MENGGUNTING KUKU
bangun
tidur
subuh
tiba-tiba
saja
aku
ingin menggunting kuku
hari
itu, sabtu
dan,
aku ingat ibuku:
jangan
gunting kuku di hari …
ah, aku
lupa
betul-betul
lupa
maaf,
bu
aku
sering lupa
aku mau
tanya
oya,
aku lupa
ibuku
sudah tiada
Jakarta,
17 April 2020
(h-2 tiga tahun ibuku)
MENGGUNTING KUKU II
usai
subuh
Yaa
Allah
aku
ingat
ini
jumat
oh, ibu
ini
bukan sabtu
aku
bisa menggunting kuku
maaf,
bu
aku
sering lupa
ibu ada
Jakarta, 17 April 2020
DI KASUR
–
dari Fahmi
pulang
kerja
seperti
biasa
lelaki
itu
menggembol
tas
yang
kata kawannya berisi
bola
meriam
direbahkan
pegal di punggung
nyeri
di pinggul
dan
hangat di tengkuknya itu
di atas
kasur
tubuh
tergolek
berdarah-darah
tercabik-cabik
gagak-gagak
seorang
bocah menatap
dengan
mata sejatinya
menggusah
dengan
tangan mungilnya
“Hush, hush, hush …”
gagak
beterbangan
bersama
doa-doa
lelaki
itu terperanjat:
memeluk
tubuhnya
erat
Jakarta, 13 Agustus 2020
KE
KUBURAN
Aku
masih ingat betul
Menjelang
Asar
Langit
mendung
Di
beranda ramai pelayat
Di
dalam keranda jasad
Terbaring
bersedekap
Dan
lelaki itu sudah sejak awan
Bersedu
sedan dan hampir pingsan
Kiai
melayangkan doa-doa
Santri-santri
dan keluarga
Mengamini
Dan
dengan bacaan Tahlil
Ditaburkan
bunga-bunga di jalan
Tempat
lewat iring-iringan
Di
kuburan
Liang
sudah selesai
Disiapkan
Rintik
air turun bersama
Tubuh berkain
kapan
Aku
turut menurunkan
Tubuh
Dengan
pelan
Dengan
gemetar
Suara
azan di bibir
Dan
kerongkongan
Dengan
kedua tangan
kututupi
dengan tanah
tubuh
itu:
Tubuh
ibuku
Rabbi laa tahrim ummi minnal
jannati fihii lam tahrimnii syai’an fiddunyaa
Jakarta, 8 September 2020
4:30 WIB
SEBELUM MATI
laa
diayun ke atas
ilaa
diayun ke kanan
ha
diputar ke atas
illAllah
hantam ke hati
berkali-kali
berkali-kali
berkali-kali
sampai si lelaki
sadarkan diri;
kembali
Jakarta, 13
Agustus 2020
SEPERTI MENONTON FILM
Aku di rumah
Juga bapak dan adikku
Keadaan tampak meriah
menyambut kedatangan seseorang yang lama dinanti
Ya, Mama. Ibuku, akan tiba setelah lama pergi
Di situ aku sudah berniat memeluk Mama
seerat-eratnya, sehangat-hangatnya,
dan bakal lama tak kulepaskan
Adikku yang kecil memeluk tubuh kami berdua di bawah
Sementara bapak berdiri, senyum, dan menangis haru
Sebab, bertahun lamanya Mama tak ada
Aku beranjak, mencerna apa yang tadi kurasa
Ada sisa-sisa haru, betapa senangnya menunggu tiba.
Lalu, setelahnya hilang, lenyap, terhempas
seperti bulu-bulu bunga dandelion dihembus mulut dunia
yang terjaga
Terbang ke awang-awang:
kosong
Kedua kalinya ini terjadi
Seperti menonton film
Dan aku di dalamnya
Adegan itu begitu nyata, di kepala
Di tidurku
Yang mungkin diselimuti rindu
Jakarta, 28 Mei 2022
Bakda Subuh
Tentang Penulis
Wahyu Noerhadi, lahir
di Bogor pada 21 Mei 1993. Pernah menginisiasi hadirnya Komuniss (Komunitas
Menulis Santri) di Ponpes Fathul Huda Purwokerto, dan dulu bergiat di Komunitas
Teater Didik IAIN Purwokerto, Sekolah Kepenulisan Sastra Peradaban (SKSP) IAIN
Purwokerto, dan Matapena Banyumas. Sempat menjadi editor sekaligus penulis kata
pengantar di buku kumpulan puisi Di Bawah Sadar Di Atas Sadar. Juga
penulis epilog di buku Pohon Dakwah seri ke-2 (Mitra Media, 2014).
Beberapa tulisannya terhimpun dalam antologi Creative Writing (STAIN
Press, 2012), Pohon Dakwah (Mitra Media, 2013), Pilar Puisi
(kumpulan puisi; STAIN Press, 2013), Kampus Hijau (kumpulan puisi; STAIN
Press, 2015), Rodin Memahat Le Penseur (kumpulan puisi; UKM KIAS, 2015),
Pancasila, Budaya Virtual, dan Globalisasi (kumpulan esai; OBSESI Press,
2014), Misteri Jodoh (kumpulan cerpen; LKiS, 2014), dan antologi puisi
bersama D. Zawawi Imron, Hanna Fransisca, Abdul Wachid B.S., dkk, di buku Di
Bawah Sadar Di Atas Sadar (Forum BKI, 2014). Selain menulis karya sastra
dan setelah hijrah ke Jakarta, ia lebih giat menulis berita dan opini untuk
media daring, juga jurnal serta buku antologi terkait ilmu komunikasi dan media
baru (new media). Saat ini, dirinya domisili di Jakarta, tepatnya di Jl. Kramat
Sentiong, Senen, Jakarta Pusat. Dapat dihubungi via email:
wahjoenoerhadi@gmail.com atau No. Hp: 081280710440.