Karya Widya
Bagus ini berukuran 35 x 45 cm, cat akrilik, kanvas. Widya hendak membuat
gambaran mengenai orang buta, kata “buta” dalam karya ini tidak semata-mata
dipandang sebagai kebutaan fisik, akan tetapi lebih kepada gambaran despresi. Sampai
di sini, boleh jadi kita akan bertanya-tanya, mengapa gambaran orang buta
disebut oleh Widya sebagai suatu despresi? Mari kita urai sedikit lebih
panjang.
Sekalipun
kebutaan seseorang berarti tidak dapat melihat yang disebabkan kerusakan mata,
ketidakberfungsian mata sebagai indra penglihat. Namun, ada definisi lain yang
menyebutkan bahwa buta merupakan ketidaktahuan (mengerti) sedikit pun tentang
sesuatu. Di samping itu, Widya sendiri mengartikan bahwa “buta” di sini adalah
tidak memiliki kemampuan untuk membedakan salah dan benar, kekosongan, sendiri
dan sepi.
Secara visual lukisan
ini memiliki dua objek, yakni seorang laki-laki dan bayangan tangan. Digambarkan
“pupil” dari mata laki-laki tersebut dengan warna putih. Dalam menggambarkan
kebutaan pada lukisan, biasanya seniman identik menggambarkannya dengan warna
putih, dapat pula gambaran mata tersebut dihilangkan (tidak digambarkan bola
mata). Lain lagi ketika unsur mata tersebut melibatkan kesakitan atau
kemarahan, biasanya digambarkan dengan warna merah.
Namun, mengapa
Widya juga membuat gambaran bayangan tangan? Boleh jadi Widya di sini semacam
membuat gambaran atas diri “laki-laki” itu sendiri. Mengingat bahwa konsep lukisan
ini mengangkat kondisi despresi seseorang. Saya rasa tidak sulit untuk
menemukan seseorang yang mengalami tekanan dalam hidupnya, bahwa seseorang tersebut
tidak memiliki kehidupan yang baik. Seseorang merasa tidak sehat, mengalami
kelelahan, kesakitan, sengsara sekaligus tidak berdaya atas perasaan-perasaan
seperti itu. Oleh karena itu, bayangan tangan putih dalam lukisan berjudul
“Buta” ini dapat diartikan sebagai pikiran yang merisaukan banyak hal,
keprihatinan, ketakutan dan gangguan.
Sedangkan ketika
kita tinjau dari domain warna, dominan warna hitam dan biru tua
merepresentasikan keadaan yang gelap. Keadaan di mana seseorang merasa tidak
dapat merealisasikan kebahagiaan dunianya. Bayangan tangan putih, seolah
memperlihatkan “keterpenjaraan” laki-laki tersebut. Dengan demikian, lukisan di
atas merupakan refleksi modernitas yang digambarkan dengan jujur tentang
hilangnya makna hidup. Saya pikir, itulah kegagalan mengendalikan diri yang
dimiliki banyak manusia.
Dari deskripsi
di atas, dapat dipahami bahwa di balik gambaran yang telah diberikan kepada
umum melalui lukisan terdapat definisi lain. Dengan ini, saya tetap sepakat
dengan Kholil Lur Rochman yang mengatakan bahwa problem kejiwaan bersumber pada
ketakutan dan kecemasan. (Rochman, 2013: vii).
(Efen Nurfiana)
Widya Bagus Arista
Pribadi. Seniman kelahiran Cilacap, 4 April
1993. Widya Bagus berdomisili di Karangnanas, Sokaraja. Pernah mengikuti banyak
kegiatan seni di Komunitas Ikatan Pelukis Banyumas (IPB) dan Komunitas Wongso
Purbalingga.