BERJALAN
DALAM KABUT
berjalan
dalam kabut
di
antara ingin ngerti
dan
putih asap belerang
tapi
jalan serasa jauh
aku
tak mau menengok ke belakang
berjalan
dalam kabut
semua
sinar tampak putih
bagaimana
bisa membeda warna?
tapi
jalan serasa berwarna
aku
susah menebak kau di mana
berjalan
dalam kabut
kutempuh
kau sampai pun
ke
ujung mungkin
2000
ASMARAMAYA
Kali
itu, perempuan itu
Datang
padanya, setelah jemu bertapa bisu
Di
antara secelurit rembulan
Dan
gelombang mega malam
“Katakan,
Dasa
Api
yang nyala di dada
Takkan
membakar Diriku?”
Perempuan
itu telah jauh dari Rama
Tinggallah
rama-rama yang memberi tanda
Tapi
gelap terlanjur lelap
Dan
ingatan wajah lembut tambah kalut
Dan
tahu dada berbulu itu kian menyulut
Keseorangan
yang belantara itu
Begitu
sayu menahan bayu
Ia
tak ingin mendekap
Rembulan
ke arah gelap
Ia
tahu dosa yang tersandang di bahu
Ia
rindu kekasih tak tertempuh
Pada
rumputan pagi
Keduanya
terlanjur bangun oleh embun
Sekalipun
ngungun
Dan
bergegas pergi
2001
AKU INGAT
Aku
ingat kecupan pertama
Di
luar hujan mendera
Di
jantung magma siap memompa
Rambut
ia bagai selubung malam kejora
Burung
jangan dilepas dari sangkarnya
Ia
akan kesepian di udara
Gunung
sumbat saja mahkota celahnya
Ia
akan mengguncang Jawa dalam jiwa
Aku
tak bisa melupa sentuhan pertama
Di
balik pintu, gadis sedikit pucat terkesima
Dan
bila payung pelangi merekah
Kutuntun
ia mencari rumah
Maka
Pada
pintu kita toreh tanda
Pada
tiga belas masehi
Pada
kejutaan kali menjamah
Aku
ingat kecupan pertama
2001
CATATAN
PAGI 1 MEI
Aku pusing pagi ini, Ma
Dua hari buskota tak ada
Mogok tuntut naik tarif
Begitu BBM harga naif
Enakan kubayangkan wajahmu
Matahari pagi hangat
Di bawah pohon lalu
Angin gentayangan merapat
Tetap pusing juga, Ma
Anak sekolah lelah jalan
Sopir-sopir ngambek di
jalanan
Buskota teronggok bagai
batu
Kubayangkan jika
Seluruh negeri
Angkutan berhenti
Matahari esok pasti mati
Mungkin akan berangkat
DPR dan Menteri bersemangat
Ke Parlemen untuk debat
Segala soal rakyat
Ah, entahlah
Tapi maafkan, Ma
Matahari menjadi sengat
Dan aku gagal menjemput
Pulang kerjamu semalam
larut
2002
IJINKAN AKU MENCINTAIMU
waktu
batu
kaulayangkan
wajahku
terasa
benar
rindu
berpijar
waktu
batu
kaulayangkan
wajahku
semua
arah
cinta
berserah
betapa
rajam
ke
sukma menghunjam
betapa
gemas
hasrat
berbalas
waktu
batu
kaulayangkan
wajahku
ijinkan
aku
mencintaimu
2002
Tentang
Penulis
Abdul
Wachid B.S., lahir 7 Oktober
1966 di Bluluk, Lamongan, Jawa Timur. Wachid lulus Sarjana Sastra dan
Magister Humaniora di UGM, dan menjadi dosen di Universitas Islam Negeri (UIN)
Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto. Abdul Wachid B.S. lulus Doktor Pendidikan Bahasa
Indonesia di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta (15/1/2019). Buku terbaru karyanya : Kumpulan Sajak Nun (2018), Bunga Rampai Esai Sastra Pencerahan
(2019), Dimensi
Profetik dalam Puisi Gus Mus: Keindahan Islam dan Keindonesiaan (2020),
Kumpulan Sajak Biyanglala (2020), Kumpulan Sajak Jalan Malam (2021). Pada tahun ini (2021)
Abdul Wachid B.S. mendapatkan Penghargaan Tertinggi dari Majelis Sastra Asia
Tenggara (Mastera, yang berkedudukan di Kualalumpur, Malaysia) atas karya
pemikiran sastra dan budaya melalui bukunya Sastra Pencerahan.