bertemu
namun,
apakah aku juga
akan
sampai di stasiun lain?
kau
kini yang mesti menjawab
2 April 2022
DI KURSI KERETA
di
kursi kereta yang belum bergerak
kudengar
jelas gigi gemeretak
ah,
bukan, tapi jantungku berdetak
seakan
ada yang menggoda
kelak,
ketika aku tiba di kotamu
yang
dulu memerammu jadi ranum
dan
aku senantiasa tergoda
ingin
seperti adam yang digoda
hawa
mencicipi buah itu
sampai,
sampai…
aku
memelukmu di kota
yang
dulu begitu asing
kecuali
kukenal ranummu
mencium,
memeluk
kereta
yang berpacu
dan
aku di kursi
yang
membuatku kaku
020422
TERSERET JAUH
sejauhjauh
perjalanan,
air
juga dalam pandangan
sejauhjauh
menyisir daratà n,
laut
dan sungai jadi pesisir
tapi,
bagaimana keberadaan
air
sekarang?
sumur
yang bau karat
pakaian
jadi kuning,
warna
besi tua
siapa
yang ulah?
“telah
tampak kerusakan
di
bumi kaŕena tangan
manusia,”
Tuhan mengingatkan
dan
kita terus menggali tanah
sedalamdalamnya
melubanginya
jadi tambang
biarpun
kelak kita bimbang
:
tenggelam bersama!
ditimbun
air yang
bergelombang
amat besar
bah?
tsunami?
ah!
aku dan kau sudah terseret jauh
bukan
ke kapal nuh
bukan…
Maret 2022
BUMI: AIR DAN TANAH
bumi
ini ada karena air dan tanah
Indonesia
disebut negara
sebab
punya tanah air
manusia
tanpa air, tak
‘kan
lama bertahan
maka
telah tampak kerusakan
di
bumi, siapa dia?
air
yang berlimbah
sampai
ke rumahrumah
hutan,
gunung, bebukitan
yang
kini rusak parah,
siapa
pula yang rakus itu?
tanah
ditambang
air
dikuras
siapa
yang korban?
2022
Tentang
Penulis
Isbedy
Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan
sampai kini masih menetap di kota kelahirannya.
Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga
karya jurnalistik. Dipublikasikan di berbagai media massa terbitan Jakarta dan
daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa
Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia,
Tanjungpinang Pos, dan lain-lain.
Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa
Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk
25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua
dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020).
Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota
Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi
Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu
Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi, dan Kau
Kekasih Aku Kelasi (Siger Publisher, 2021), Masih Ada Jalan Lain Menuju Rumahmu (Siger Publisher, 2021), Tersebutlah Kisah Perempuan yang Menyingkap
Langit (Teras Budaya, 2021), Buku
Tipis untuk Kematian (basabasi, 2021), Mendaur
Mimpi Puisi yang Hilang (Siger Publisher, 2022) dan Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan (Siger Publisher, 2022).
Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting,
Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke
Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku
Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020), Malaikat
Turun di Malam Ramadan (Siger Publisher, 2021).
Isbedy pernah sebulan di Belanda pada
2015 yang melahirkan kumpulan puisi November Musim Dingin, dan sejumlah
negara di ASEAN baik membaca puisi maupun sebagai pembicara. Beberapa kali
juara lomba cipta puisi dan cerpen.
Proses kreatif Isbedy Stiawan ZS menjadi
tesis Pascasarjana Fitri Angraini di FKIP Universitas Lampung (Unila) kemudian
terbit sebagai buku bertajuk Dunia
Kreatif Isbedy Stiawan ZS (editor Maman S. Majayana, Penerbit Aura
Publisher).