POETRY READING
Karya ini dibuat dengan media ballpoint pen on A4 paper,
2022. Dilihat sekilas, barangkali kepala kita akan dipenuhi pertanyaan hubungan
perempuan dan buku. Bagaimana elemen tersebut digambarkan oleh Kidung Purnama
dalam karya ini? Mari kita sedikit menganalisa simbol, (1) perempuan, (2)
outer, (3) buku, (4) bunga, (5) coretan background.
Meskipun ditemukan simbol demikian, namun kita tidak lantas
dapat menghilangkan tanda (1) ketelanjangan, (2) sensual, (3) banal, (4)
erotis. Tetapi terlepas dari simbol tersebut lebih sering dikatakan sebagai
sesuatu yang bersifat “negatif”, terdapat juga (1) intelektualitas, (2) anggun,
(3) pertumbuhan.
Karya yang dibuat oleh Kidung Purnama, seorang seniman asal
Jawa Barat ini, menimbulkan pertanyaan yang menggelitik, selain daripada karya
yang dibuat sedikit lebih terbuka, baik hal-hal yang disampaikan secara
eksplisit maupun implisit. Misalkan saja, background berbentuk coretan,
dilihat dari ritme coretan, background ini tidak mengikat bentuk
tertentu. Ia hanya bekerja untuk menunjukan sisi absurditas dari kehidupan
perempuan. Kompleksitas yang dibangun dipakai untuk memvalidasi “Dunia
perempuan.”
Simbol perempuan dan ketelanjangan justru lebih terlihat
menonjol, gambaran tersebut mewakili sisi erotis dari karya ini. Di samping
itu, buku yang dipandang sebagai alternatif kuat menunjukan keilmuan dan
intelektualitas seseorang memicu hal yang berlawanan. Saya hendak membuat
korelasi antar keduanya, hal ini berkaitan dengan “Dunia perempuan.”
Pada dasarnya perempuan diciptakan dengan dunianya sendiri,
yang tidak dapat digapai atau dicampuri oleh kaum laki-laki. Misalkan saja,
perempuan mengandung, melahirkan, dan menyusui. Sedangkan laki-laki tidak
begitu. Dalam hal ini, perempuan juga memiliki kekuatan yang besar dalam
mengelola sisi erotisnya. Terlepas dari lekuk dan bentuk tubuh perempuan yang
dinilai lebih menarik, kekuatan perempuan juga terletak pada intelektualnya.
Berkaitan dengan karya ini, Kidung Purnama berupaya
menggambarkan fenomena perempuan dari sisi erotisitas dan intelektualnya, bahwa
tidak dapat dipungkiri perempuan memiliki kapasitas yang lebih luas untuk
membentuk kekuatannya. Pada zaman yang semakin modern ini, banyak perempuan
yang hanya memikirkan kecantikan fisik semata. Perempuan lupa bahwa yang perlu
dirawat bukan hanya wajah dan tubuh, tetapi pemikiran, prinsip dan komitmen.
Tidak heran ranah keilmuan kita lebih banyak diduduki oleh laki-laki.
Sebagai “Sikap kritis” dalam menghadapi fenomena, karya ini
masih meninggalkan sikap anggun perempuan, digambarkan dengan diletakannya
posisi tangan yang lentik dan kaki menyilang dengan gambaran bunga di atas
kemaluan. Saya anggap ini sebagai “Batasan” yang dibuat oleh seniman sebagai
rasa hormat kepada perempuan. Mekar sebagai bunga, perasaan hormat tersebut
kemudian berkembang mendukung nilai intelektualitas yang digambarkan oleh
kehadiran buku. Hal yang tersisa kemudian adalah ketelanjangan, yang menarik
segala unsur perempuan: kekuatan, kelebihan, kelemahan, ketakberdayaan dan
kekuasaan.
(Efen
Nurfiana)
Tentang Pelukis
Kidung Purnama. Lahir di Ciamis,
aktiv melukis, menggambar dan sastra sejak tahun 1994. Merupakan aktivis
Keluarga Seni Rupa Tasikmalaya, Sanggar Sastra Tasik, Komunitas AZAN (Art
& Culture) bersama kang Acep Zamzam Noor dan mengelola Sanggar Seni
Nuansa SMAN 1 Ciamis.