Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Iqbal H. Saputra

Admin by Admin
6 Agustus 2022
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

JIKA TIBA WAKTU

 

Kelak
jika tiba waktu

kita
berpisah, saling meninggalkan

 

Kisah-kisah
akan jadi semesta

keluh-kesah
memberi frekuensi

pada
yang harap, pada yang lesap

tapi
salah satu antara kita

akan
jelma tajam bilah

untuk
memotong sejarah

perjalanan
anak manusia

bisa
kau bisa aku

lenyap,
lahirnya tak diharap

 

Kelak
jika tiba waktu

kita
berkasih, dalam kelakar liar

 

Ingatlah!

Ketika
senja, burung-burung jadi pertanda

bagi
putaran waktu, menguliti kulit hari

maka
malam tetap malam

meski
ditolak tak mungkin lekang

karena
fajar tetap jua fajar

yang
membangunkan keruyuk ayam jantan

 

Kelak
jika tiba waktu

kita
bertemu

tapi
bukan di sini

 

Yogya,
Jejak Imaji

2015 

 

 



 

ROMANSA I

 

Kapan pengasingan
berakhir

rindu bau sangrai timah

dalam drum atas
tungku tanah

 

Teringat saat berumur sepuluh

jika bolos madrasah

kuhabiskan waktu di hutan belakang rumah

sangu ketapel, kadang bertemu murai punai

buat santap makan Bujang Kecik[1]

lumayan itu

 

Jika Ayah di kulong ngelimbang timah[2]

kerap kularikan senapan angin

kukumpil keretangin[3]
Ibu

kerap berpapas kijang-tupai, henti laju

misal dapat, tak kan ada serapah meradang

misal tak, kenakan sarung peci, sila di atas tikar mengkuang[4]

keras–keras
mengaji sampai terdengar rumah tetangga

sampai kalahkan keriut keretangin Ayah

yang pulang membawa hom pim pah

 

Kapan pengasingan
berakhir

rindu bau sahang

yang diperam ai’
arongan[5]

 

Teringat usia tujuh-belas

lepas sekolah menengah atas

citaku
beribu
, kepingin lekas

tinggalkan hutan, seberangi
laut
tak berbatas

jumpalitan, tinggalkan rumah tanpa halaman

memulai rintih, tanggalkan riuh kampung halaman

memiuh nasib, menunggul pada khayalan

            entah di mana tak
pasti nanti

            jadi orang
hendaknya mimpi

tersebab entah yang imaji itu


aku membabu di gudang Fat Khu

cina kuncit kampong Belantu

tauke sahang dari Kumpang

sampai tumpas darah dikandung badan

sampai tumpat, didera nasib baduk

 

2011-2022





 

ELEGI MELODIA

: Umbu Landu Paranggi

 

Umbu, cinta memang membuat kita mesti
bertahan

namun duka gelisah, juga dendam, tak
terelakkan

menuntut
diterima dengan tangan terbuka

 

Aku
mencoba setia, tapi selalu gagal

menjinakkan
amarah dalam diri

 

Telah
kutolak rayuan bulan

menempa
diri dengan lengan matahari

Tapi
masih saja

angin
yang nakal, nasib yang sakal

membuatku
menjadi kanak-kanak

Kakiku
bersikeras menjadi kompas

tetap
saja, tujuan termangu

di
jalan pikiranku yang buntu

 

Aku
terus bergelut, melawan diri sendiri

menggempur
kemunafikan yang tak bisa dinafikan

Namun  kesetiaan mengkhianatiku
berkali-kali

hingga
rencana-rencana berjalan sendiri-sendiri;

kertas-kertas
di bawah bantal

tanggal-tanggal
penuh coretan

seakan
menjadi kesia-siaan

 

Seorang-dua
mengajarkan

untuk
selalu memberi, menolak menadah tangan

Tapi
mereka diam-diam nyelinap dari pintu belakang

membawa
dusta-dusta miang

hingga
mulut menjelma lubang

keluar
masuk janji-janji kepayang

 

Umbu, cinta memang

membuat kita betah sesekali bertahan

dalam langkah kaki

aku masih teguh mencari

 

Mastera, 2017

 




DIORAMA
PERCINTAAN

 

Untuk
mencintaimu

aku
kudu jadi penyair

agar
indra berlayar menuju Indraloka

Tubuhmu
rangkaian bait

tempat
kuletakkan segala cinta

citra,
titik dan tanda koma

Namun
meladeni hasrat keduniawian

membanting
tulang tak mungkin kunafikan

 

Kau
jangan silap mata

berlebih
memuja kata

keindahan
yang memabukkan

derita
mengharu biru

cuma
berlaku dalam sajak-sajakku

Urusan
rumah tangga sehari-hari

biarlah
jadi senggama lain

 

Rumah
adalah surga anak keturunan

tapi
menyusuri jalan-jalan

mengembarai
jagat raya

juga
surga lain bagiku

;
rumah itu Firdaus, jagat raya Darussalam

Kau
pun tahu sejak awal

sebelum
suci cinta terkabul

disahkan
ijab kabul

 

Jangan
menuntut aku memilih

engkau
dan sukma hidupku

Derita
akan datang bertubi

 

Jika
kumasuki jagat imaji

kuatkan
iman cintamu;

tabah
merawat anak di rumah

sabar
meruwat hasrat bercinta

ikhlas
melumat pikiran-pikiran khawatir

atas
kenakalan masa laluku

Saat
aku di luar, saat tak bisa bertukar sandar

yang
kuletakkan di hati cuma kau

yang
kurawat di kelamin adalah sumpah

Meski
mata-pikiranku menjadi nakal

sikapi
dengan tabah

 

Istriku,
menikahimu jadi ritual agung

penyempurnaan
kepenyairanku

 

Bogor, 2017

 

 



 

HIKAYAT
TUKANG PERAHU

: nelayan Pantai Cepoon

 

Setelah fajar
menyingsing

kau tinggalkan
rumah menuju tanjung

tempat ratapan
dan harapan bertarung.

Ketika busur
waktu menunjam

ke liang hatimu
yang karang

terus kau terima
nasib

menggerus tak
habis gelombang.

 

Kau paku mimpi
di dinding perahu

yang kayunya
ditebang dari dalam rimba nasibmu.

Pada tiap sekat,
antara papan-papan doa

kau tambal dengan
nama-nama

dengan
rencana-rencana

yang kerap tak
terkabul karena cuaca

karena
prasangka, dan gerus asin samudra.

 

Kau ruat kulit
yang lekat di batang

agar urat kayu
elok dipandang.

Kau pilih paling
kokoh untuk dipilah

agar tutuh tak
sia ketika dibelah

agar tatah pahat
pada pasak tertata

agar tulang dan
tiang perahu tak patah

meski badai di
samudra tiba tiba-tiba.

 

Kau bekali kerja
dengan jampi dan doa

agar berlaksa
janji pada istri, anak keturunan

diri sendiri,
tak karam dihempas angin buritan.

 

Meski berlayar
kerap tak janjikan tangkap

terus kaubuat
perahu dengan sigap

mantap pada
kerja, tak sedepa beranjak;

meninggalkan
rumah dan kenyamanan

menanggalkan
remah dalam rumah

menunggalkan
ramu takzim yang tuah.

 

Setelah petang
menyambang

kau kemasi diri,
berhenti bertukang

meninggalkan
tanjung menuju kampung

tempat ratapan
dan harapan berkunjung

berulang-ulang.

 

Belitong, 2018

 




HIKAYAT PERCINTAAN
JALAN RAYA

 

Kita lakoni
percintaan liar

sepasang
kekasih, kuda dan dokar

yang dilecut
tumpangi tuhan berwajah kusir

 

Cintaku,
aurora cintamu menembus

palung
sukmaku, meninggalkan bekas

Seperti
bulan matahari, mataku melepas

cahaya
bagi kegelapan seribu jalan sunyi

percintaan
yang melebihi kisah dewa-dewi

 

Kupacu
kaki berdarah

mengajakmu
mencari pintu swarga

Kita
susun rencana, berdiskusi dan

berlari
mengejar, sebab imajinasi

tak
cukup ampuh untuk membangun istana

bagi
anak cucu dan hari tua yang rahasia

 

Ai mak jang

angin
pagi yang menjalari tubuh sekujur

tak
jadi soal saat kita putuskan jalan berbanjar

Terik
matahari yang membakar

ajarkan
kesetiaan senantiasa berkobar

Pabila
purnama menggelantung

kita
bergegas masuk ruang

menciptakan
desah raung

gelinjang,
bercinta melepas gandrung

 

Percintaan kita
lahirkan orok

kisah kita
serupa roda pada becak

 

Sebagai
Ayah Ibu

patutnya
beri laku untuk digugu-tiru

Kita
di depan, menggiring buah hati

agar
sampai segala cita yang diangankan

Sedang
tuhan, tetap jadi penentu

berjalan
atau tak, hingga ke mana arah tuju

 

Kadang
kita berjalan kaki

menyusuri
trotoar hitam putih

bunga,
dan aspal yang pekat

tak
sanggup menahan kendara tumpat

saling
salip berebut tempat

Persis
kehendak kita

dinyatakan
yang tak sempat

tersisa
dan terlipat, dalam almari reot berwarna pekat

sampai
tiba matahari, kita tercekat dalam ilusi

 

2016-2022

 




 

KULI PELABUHAN

 

Sebelum
kapal-kapal berlayar, bersandar

angin
dan ingin telah memaksa kuli-kuli melarungkan

doa-doa
mereka menuju angan-angan. Sisa-sisa janji

yang
diikrarkan pada anak istri, sebelum angkat kaki

menuju
samudera pergulatan, sebagai bapak, sebagai suami

telah
menambah daftar panjang harapan, tumpang tindih

bersama
hutang-piutang, pada tauke, juga ampas

remas-remas
manja di sebalik kutang-kutang kerepe[6]

yang
tak pernah genap dibayarkan.

 

Bau
arak mengarak nasib mereka ke liang nestapa

sampai
tumpas upah, sampai tandas tenaga.

Kenyataan
memberaki mimpi, dan peluh keringat gagal menceboki

segala
yang merecoki. Tak ada yang dibawa pulang

selain
dusta, kemelut membelit, tanggungan melilit.

Dilemparkannya
dadu ke meja penuh debu, berharap receh membukit

dalam
perjudian nasib kelabu. Tapi angka-angka tak bisa merubah

harapan
palsu kuli-kuli. Lingkar merah pada alamak mencekal

menggiring
mereka jadi banal, lantaran piutang kian buntal.

 

Ai Mak Jang

sumpah
kadung ditutur, kenyataan tak bisa diatur

dan
serapah pada diri sendiri jadi ritus lantur.

 

Sebelum
kapal-kapal berlayar, bersandar

segala
mendesak, tak bisa mengelak.

Cemara
dan camar jadi tiada

tak
berguna di kuping dan mata;

suara
menyamar, pandangan melamur,

melengkapi
orkestrasi gelombang nasib

melingkupi
atraksi gelembung nisab.

 

Ai Mak Jang

ketika
jarum kerja menusuk lamunan mereka

rakit-rakit
dilarung ke hulu, tapi tak sampai ke tepian.

rasa
sakit menjadi karib, bersama caci-maki taipan.

 

Belitong

2018-2022

 




CERITA PENDEK
SEPANJANG MENIKAH

 

Bagaimana
mungkin aku lepaskan simpul

yang
kita sepakati dalam ijab kabul

 

Kita
saling berjanji

saling
membersamai

engkau
sabar untuk disemai

aku
tebar dengan nasib kusut masai

di
hadapan ribuan pasang mata berbinar-berpendar

Kata-kata
jadi doa

ketika
menyintuh gendang telinga

Mulut-mulut
ikhlas merapal amin

sambil
hati mereka disesaki harapan dan rencana

Dengan
Imaji, kudengar malaikat mengamini

dan
Allah menjabah doa, begitulah aku mengimani

 

Tapi
bukan karena kamu

aku
enggan berpaling

atau
ketakutan atas kehilangan

membuatmu
menjaga kehormatan

 

Semua
tahu

Seusai
ijab-qabul kuurai

Kepada
Allah semata

kita
pautkan dua jiwa papa

yang
dalam bahasa sederhana

manusia
menyebutnya dengan cinta

 

Belitong,
2022

 

 

 

MELANKOLIA HUJAN
PAGI

 

Aroma
tubuh tanah

yang
semalam gelinjang, gelisah

Seakan
kepingin membisikkan kata

Seperti
kali pertama Adam-Hawa mendengar kabar

mengapa
mereka terasing ke dimensi luar

 

Jejak-jejak
mimpi dan desah

bercaknya
masih tampak basah

di
atas kasur hidup yang resah

Dimana
sprei bermotif harapan

dengan
renda di tepi menyerupai baju tidurmu

yang
lusuh, tergeletak di atas karpet beludru

 

Tak
ada suara burung-burung pagi

ketika
matahari mulai menyilau

kicaunya
membikin iri hatimu yang kacau

Selain
kopi, segelas teh hangat

seperti
pilihan yang tidak buruk dihidangkan

menunggu
usai pekat awan bunting karena hujan

 

Aku
melihatmu

masih
begitu tak berdaya

Tapi
aku ragu alasannya

karena
percintaan kita sepanjang subuh

atau
karena sisi kanak

yang
kerap datang merasuk

menghadapi
aku yang suntuk

 

Hujan
pagi

dengan
gagah menggagahi pikiran cemburu

pada
selimut tebal bermotif keringat tubuh

dan
bantal guling

sejak
lama dirawat dari kata cuci

Agar
ketika kangen, masing-masing kita

cukup
merebahkan badan di atasnya

Sambil
meyakinkan diri

bahwa
pernikahan ini

sudah
saling berpilin

sampai
pikiran dan batin terdalam

 

Belitong,
2022

 



 


ELEGI

 

Hiruk
pikuk minyak sayur

tak
membuat kami balur

Karena
nenek Moyang

mengajari
mengolah mayang

Pada
kelapa-kelapa di kebun

meski
tanah tinggal sejumput

lantaran
tambang timah yang carut

 

Hingar
bingar mesin tambang

mengaburkan
panggilan sembahyang

tak
membuat kami gusar

kemudian
mengumandangkan protes

Sebab
membela hak logis di negeri culas

menjadi
pangkal digilas

Dianggap
kompor, diberangus tanpa kompromi

jika
ganggu korporasi, atas nama kompor tanak nasi

 

Celoteh
dan celatu jadi rutin

mengularnya
kendaraan dianggap pantas

bukan
masalah, cuma risalah

Kami
tenang saja, semua sementara, hanya

layaknya
sudah-sudah, datang pergi silih ganti

hangat-hangat
tahi ayam

Kemelut
minyak bukan ancaman

Sekedar
lelucon

cara
Tuhan membubuhi pahala

sambil
menghitung usia senja

 

Semua
bungkam, bukan diniatkan emas

mungkin
ada yang tahi, maksudnya

 

Kami bisa menjaga kestabilan pikiran
kami

di antara ketidakstabilan bangsa ini

 

datu-datu
pernah berpesan

lebih baik pecah di perut

ketimbang pecah di mulut

Apalagi
pecah kepala kalian

tersebab
pecah emosi di dada

pecah
muka dibogem mentah

 

Nah,

Begitu
kira-kira

 

2022



[1] Beranjak remaja.

[2] Ke tempat menambang mencari timah.

[3] Kukayuh sepeda angin.

[4] Pandanus artocarpus Grif

[5] Alur air sungai kecil.

[6] Pelacur
dalam dialek Belitong.





Tentang Penulis


Iqbal H. Saputra
adalah nama pena Iqbal Saputra. Lahir di Belitong, 08 November 1989.
Menyelesaikan Sarjana-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra UAD (2011), Pasca-Sarjana
UGM, Ilmu Sastra (2016). Tahun 2017 menjadi peserta MASTERA (Majelis Sastra
Asia Tenggara) bidang Puisi. 2018 mendirikan Yayasan Pusat Studi Kebudayaan
Belitong (PSKB) yang fokus pada seni budaya Belitong. Saat ini menjabat sebagai
ketua Dewan Kesenian Belitung (DKB) periode 2019-2023. Menulis puisi, cerpen,
skenario film pendek, naskah drama, juga melukis, bermusik, dan menulis kajian
ilmiah mengenai bahasa, sastra, seni dan budaya. Sedang mempersiapkan Percintaan
Hibrida,
antologi tunggal pertamanya. Bisa dihubungi di: 081931199482 –
iqbalhsaputra@gmail.com

IG: @Iqbal.h.saputra – Fb: Iqbal H.
Saputra.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In