ANTARA DUA CEMARA
Di antara senyap cemara di bukit barisan
Gemericik membuai sekumpulan bebatuan
Sayup-sayup terdengar seakan kau menjeremba
Merepih sayatan demi sayatan yang tak terbaca
rasa
Derai air menuruni tangga nabastala
Meninggalkan aku yang masih saja membiru
Menyaksikan berkecai-kecainya jiwaku dihujani
badai kala itu
Penuh kepayahan; kucoba tuk berfusi dengan
kenyataan
Saban datangnya sang hujan, aku selalu terjaga
dalam kebekuan
Tak berima. Tapi selalu kubacakan sebait sajak
tak bertuan
Aku yang selalu merindukan, membayangkan kau
Berbaur dalam sebuah linea, merasuk
menggerogoti akalku
Hujan berderai mengguyur tubuhku di antara
parkit yang kelelahan
Mengharap ada sedikit celah yang menyeringai
dalam
Antara dua cemara. Pada siapakah akhir kan
berpegang?
Banyumas, 16 November 2020
DALAM RUANG REKOGNISI YANG MELENJAN
Tuhan,
dalam ruang rekognisi yang melenjan
Kumelodikan
simfoni di antara nanar merentang
Segala
muak menyeruak merasuk sukma yang terbalut jelaga
Menjumpa
pengharapan terkungkung seikat jera
Tuhan,
dalam ruang rekognisi yang melenjan
Kurasai
semesta mendidihkan memori yang terkenang
Hingga
seisi raga menghabiskan masa digulung obsesi
Pun
muara pada ujung destinasi tak kunjung menjadi preferensi
Aku
meluluh seluruh dalam pelukan riang
Meskipun
sembilu menggariskan pada takdir yang menggenang
Dalam
gegap pengap menguasai seluruh binar
Tubuhku
terjuntai pengharapan yang kian terkapar
Purwojati,
2 November 2021
DI UJUNG PERON
Pada gerbong yang berdiam
Kutitipkan salam
Namun gema meredamnya di badan besi
yang kokoh
Di balik kaca jendela yang basah
Kutulis nama di sana
Hingga berbaur dengan embus bayu
serta jejak air yang tergerai merata
Ketika laju berpangkal pada ujung
peron
Dan sebuah keniscayaan menjemput
perlahan
Tlah kutinggal jejak di setiap
pandang dari balik kaca yang berembun …
10022022
KAMULAH MUARANYA
Kamulah muaranya:
Tempat berlabuhnya kapal
Selepas berjuta likuan arus menghentak
Kamulah muaranya:
Tempat menambatkan perahu
Sehabis bertubi cobaan menghadang
Kamulah muaranya:
Akhir masa pencarian
Insan yang disambut gelora
Kamulah muaranya:
Sesampainya di sana kan kutabur benih-benih kembang
Semerbak memenuhi relung
Kamulah muaranya.
Banyumas, 5 April 2021
MERATAP
Liar tergerai
Tertawan secawan heather
Dalam dekap renjana
Membalik riang menempa dusta
Aku menoleh,
sekejap menatap
Meratap…
Banyumas, 14 Desember 2021
SEJUNTAI KENANG LARAKU
Kau hadir sekedar tuk menyapa, kemudian
berlalu: menghilang dari kerlingan
Terbit tanpa dipinta: lalu tenggelam begitu
saja di balik peraduan
Bagai semburat pelangi yang sesaat tercerai
berai
Pun kala senja membungkam kita dalam lerai
Kau laksana kapal yang kian melaju
Di tengah terjangan ombak yang beradu
Dermaga ini: mengharapmu bertaut
Meskipun, pelabuhan lain yang tlah kau pagut
Bila kerinduan ini tak berpenghujung
Biarkanlah hatiku menanti senja didekap relung
Bersama sejuntai kenang bersamamu
Bersama seikat kembang tanda mata darimu
Banyumas, 9 Mei 2021
TERLAMBAT
Di antara jemari pepohonan
Rinai mendekapku
Membisikkan rindu
Meski tergegap
Di antara lentik pinus kebasahan
Angin menjeremba
Menguraikan rasa
Meski terlambat
Purwojati, 4 Desember 2021
Rini Mei. Lahir dengan nama lengkap Rini Mei
Hastuti di Banyumas pada tanggal 27 Mei 1989. Perempuan yang berprofesi sebagai
guru sekolah dasar ini sangat menggemari tulis menulis. Lewat buku puisinya yang berujudul Jelaga di
Antara Klandestin penulis memenangkan lomba buku puisi se kabupaten
Banyumas yang diadakan oleh PGRI Banyumas. Sila sapa
penulis melalui rmei2789@gmail.com atau
di instagram pribadinya @rinimeihastuti.