Tanpa Perlu Dijadikan Berhala
Sebelum hujan
mengguyur badan bumi
sepasang burung dapat
menitipkan sehelai bulu
di antara
celah-celah gerimis sore hari, tempat paling keliru
yang menjadikan
bumi basah atau tetap kemarau
yang menjadikan
sepasang burung dapat bergurau atau menangis dengan bergarau
yang menjadikan
seluruh makhluk senang atau sekadar risau
Meski demikian,
dengan sendirinya langit dapat menakar
apa-apa yang
dianggap baik
tanpa perlu
dijadikan berhala, disembah-sembah, dipuja-puji
pastilah ia akan
menurunkan rintik-rintik
untuk memadamkan
kecewa, api-api cemburu, lagi membasuh hal-hal merugi
kepada burung,
kepada yang murung, kepada penghuni bumi,
yang merasakan
kasih sayang buntung
Langit adalah
tempurung dalam kalkulasi tak terhingga
mendaur ulang
doa-doa
untuk ditabur pada
dada yang hendak kecewa.
Bekasi,
15 Maret 2023
Memasung Segala Dosa
Dirimu dapat
memasung kebohongan pada mimbar kebenaran
dengan utas,
tuntas, menyapu seluruh bau ke tempat yang entah
juga memahat
kabar-kabar berkarat sampai jadi nirmala
melarungkan
tuduhan-tuduhan gila
hingga hal-hal
buruk menggisil dari tubuhmu yang kian menggigil
dan kau, akan
berenang di lautan kebebasan dengan sebatang lisong
yang
terhuyung-hutung dari himpitan kedua jari kotormu itu
Namun nanti di
hadapan Tuhan
silahkan menangis
sejadi-jadi
sebab dirimu tak
dapat mereka-reka atau berbalik wajah
menutupi dosa yang
dirimu tumpuk
sampai gemuk
Bekasi,
15 Maret 2023
Merinaikan Pola Pikir
Bukankah waktu
telah ditetapkan sebagai pintu yang mengatur segala sibuk,
sementara termangu
adalah lorong untuk menuju masa lalu
tapi mengapa
orang-orang sibuk merinaikan pola pikir
tentang
siapa yang paling penyair?
sedang
berabad-abad
perdebatan
syahdunya suatu aksara telah dianggap sebagai ornamen
sekadar menggumbuk
hati yang sedang nestapa
Kendati kau menang
sawala dan dapat jemawa
beberapa sayap tak
akan menyertai punggungmu
untuk terbang ke
langit lapang tempat Tuhan memandang
atau mungkin
dirimu itu lupa
bahwa ribuan
jelaga tak bisa menjelma neraka
laiknya
kemenangan, tak menjadikan dirimu seorang raja
Bekasi,
15 Maret 2023
Palagan
di Tubuhku
Palagan telah
jatuh di tempatku merebah
menandak-nandak
untuk mencari kumpulan air mata
sementara detik
kian berpagutan dengan detak
menyuruhku
memantik bait-bait kesedihan
sungguh kehilangan
telah memperkosa siapa saja, termasuk aku
untuk dicampak
menyeberangi jembatan kehidupan
Kini, setelah
tanggal tanggal terpenggal, dan tahun-tahun terkelupas
yang sesekali,
secara teratur, sembarang, hingga sekarang
aku melimbungkan
seluruh kebaikan
kepada engkau yang
tertidur di bawah nisan
Bekasi, 15 Maret 2023
Tentang Penulis
Ilham
Nuryadi Akbar lahir di Banda Aceh dan saat ini sedang merantau di Kota Bekasi.
Buku pertamanya diterbitkan oleh Alinea Medika Pustaka berjudul Kemarau Di
Matamu Hujan Di Mataku, terpilih sebagai Juara 2 pada Lomba Puisi Nasional di
Festival Penulis. Puisi dan cerpen telah banyak terangkum pada beberapa media
Lokal dan Nasional seperti: Kumparan.co, Koran Radar Banyuwangi, Sumenep.news,
ideide.id, Literasikalbar, barisan.co, Negeri Kertas, dll. Instagram: @ilhamfellow. WhatsApp: 08111130295.