Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Ajis Sukriyadi

Admin by Admin
11 Agustus 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

DILEMA SENJA


1/

Kalau waktu bisa berwarna seperti senja

Kan kupilih warna merah yang memanjang untuk kau simpan di matamu

agar hilang sudah bayang-bayang kesepianmu

menyisakan bola matamu yang berawan,

kenangan yang menenggalamkan.

aku hanya melihat tanpa berbuat

bukan tak bisa tapi aku tak kuasa

dalam sepiku aku terjatuh sebelum bangun.

Ada yang lebih kejam ketimbang jatuh hati

Kesepian itu sendiri.

Senja yang meleleh di matamu
membekukan segala ingatanku.

 

2/

Yang terbayang sebelum menghilang adalah wajahmu sebelum terbenam

Setiap cahaya yang menyentuh pipimu, senyummu bahkan lesung pipimu

Adalah puisi yang tak pernah selesai kupahami.

Bukit-bukit yang menyisakan cerita pada lerengnya telah berjatuhan

Menjadi bongkahan masa lalu yang berserakan dibiarkannya

Berteman dengan belalang dan serangga menjadi teman sepi.

Kini malam menjelma nyanyian dikesepian yang menggigil ingatan

Tidak ada lagi pengantar senyum sebelum fajar datang atau

Senja yang mulai bergelantungan di wajahmu.

Puing-puing waktu yang berserakan, jam yang semakin ganas menjerat
ingatan

Detik yang semakin cepat menggulung pikiran

Adalah kesakitan bagi rindu menunggu datangnya fajar

Agar menunggu senja datang tidak terlalu mengambang.

 

3/

Malam semakin menepi sepi yang mulai diseret hati

Mengeja dari pagi sampai pagi kembali

Didalamnya adalah namamu yang mengisi tanpa mengenal henti

Menunggu datangnya senja sama saja bunuh diri pada serpihan waktu

Yang memburu setiap mengingat jalan menuju kesepian

Doa adalah aku yang masih terbata-bata

Tapi terbata-bata bisa menjadi doa terkabul jika hati yang mengisi

Menjadi benang bagi langit-langit yang mulai dipenuhi awan.

Biarlah menunggu dengan doa saja di ruang menyepi.

Setidaknya memilikimu tidak bisa, mengabadikanmu dalam puisi saja

Itu hadiah dariku.

 

4/

Tidak ada luka yang abadi begitupun tidak ada kesendirian yang
kemanjangan

Garis-garis waktu yang menjuntai akan selalu berputar mengantar
impian

Hanya pilihan yang akan menentukan, berdiam atau mengikuti waktu

Dengan membawa segala kenangan yang kadang berloncatan meminta
rehat

Untuk sesekali mengulasnya menjadi burung-burung atau bintang.

Menulis ingatan tentang persitiwa singkat adalah hadiah waktu yang
diberikan

Ketika matahari mendesak pergi.

Tidak ada lagi senyum, sebab sudah kuduplikat dalam puisi.

Sebelum kepergianmu mengundang rindu.

Akan tinggal saja di sini bercengkrama dengan sepi dan rindu
menjadi burung merpati

Di kala puisi sudah menampung namamu

Kemudian akan diterbangkannya lewat zaman untuk mengantarmu abadi.

 

5/

Ketika mendekat ke senja, lagi-lagi waktu menertawakan, awan riang

Bergerak menyalami sepi, burung-burung bernyanyi kesedihan, warna
senja

Bergerak perlahan untuk melihat hujan di samudra. Begitulah aku
ditunggangi waktu.

Ketika warna senja mulai menggantung di langit dan awan menggambar
siluet

Pohon mulai tenggelam, jalan mulai lengang tinggalah seorang anak
yang menggambar senja

Tanpa kuas atau kanvas.

Ia menggambar dengan hatinya, wajahmu sebelum terbenam.

 

6/

Mencari kefanaan sudah pasti

Tinggal bagaimana puisi mengabadi

 



 


SENJA DI WAJAHMU

 

Sore;

Lukisan wajah pada pasir yang kubuat dengan perasaan

Mengajakku menyusuri setiap lekuk hari yang kita lalu

Dari sepi hingga riuh buih untuk menyaksikan bias mimpi-mimpi

Kemudian kembali ke lautan hati kita masing-masing. Dari gemuruhnya
adalah doa anak cucu yang mulai beriak tanpa henti membentangkan mimpi

Disanalah kusematkan senyum di wajahmu sebagai obat di kala senja.

 

Senja;

Matahari mulai pamitan dengan burung-burung, karang yang mulai
hilang

Warna hutan yang menghitam, nelayan mulai menepi ke pesisir,
perahu-perahu berjajaran ditinggalkan pemiliknya, tapak kaki yang mulai hilang
di hapus angin darat

Telah disaksikannya semua harapan sebelum tenggelam

Doa anak cucu adam yang mulai menepi sebelum purnama mulai
mengamini.

 

Di wajahmu;

Semua bermuara, dari gelombang pasang-surut air laut yang menerkam
karang

Dengan tabah membawa pasir ke pesisir untuk melukis hamparan
pantai.

Lalu dengan wajahmu tenggelam diseret angin buritan. Di dadaku.

Deburnya masih kurasakan hingga keujung hati. Dan kita bercerita
tanpa henti

Pada rembulan yang tersenyum menyaksikan sepasang kekasih saling
merindu

Pada
jarak.





 

SEPASANG MERPATI

 

1/

Dering
waktu adalah kau

Detik
jam adalah waktu

Setiap
dering adalah waktu yang kau sediakan untuk rindu.

Sebelum
berakhir tanpa dering

Ketakutan
tercepat adalah tidak ada rindu tak mengenal detik waktu

Semua
berakhir dengan dering yang menggebu.

 

2/        

Sebuah mercury yang terpasang di halaman depan rumah telah redup
ketika fajar mulai terbenam di matamu. Biarlah dingin menjadi teman bagi
kerinduan yang menggigil saban menapaki detik demi detik yang bekejaran dengan
fajar, yang mulai di seret matahari. Nampaknya lesung pipimu lebih kunanti
sebelum matahari mengusir fajar yang asik menyentil ingatanku tentang wajahmu
yang berserakkan di bunga-bunga, jendela, kamar dan jam beker yang sedari tadi
terus memanggil namaku. Akhir-akhir ini aku sering menerka-nerka tamu yang
mengetuk pintu pagi buta, entahlah semua seperti fajar yang datang tanpa
diundang yang memasuki sela-sela jendela. Tapi hampir setiap harapan yang
berseliweran seperti angin tanpa ada kabar yang jelas, ini hanya firasat saja
atau lebih tepatnya halusinasi saja.

 

3/

Sepasang burung merpati terbang mencari tempat untuk hinggap dan
bercinta. Meliuk-liuk sepanjang jalan melewat toko, rumah, perkantoran dengan
begitu senangnya. Tidak ada waktu yang lebih indah untuk menjadi kepingan
ingatan selain melewati hari-hari berdua dengan terbang bebas. Tidak ada yang
mengganggu. Hari sedang bersahabat, awan mengantarkan kedua merpati dengan
senyum dibalas senyum. Angin menggulung senyum dengan sepoi-sepoi menjadi jalan
bagi sepasang merpati yang akan menuju taman hati.

 

4/

Sepasang burung merpati yang bertengger di kursi taman meninggalkan
tempatnya. Setelah saling mematukkan bunga-bunga yang sudah ditanamnya sejak
lama. Dengan membawa kado yang dibawanya terbang ke udara mengabarkan cintanya
yang semakin mengangkasa. Hari semakin bahagia menyambut sepasang merpati yang
sedang kasmaran, awan mengantarkan pulang dengan melodi yang sesuai perasaan
berkolaborasi dengan angin yang bernyanyi dengan merdu. Pohon pinus, gajah,
panda dan seisi taman itu melambaikan tanda perpisahan. “Semoga bisa kembali ke
sini.” Aku merasa hari ini seperti ada yang menerbangkan sayap-sayapku melewat
jalur yang tadi dilewati ketika berangkat. Melesat dengan bahagia.

 

5/

Kemudian ia kembali kesarang membawa kado yang masih dipelukkan.

Menunggu
musim yang bisa mengantarnya menanam dering waktu.





 

SEBELUM PERGI

 

Aku tidak sepandai itu membungkus rasa

Kemanapun berjalan

Ingatanmu masih saja terbentang

Di dada mengisi segala cuaca

Kemanakah kiranya berlabuh

Ketika perahu kehilangan daratan

Akan sampai kemana mencari samudra

Kalau hingga ke ujung pengharapan

 

Waktu memang berputar tanpa mengenal rasa

Ia akrab dengan segala cuaca.

Begitupun dengan cinta ia akrab dengan deritanya

Kalau karma hitungan seperti angka

Maka pengharapan ini belum setimpal

Dengan luka yang menganga pada siapa saja.

 




MENJELANG MALAM

 

Angin kemarau yang parau bertamu
pada sela-sela daun

Disambutnya dengan riuh 

Angin;

            -duka
yang melanda dari semak, daun, ranting

            berjatuhan
menuju tanah

            ia
kabarkan semesta yang merajuk pada musim.-sedang

            -duka
sedang berpamitan dengan api, air dan lembah

            menuju
kemarau

            Ia
terisak dengan anginya yang parau.-berlalu

Dukaku sedang mengangin menuju
semesta yang kemarau

Semua bermuara di hatimu-pergi.

 

Brebes.

 

 

 


MEMELUK KAKTUS

                                                Kepada
seseorang

 

Di padang tandus, kau memeluk
kaktus;

            Tergerai
dari padang pasir segala doa dari cahaya matahari

            Sambil
tengadah menungggu hujan, bahwa segalanya akan indah

            Segalanya
akan berujung pada telapak tanganmu. Kemudian;

Kau remas dengan erat pohon kaktus
itu ketika hujan telah berbohong

Pada harapanmu.

 

Di padang tandus, hanya ada kaktus;

            Duri
yang kau buat sendiri telah menancap pada matahari

            Pada
angin yang menggulung pasir, pada pasir yang mengurai oase

            Pada
segala pandangan yang hanya ada dirimu dalam tangis, untuk dijadikan hujan.

Hingga kau tabah memeluk kaktus
dengan hujan yang deras

Pada bola matamu.

 

Memeluk kaktus;

            Memeluk
matahari

                        Memeluk
pasir

                                    Memeluk
angin

                        Memeluk
hujan

            Memeluk
duri

Memeluk segala ketidakpastian yang
hanya mimpi

Kau sendiri.

 




KEGEMBIRAAN

 

1/

Ketika langkahku mendadak beku di
pintu gapura

Senja mulai hilang dan bermuara di
atap rumahmu.

 

Ketika langkahku tepat di pagar
rumahmu

Senja mulai merekah dengan warna
kemerahaan disenyummu.

 

Ketika kau menghilang dibalik pintu

Senja sudah mengisi hati yang sepi.

 

2/

Waktu mendadak lamban berdetik

Dan suara-suara kelelawar seperti
nyinyir di atas rumah

Berputar-putar tak tentu arah

Ia paham waktu yang melamban
menyaksikan sepasang burung merpati

Hinggap tak tahu diri.

 

3/

Puisi ini telah menjadi jalan ketika
senja kemerah-merahan

Dengan bingkisan bermotif diksi,
rasa yang bercampur gemetar

Dan kutuliskan pada senyum.

kadang menulis puisi sekanak-kanak
ini.

 




SEBUAH ISYARAT

 

Di meja biru kita bertemu namun
saling jemu

Menunggu saling tegur dan selalu
melirik waktu

Barangkali sebuah isyarat segera
berlalu.

 

Di meja biru kita memesan teh tarik

Dan tanpa disadari kita saling lirik

Kiranya hanya aku yang berbisik.

Sebuah isyarat yang tak menarik.

 

Kemudian kita saling bicara entah
pada siapa

Mungkin sebuah isyarat

Bahwa kau sudah lupa bermain siasat.

 

Di meja biru kita hampir lupa waktu

Piring-piring saling tatap, gelas
sisa kopi saling mencibir

Dan kita hanya tertegun inilah
sebuah isyarat bahwa cinta butuh usaha.





Tentang Penulis

Ajis Sukriyadi lahir di
Brebes 4 Februari 1996, penulis merupakan alumni Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Siliwangi, sekarang sedang menempuh pendidikan Magister
di Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Berdomisili di Tasikmalaya tepatnya di
PMI Kota Tasikmalaya  sebagai relawan.
Puisinya pernah dimuat dalam majalah santri (An-najm) dan antologi bersama “Puisi
Nusantara”
(Cta Creation), antologi puisi “Surat Cinta” terbitan Silalatu,
cerpennya dimuat dalam antologi cerpen GBBSI UNSIL 2016. Penulis bisa dihubungi
melalui media sosial  Facebook: ajissukriyadi
dan Instagram: ajissukriyadi2.


Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In