Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-Puisi H.M. Nasruddin Anshoriy Ch.

Admin by Admin
17 Maret 2023
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter



2024

 

Di Bukit Menoreh

Aku melihat lidah api

Menyala hingga di ubun-ubun Tidar

 

Paku Tanah Jawa itu

Sudah saatnya meludahkan rahasia

Menjilat-jilat cakrawala

 

Perut Ibu Pertiwi yang hamil tua

Menunggu detik-detik ledakannya

 

Kekuasaan yang mengangkangi 

Adalah bara api yang bersenggama

 

Dalam sekam sunyi ini

Aku menyaksikan anak-anak bangsa

Bergumul dalam gelombang
duka-cita

 

Naga Sasra dan Sabuk Inten

Memancarkan cahaya ungu

Dari tempayan rahasia

Dalam pertapaannya yang purba

 

Nasi

Aksi

Narasi

Saling berlomba

Entah untuk syahwat yang mana

 

Di kaki Monas

Tercecer jutaan kata-kata

Terasing dan sia-sia

Terkucil dari kamus kemesraan dan
cinta

 

Senayan menggigil

Istana Negara terapung 

Dalam keruh sungai Ciliwung

Jakarta menjelma taburan abu dan
badai jelaga

 

Akankah sembilan delapan terulang
kembali?

Orasi tanpa narasi

Reformasi tanpa nyala api

Revolusi sudah mati berkali-kali

 

Trotoar jalanan Batavia

Mendidihkan kesedihan seluruh
bangsa

Kolonialisme bertagar samsara

 

Demokrasi mati muda

Keadilan Sosial terlunta

Pendidikan terlantar di rawa-rawa

Aku bertanya padamu

Apa makna Sekolah Merdeka?

 

Kupetik puisi di putik embun

Mawar merah Indonesia Raya

 

Pada dawai biola

Kujeritkan lantunan doa

Inikah perjamuan terakhir

Atau asal-muasal cinta?

 

Gus Nas Jogja, 5 Januari 2023

 

 

 

HIZIB LATTO-LATTO

 

Bismillahirrahmanirrahim

 

Dengan mengucap istighfar

Kusimak gerak zaman ini

Dengan jantung berdebar

 

Tahun kembar telah berlalu

Kucatat hujan deras kematian itu

Dengan talqin di relung kalbu

 

Vaksin Pandemi berlalu

Kini datang latto-latto

Membentur-benturkan kedegilan
negeriku

Keras kepala dan keras kepala
beradu

 

Inikah penanda zaman itu?

Redupnya fajar akal-budi

Matinya rindu 

Dan sunyinya kemanusiaan bangsaku

 

Hizib Latto-Latto ini kurangkai

Pada kering-kerontang ciptaku

Pada kering-kerontang rasaku

Pada kering-kerontang karsaku

 

Tuhanku

Selamatkan bangsa ini 

Dari adu-domba 

Membentur-benturkan sesama

Atas nama Agama 

Atas nama Pancasila

Atas nama sakit hati diri
ini 

 

Selamatkan negeri ini

Dari kejahatan bahasa

Sadisnya fitnah dalam kumuh
kata-kata

Manusia yang melalaikan akalnya

 

Selamatkan Indonesia ini

Dari kemaksiatan penguasa

Dari intelektual yang tumpul-rasa

Dari pemuka agama yang khilaf bin
lupa

Menjadi suri-tauladan umatnya

Dari mahasiswa yang beku

Dan kehilangan bara

Dari rakyat yang sekarat

Walau ditindas begitu lama

 

Robbana Dzolamna!

Robbana Dzolamna!

Robbana Dzolamna!

 

Tuhanku

Nyalakan apiMu dalam bait-bait
hizib ini

 

Hasbunnallahu Wani’mal Wakil

Amin!

 

Gus Nas Jogja, 7 Januari 2023

 

 

 

KALKULATOR NIKMAT

 

Telah kuziarahi pusar dunia

Pusat nikmat

Pasar maksiat 

Titik-temu segala nafsu

 

Pohon-pohon Surga 

Yang pernah dijamah Adam dan Hawa

Telah kurenggut kegadisannya

Telah kurengkuh keperawanannya

 

Mata Air Keabadian

Telah kutimba di sumur suci

Bermandi madu

Menyelami telaga anggur

Bintang-gemintang
memahkotai 

Malam pertamaku

 

Telah kulepas busana pengantin
ini

Telah kutanggalkan segala

Yang melekat pada raga

Telanjang bersama 

Belahan jiwa

 

Tuhanku

Nikmat dunia ini 

Untuk siapa?

Berkali-kali kuhitung

Tak ada habisnya

 

Hingga kalkulatorku teler

Jutaan digit berbaris

Berderet-deret

Nikmat dariMu 

Tak terhitung jumlahnya

 

Dalam ketelanjangan ini

Menggigil jiwaku

Meronta rinduku

Sukmaku mencari 

NafasMu

 

Seribu tahun hidup pujangga 

Hanya seujung kuku puisiku

Keindahan yang tak seberapa

 

Di simpul hikmah

Kuntum pun harum 

Kupetik mekar teratai

Di bening telaga

Kutambatkan sujudku

Selama-lamanya

 

Sebait iman

Merawat jiwa

Meruwat syahwat

Mengantarku meregang nyawa

Aku dan puisiku

Adalah nikmat yang fana

 

Gus Nas Jogja, 9 Januari 2023

 

 

ALGORITMA NGGEDABRUS

 

Fir’aun laknatullah itu 

Datang tiba-tiba dan menari di
mulutmu

 

Semesta pun bicara

Que Sera, Sera

Whatever Will Be, Will Be

 

Mendung menggelantung

Awan gelap menggelar
istighfar 

Badai mendera dimana-mana

 

Lalu

Hujat lebat mengguyur negeri

Tapi kata maaf hanya bercipratan
di mikrofon saja

Entah kepada siapa

 

Keagungan hanya milik Tuhan
semata

Selincah-lincah lidah

Seindah-indah madah

Hanya Tuhan yang pantas dipuji

 

Berguru pada Imam Ghazali

Kupetik hikmah di kejadian ini

 

“Ketika engkau sedang
berjaya

Jangan pernah jumawa

Tetaplah berendah hati

Sebab hanya sepertiga manusia

Yang bertepuk dan memujamu!”

 

“Ketika engkau sedang jatuh

Dicaci dan diludahi

Tetaplah bertasbih

Perbanyak istighfar

Tegak-lurus mencari Ridla Ilahi

Sebab hanya sepertiga
manusia 

Yang benar-benar
membencimu!”

 

Sepertiga manusia lainnya

Tak pernah peduli

Apakah kita akan terpuruk

Atau justru melayang tinggi

 

Kesambet Fir’aun 

Dan Algoritma Nggedabrus

Mari kita akhiri

Hanya kepada Tuhan kita bermesra
diri

Memesrai seluruh penduduk bumi

 

Gus Nas Jogja, 20 Januari 2023

 

 

KHITTAH AGUNG ABAD KEDUA

 

Sesudah seratus tahun mengerami
telur emas Riyadlah

Membersamai pasang-surut nasib
umnat dengan Khittah

Saatnya seluruh Nahdliyyin
menatap tajam diri sendiri

 

Panji Satu Abad sudah
dikibarkan 

Dirayakan dengan gegap-gempita
satu juta manusia

Pintu Abad Kedua telah dibuka dan
disalami

Janji rahmatan lil Alamin sudah
disemai

Nahdlatul Ulama kini menyapa
dunia 

 

Satu Abad keprihatinan telah
berlalu

Waktu berdetak dalam labirin
ingatan

Di puing-puing peperangan melawan
nafsu dan nestapa diri sendiri 

Sejarah hanya dipahat oleh
pemenang

Nahdlatul Ulama bertakbir menjadi
imam

 

Kusebut Khittah Agung Abad Kedua

Sebab kredo dan menifesto telah
ranggas di musim kemarau

 

Abad Kedua Nahdlatul Ulama 

Kugali mantra sakti dari sumur
tua

Kutimba mata air kehidupan dalam
cawan suci para Pewaris Nabi Marwah keikhlasan yang berhulu di dasar samudera

 

Sebab jejak ulama adalah
keteladanan 

Petarung kebangkitan yang berada
di garda terdepan kehidupan 

 

Bacalah algoritma di kitab-kitab
tua

Akan kautemukan stilistika suka
dan duka di sana

Sayap-sayap doa yang hinggap di
jutaan kepala 

Tumpukan bait-bait puisi yang
tetap tawakal mengerami telur takdirnya

 

Bermula dari badai kepongahan di
Negeri Hijaz

Saat Raja Saud yang malang
berdiri congkak atas nama agama

Manakala Wahabi mendikte paham
sesat beragama 

Lalu membasmi jejak sejarah
dengan zalim dan semena-mena 

Diotaki oleh imperium Inggris dan
kaki-tangannya

 

Berpayung doa Syaikhona Cholil
Bangkalan

Bertongkat restu dari
Hadratusyeikh Hasyim Asy’arie

Kyai Wahab Chasbullah merayakan
takbir di cakrawala

 

Lebih dari dua dasawarsa sebelum
Indonesia Merdeka

Para Ulama telah menggaris
khittahnya

Di bumi Nusantara

Kebangkitan Ulama adalah
darah-daging perjuangannya

 

Menjelang Proklamasi Kemerdekaan
dikumandangkan

Para Pewaris Nabi itu bersatu

Merumuskan Piagam Jakarta

Lalu demi tegaknya kebhinekaan
dan daulat bangsa

Para Ulama rela mencoret tujuh
kata

 

Dua tahun sesudah rantai
penjajahan ditebas

Dan Proklamasi Kemerdekaan
menggelora

Syahwat kolonial tentara Sekutu
ternyata masih membara

Takbir santri-santri menggemuruh
di seantero Surabaya

Resolusi Jihad Sang Rais Akbar
memicu 

Dan memacu perlawanan para santri
dimana-mana

 

Itulah kenapa kusebut NU digdaya

Saat Ibu Pertiwi memanggil

Manakala kemerdekaan dipenggal
kepalanya

Para Ulama bangkit dengan
jihadnya

Melawan penindas menjadi maklumat
perjuangannya

 

Pun ketika kebodohan mengepung
negeri

Para Kyai menjadi agen perubahan

Pesantren didirikan di seluruh
penjuru desa

Membaca dan menulis adalah
gerakan penyadaran melek kata

Iqra’ adalah nubuwah literasi
pada awalnya

 

Dalam pasang-surut berbangsa

Kaum sarungan itu terus
menyalakan api

Mengibarkan cahaya literasi
hingga di pesolok desa

Kebangkitan ilmu menyemarakkan
marwah manusia

 

Kini Abad Kedua memanggil

Resolusi Jihad di Abad Pertama

Menjelma Revolusi Jihad di Abad
Kedua

 

Perang suci melawan hawa nafsu

Perang terbuka melawan
keterbelakangan

Membasmi kebodohan

Mengenyahkan kemiskinan

Adalah narasi besar peradaban

 

Khittah Agung Nahdlatul Ulama

Adalah memanusiakan manusia

Pembebas umat dari jerat
keserakahan

Pembaharu dalam menaburkan rahmat
dan kebajikan

 

Nahdlatul Ulama menggendong dunia

Bermahkota Sembilan Bintang di
kepalanya

Mengepalkan tangan untuk menebar
kasih

 

Merengkuh cinta dari penjuru
semesta

Memesrai kehidupan lalu
memakmurkannya

Bumi dan seisinya dirawat dan
dikelola sepenuh jiwa

Pohon-pohon ditanam 

Sungai-sungai dijaga
kebeningannya

Melestarikan bumi bagi Kedaulatan
pangan bersama

 

Nahdlatul Ulama menggendong dunia

Menggandeng kaum dzuafa dan
membahagiakannya

Membersamai fakir-miskin dimana
saja

Lalu mendigdayakannya hingga
sejahtera

 

Ulama-Umaro-Umat bersama

Bersatu menegakkan daulat bangsa

Berpegang teguh pada Tali Cinta

Pantang bercerai-berai dalam
merawat Indonesia

 

Gus Nas Jogja, 7 Februari 2023

Merayakan Pesta Satu Abad NU

 

 

 Tentang Penulis

           H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.

 

           Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.

        Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.


Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In