Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Jang Sukmanbrata

Admin by Admin
10 Maret 2023
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

 



KEKAWIN AIR
KABUYUTAN 1

 

malam berkabut

gerimis tipis
terkepung

naik kereta

meski jalan
bergalau

harap indah
berpulau

 

rombongan kawan

menjemput di
halaman 

kota nan tua 

lekuk Bandung utara

kenangan berpacaran

 

di tangga batu

jumpa di saung
bambu

secangkir kopi

pagar hidup bernusa

cagar budaya bangsa

 

semburat
fajar 

hidup yang
berpasangan

bule dan hitam

kebo rela berkorban

balik ke
pekandangan

 

senja di makam

subur hanjuang
hijau 

daun terakhir

penutup bambu hitam

berani hidup damai

/Kabuyutan
Gegerkalong, 23 Februari 2019

—————————————————-

 

KEKAWIN AIR
KABUYUTAN 2

 

1/

alam terkembang

banyu bayu menyegar

hamparan tanah

cinta rela
semesta  

selamat lima
indra 

 

2/

hanjuang hijau

tumbuh di nusa
pulau

pembatas tanah

mengolah rasa
liar 

berderma tanpa
pamrih

 

3/

di bawah hujan

jajaran bambu hitam

air nyawaan

abad berlari
kencang

merangkai tapak
moyang

 

4/

senja temaram

berdoa semalaman

paparan hikmah

bale bambu kabuci

bangun wajah
pertiwi 

 

5/

tanah berair

sepasang kerbau

hitam dan bule

malam menuju siang

hidup senang
berkorban

 

6/

penari bali

mata indah melirik

kilau mahkota

gamelan sarat makna

membuka bahagia

 

7/

hari benderang

seling gerimis
indah

mengucap puji 

menata nasi kuning

senyum ibu pertiwi

 

8/

turun ke lembah

di sumur kahuripan

kekawin air

menyayangi yang
kecil

bersatu nusantara

 

9/

berpanca kaki 

menanam bambu
kuning

kekawin air 

duh petikan kecapi

menyiram pohon kasih 

 

10/

di bale bambu 

empat belas tanaman

merawat akar 

kabuyutan di desa

budaya nusantara

 

11/

bunga setaman

di kele bambu hitam

air huripan

perkawinan abadi

alam aliyyi
Gusti 

 

12/

oh tujuh kembang

bertaburan di sumur

wangi melati

menista tanah air

celaka dua belas

/Kabuyutan
Cipageran Cimahi, 27 Februari 2019

————————————————————

*Kabuyutan: akar
budaya basis lokal yang integral dengan alam mikro dan makro.

 

 

PADA MULANYA ALAM

 

Pada awalnya bunyi

O, puh! tah, mih,
pis!

Brah! Lahir
disebabkan bunyi kasih

Bergerak tergantung
pada angin

 

Pada mulanya kata

KehendakNya
berkuasa; Jadilah!

Samudera terbentang
ombak menerjang

Pantai berpasir
sudutnya berkarang

 

Mulainya tanah,
mekarlah flora

Tupai ciptaan
pertama meloncat

Biji-bijian jatuh,
tumbuh pohonan

Kasih semestaNya
tiba merata

 

Pada mulanya kata

Perintah Tuhan
ciptakan manusia;

Tanah dasar laut,
gunung, lembah

padang pasir dan
tanah gerabah

 

Pada mulanya turun
terbang

Tuhan mencipta,
Malaikat berkarya

Air surga adalah
lem terkuat

Menjelmalah sosok
orang

 

Pada mulanya bunyi
perkasa

Puh! Ruh ditiupkan,
bianglala surga terjaga

Bunga bunga
berdengdang

Buah buah surga berpesta

 

Dilahirkan tanpa
ibu bapa

Berbahan aneka
tanah dan air berkah

Berjalan lembut
limpahan cinta

Malaikat bertasbih,
kasih jadi alas,

pujian berkumandang

 

Pada mulanya kata
manusia ada 

Adam berkata nama
semua benda

Cinta pun ada
membuat kata-kata

Hawa di sapa, makna
wanita o diam

 

Di negeri anggur
merah, Rene berkata:

“Aku berpikir
maka aku ada”

Semoga tak lupa
Tuhan 

yang mencipta Cinta
dan kata.

 

buahan surga

sungai susu dan
madu

tergoda setan

makan khuldi larangan

surga tak bernama
ditinggalkan

 

Di gua, darah
daging kita dihidupkan

Keinginan tahu oh
ditenun suka duka tanyakan, rumah mana dibangunkan,

Pintunya hening,
jendelanya senyap.

 

 

*Rene: Rene
Descartes; filsuf besar Perancis.

 

/Bandung, 7 Januari
2019

——————————-



 

AIR TERJUN DICINTAI
PELANGI DAN BIDADARI

   
          : Acep Zamzam Noor dan Ambu

 

tak terhitung
berapa kali puisi berbisik

nafasnya wangi
melati di pagi dini

wangi kesturi di
senja hari, 

di saat sendiri
suka mengusik dengan hembusan hidung,

ujungnya
mengelus-ngelus aortaku

Tak kuceritakan
dalam pelukan gelap

sebab semua suku
kata kerap terjaga;

menghardiknya penuh
kuasa, 

aku gagap, mata
tiba-tiba bolong bak dara gemulai lukisan Jeihan

 

menatap tapak
lingkungan desa asli,

getir dan pikiran
terjungkir, sepi miris

pelangi pergi ke
danau danau mistis

sungai sungai purba
kaki lima bukit

serupa gadis
pingitan zaman revolusi

aku mengerti
catatan kaki tanpa titik 

mewanti-wanti kali
itu cermin hati

tergantung si tamu
dan si penghuni.

 

Di danau Sanghiyang
Carita 

aku lupa merapal
mantra azimat, 

hanya senyap
mengurung hasrat,

pelangi tangga
bidadari, 

air mainan
peri wanita, 

suara gerak
tariannya bergema 

Benar katamu, air
suka terjun ke pasir, menulis di batu garis prasasti 

Salamku sampai
menutup pori keladi

 

bianglala di jiwa
datang pergi berlari

keburu liarmu
memutus aliran listrik

air terjun menembus
relung hati

dicintai pelangi,
dirindui bidadari

tak terlewati
kenangan manis,

sebab itu kuposkan
ini puisi

 

menyusur arus

tebal kabut berlalu

lengkung pelangi

sebaris larik mati

tersemat batu
cincin

 

/Gunung Bentang, 24
Desember 2019

———————————————-

 

TIDUR DI RUMAH
RASUL TUHAN

 

kau tidur di rumah
Rasul Allah

Semua alam benda
alam makhlukNya lelap dan terjaga 

ini cahaya kala
Adam merebah di tanah tanpa warna 

bumi pun belum
berwilayah. 

Seluruh patuh
merata

Tanyanya kakek kita
jalan tahu asal mula

Satunya ketetapan;
datang – kembali,

yang empatnya jalan
keindahan, 

di diri sudah
terbentang; 

gunung-hutan sungai-samudera, 

danau-daratan, dan
lembah di mata.

 

kau tidur di
biliknya Nabi

memangku keluh berujung,
dukanya ruh

menimang rasa,
sukacitanya ruh      

bergerak menjadi
cakrawala, 

berdiam berupa
lautan, 

ombak di mata
kenangan memang sejarah, 

hitam – merah dan
putih di garis doa, 

senikmat ingat –
semenyesal lupa namanya orang, jalan panjang berliku

jadi manusia berkat
pegunungan  

Si tupai hewan
pertama dicipta, senyap itu gendang telinga kita, 

Bintang laut di gua
karang kelabu, 

penerang Kau terima
jadi, 

sujud berterima
kasihlah, sayang 

sebelum delapan
surga dibukakan

lmusim rambutan dan
kepalsuan mustahil tersatukan, 

Itu bayi dan
ketuban mengantarmu 

sampai ladang yang
dijanjikan 

sedang gerombolan
keras kepala gelisah, 

tak sejengkal pun
layak mengolah tanah, 

hidup di dalam
kutukan panjang

Berubah juga tidak
punya ruang rupa atau sepetak kamar Utusan Tuhan 

Siapakah mereka?
Israel, Palestina, Oklahoma, Lembah Tihammah 

atau Lembah Garam
Basrah tempat diturunkannya iblis Azazil,

Adam sendiri
terlunta-lunta di Asia,

Eva menangis di
cekungan Marwah

Jibril si pembawa
kabar

Batu yang
menyatukan rindu

pernah bertanya
siapa penghulumu, 

waktu ditipu musuh
Ahmad, Ali atau Al-Mahdi dan Yesus

Rantau ini sebatas
pulau ke pulau

Rantau itu risau
menghabisi galau; 

Rantau, ya keluar
dalam rumahMu

Rantau, kembali
masuk ke kebunMu

Tiada alasan jiwa
berdoa terkekang

Lebih utama dari
kulit kitab bacaan

Bahkan langit
langit rumah tangga

 

Siapa diluar?

Sukman

Siapa yang di
dalam?

Tuhan

Di luar di dalam
kesatuan

Yang menyerahkan
kunci suka sunyi

(sahabat bintang-kekasih
mentari)

Yup!

 

 

/Kabuyutan Nagreg,
4 Januari 2020 

——————————————-



 

BURUNG PIPIT YANG
MENJAUH

 

kudengar lagi
suara-suara burung 

kepakan sayapnya
lembut 

di sela pelepah
palem yang murung

adapun yang sendirian
bercericit riang

menantang
kemungkinan hujan datang

senyap diselesaikan
sehelai bulu lepas

 

kulihat si pipit
terbang susul menyusul

ujung daun tak
sedikitpun tersentuh

lekukannya penuh
tentara embun

bau bakung itu
senang dikepung

rumput kuyup linangan
hujan semalam 

tiarap sekejap,
tegak lalu bersorak sorai

 

kudengar pipit tiap
pagi bernyanyi

di palem tua
sebelum semuanya pergi

pelepah muda mainan
pipit ratu kelana

melepaskan debu di
tepi sayap rusaknya

makan sekedarnya
gembira di rumahkan

Alam berharga
melebihi emas simpanan

 

generasi gegap
belum kenal bau gunung

pemburu burung
menunggu pohon rapuh

dahan berlumut
selalu lilitan si mata biru

 

Oh pipit betina
yang menerbitkan duka

sarang dan
anak-anaknya diambil orang

catatan panjang
dari sawah ke lembah

Menangis meratap
saat palem ditebang

penghuni baru –
pedagang minyak curah

usahanya sawit dan
karet di Sumatera

 

kini kawanan pipit
bertahan di sawah 

kadang datang di
pohon jambu sebelah

memperlihatkan mata
sendunya padaku

lalu menaburkan
benih benih perdu rindu 

Jika murung menderu
loncat di kebun 

kuputar rekaman
semua suara burung

 

si pipit ini
mengusik ulu hatiku

semakin jauh ke
sawah kaki gunung

getaran kepak
sayapnya di jantungku

sehelai bulunya di
daun mawar berdebu 

Penikmat musik
burung pantang masuk

Generasi bingung
bau busuknya disudut.

 

/Padalarang, 15Januari
2020-2022

—————————————–



MEMBACA ASAP

 

1. RIAU ITU NEGERI
GAMBUT
 

 

Hutan itu katamu
paru-paru bumi 

sambil menghisap
cerutu luar negeri

menghembuskan asap
kelu lupa anak isteri

Matahari sebagai
ayah dianggap sepi

 

Hutan katamu
lumbung bekal hidup

peta rimba penuh
tanda merah dan biru 

contrengan hitam
kalender politikus busuk

Orang rakus takut
miskin menjadi kalut

 

Hutan Riau warisan
para leluhur 

negeri gambut
pantang tersentuh api

tak boleh disentuh
perusuh 

tak berkah diinjak
penyinyir

Semua hidup dan
berumah dari kayu

Kapan mengerti asal
mula bumi

api tersembunyi
sulit dipadamkannya

gambut istana
rahasianya

“Hujan besar
jalan surga kami.” bisiknya lagi,

“Ya, jangan
beri api lagi tanah leluhur! 

Kami semua disini
adalah anak api.”

 

(ada yang menyebut
hutan dan tanah Riau itu keponakannya api; batu digoreskan ke tanah

menyalalah api
dengan berahi sampai tembus

ke kerajaan gambut)

 

2. RIAU HUTANNYA
KAYU KERTAS
 

 

Riau hutannya
banyak

matahari lewat
begitu dekat

 

Di bawah
akasia 

Di kebun sawit
berminyak mantan preman

kembali
preman 

menjadi calo tanah
mengandung bara 

Hutan sisa pun
musnah

Uang melimpah
sampai sudut-sudut rumah 

 

Memusnahkan hutan
matikan jiwa

Tahun ke tahun
pejabatnya gila berpesta

Erofa tujuan wisata
bawa uang suapan hutan

Dikepung asap

Riau makan asap
duka hutan

 

Hutan adalah
ibu 

Tanahnya memberi
makan dan minum

Airnya menjadi
darah tumpuan hidup

Suara burung yang
dibagikan angin itu lagu

Hutan marwah
melahirkan sejarah

Leluhur yang
bestari mewariskan 

 

3. HANTU HUTAN PERKEBUNAN
SAWIT

 

Begitu berhenti
dari pengangguran

merubah diri
sebagai orang-orangan 

dipeluk agama,
mencium surga buatan

tak mampu
menepiskan dingin dan panas

lembab membatu di
dinding-dinding kota 

di rumah-rumah
peladang banjar harian

Siapa saja memasuki
hutan Riau 

hilang ingatan
hidup di pulau

Keanekaragaman
hayati

musuh sengit

 

4. RIAU BERKALANG
ASAP 

 

Riau kerajaan asap

Riau korban asap

Hutan rusak rakyat
belangsak

 

Burung malam
kehilangan sarang

Meratap menangis di
Malaysia

Air mata tumpah
bawah purnama

Harapan, ya harapan
oh ditelan asap

Jumpalitan ikan di
keramba sungai

 

5. MELAYU BISU

 

Menghirup asap

Melayu bisu

Menulis sajak-sajak
bau asap

Melayu bisu

Syair-syair suluk
Raja Ali Haji menetap di sunyi

Jalan ke hutan
dipagar pelaku makar, o mati

Senja ke pagi telah
penuh penghianat negeri

Siapa yang
dihidupkan hatinya saat bermimpi

 

Hutan itu hulu

Tempat warisan
leluhur bermula

Tempat air dan
udara segar

Tak dijaga tak
dijungjung rimbunnya

Melayu bisu

 

 

/PB, 30 Oktober
2019

—————————–

 

 

JALAN LURUS PADANG
PANJANG

1/

Bermula Dari Rumah
Adat

 

seperti dibawa
perahu angin nabi Sulaiman

dari Padalarang
sampai Padang,

aku bawa banyak
cinta 

kuhamparkan di
tanah Minang, 

demi apa? 

(di senja-malam,
terdiam)

dua tetes air
mataku jatuh menguap di awan jadi tentara hujan, 

berkelana di kolam
bening tepi hutan, dan arungi sungai menuju lautan

o, mulanya kita
jumpa. 

Duhai dua puan,

anggun si putih
jelita,

manis si lesung
pipit, 

kurindukan kalian.
Di mana?

 

cakrawala luas,

potret diri
terlukis,

di rumah adat

rindu perantau
lepas

padang panjang di
hati

 

meniti tangga

beranda rumah adat

surya menjelang

jejak mulia moyang

warisan padang
terpanjang

 

hari pertama

raga lelah gembira

bangunan megah

dukana hai jangan
berkuasa!

rumah sendiri ini
istana

 

jauh digapai

membaca peta
leluhur

pantun di dendang

warisan rumah
adat 

tercatat dalam jiwa

selamat berjuang
wahai pecinta adat

di mataku ada 14
bintang pedoman kala malam di tengah lautan, 

bahtera itu cinta

layar
takambang 

alam padang
nerawangan 

bacaanku dalam
lengang.

 

2/

Mencapai Lembah
Anai

 

hanya melintas

ciprat si air deras

oh Lembah
Anai 

rendah menuju mulia

surga di senyuman
bunda

 

di kemerdekaan

di atas Lembah Anai

hijau di kolam

jangan lupakan
sungai

arus gemulai tidak
lalai

 

meraih percik

mata tertawan
lembah

senja Anai kulukis

ratusan tahun
pohonannya

pagar jiwa perkasa

jangan tebang
sembarang, 

biarkan hutan
lestari!

 

di hutan lindung

ditulis semua
kidung

Ilyas penunggu
anggun, 

sandalnya oh kayu

Khidir pelaut
handal di ombak ganas

sandalnya oh tembus
pandang

berwibawa di tengah
danau puncak

atas Lembah
Anai 

jalannya cinta itu
kerendahan

jangan ganggu hutan
larangan! 

biarkan rimbun, itu
Quran alam

 

tubuhmu
ngarai 

hijau tanah pusaka

Anai membelai

tercapai hilangkan
letih

sambil kulihat
jembatan kereta api 

yang memanjang dari
masa silam menembus gunung masa depan

lihatlah nanti,
jadi jalan surga dunia

 

abrakadabra!

ini bukan sihir
bukan mantera

ini puisiku buat
Lembah Anai 

sampai jumpa ya
alam terkembang

aku dan Asdjar Koto
pulang

(air mataku sungai
Padang Panjang)

tangisku tertinggal
di Tanah Datar. 

Hu, wahai Dia 

 

3/

Jembatan Layang
Bukit Surungan

 

Itu kabut tebal
panjang perkasa memagut lembut Bukit Surungan, 

di kakinya serumpun
bambu 

memberi lagu merdu

anginnya hapusi
debu 

Bawah bukit
melayang jembatan tua, 

Kenangan
berkarat 

Cerita heroik
moyang 

dan orang
kamardikan di baca tak tamat

Jejak guru Ulakan
ada yang dikubur tiang

ada yang dibawa
angin ke gunung 

ke pesisir Pariaman
;

Adat menjelma syair
tarian

 

Itu di ujung
Jembatan Layang 

sontak datang
bayangan, 

senyuman, peluk
pamitan mantan menembus ketuaan

Di bawah Jembatan
Layang

Diiringi bunyi
gendang,

jalan terang
panjang

beragam percakapan:

sebelum gelar, di
jalan kehidupan kita yang mesra bersejarah,

melalui kaki lelah
perantau tanah air tuturnya di kedai Padang Panjang

 

Tahun-tahun
berarus, 

arusnya bagai
sungai, 

yang kukuh, ialah
yang tinggal jiwa yang setia berumah di balik bukit, 

yang lintas
jembatan 

menuju kampung situs
datuk sembilan

Tubuh halus Minang
itu Bukit Surungan ,

Jembatan layangnya
– adat bersanding pedoman Tuhan.

–  Uda sudah
dimana?

+ Aku di jembatan
layang

– Cepat-cepatlah
melintas! 

+ Ya, ini juga
takut longsor.

Berjalan di garis
waktu, 

seperti mengusap
liukan keris, 

laksana besi
jembatan layang.

 

Itu jembatan
melayang 

dari jauh serupa
bayang mengambang 

di atas jalan desa
ke jalanan kota 

yang panjang
riwayat masa silamnya.

 

Di jalan hidup kita
ada juga pikiran rapuh seperti tiang jembatan yang berlumpur;

Jiwa gelap
pendatang menodai kedamaian,

melayang di atas
jembatan layang, 

di riak sungai
Surungan, 

di aluran lumpur
waktu, 

mengajak berubah
warna rambut 

dan coklat matamu 

 

Lintasilah waktu
atas jembatan layang, laksanakan hajat perubahan masa depan

 

Lintasilah Jembatan
Layang, 

bawa suka duka, dan
syukuran 

Di bawah bukit
Surungan, 

di hempasan angin
jembatan layang, jiwa raga menjulang sampai suhunan rumah-rumah gadang kaki
pegunungan.

Ada yang ditinggal
rantau panjang,

sekumpulan hampa di
desa hutan

 

Berjalan
tegak, 

beri sedikit
candaan,

benar, benar bagai
jembatan layang

 

Itu lihatlah dua
pasang rang awak seiyo sekato, seikat sapulidi di jalan,

ujung kanan-kiri
serumpun bambu 

Jembatan Layang
rengkuhan bukit. Hening.

 

/Padang Panjang –
Padalarang, 2011 – Mei 2022

_______________________________________

 

 

RIBUAN DAUN GUGUR
DI GUNUNG KAPUR

 

jika aku tertidur
di balè bambu, 

tutup jendela dan
pintu kebun, 

kalungkan rangkaian
bunga,

bakarlah kayu
gaharu, 

asapnya usapkan ke
ikat kepala,

dan tinggalkan aku
di kaki gunung

Kelu dileburkan di
kabut malam,

cita-cita tak
diburu, dibiarkan hablur

Puluhan kampung
sudah ditempuh 

melalui lorong yang
berdebu kapur, jalan ibukota yang dirusak perusuh, debu kota terbawa
orang-orang tanpa kepala, 

nafsunya penambang
gunung kapur menyala di batu-batu, 

Dibawah kars
situs 

dibuat peternakan
kadal gurun; 

lucu lucu, matanya
menatap jauh, berharap ada serangga mabuk

Cakrawala senja
ditatap malu-malu, aku senang tinggal di tengah bambu 

Bisu? Ya tentu saat
angan dibunuh

Senyum selalu
menyalakan hidup

Bangkit, tak peduli
umur berjamur

Pikiran tak menentu
gugur

 

Wancina mendengkur
kuncilah pintu, 

kau taruh tampah
sesajian kembang, bubur merah putihnya untukku;

ia penghibur tanpa
bayaran, 

mulya dari segala
cela dan goda,

meski di kubur batu
kapur ia berkata

Masih juga kau diam
disitu menghirup tembakau Garut  

ya, aromanya
bertahan dalam kabut 

Kepercayaan apa
hanya di embun

sekejap terhirup
daun, singgah, luruh

Ah haru negeri ibu
Cicih ini semusim, sejarah itu dongengan bangun tidur,

ingatan ke si
miskin dibanting angin, 

terlindas roda roda
mobil baru

Suara kita bukan
punya sendiri,

diberi Tuhan
penumbuh lumut sunyi 

 

malamnya wangi

tak lebih daun suji

bayangan kaki

kabar sahabat pergi

maut mengusap
alis 

 

/Kabuyutan
Gegerkalong, 1 Juni 2021

———————————————

 



 

JEJAK DI BATU

KARANGKAMULYAN* 

 

berlarian,
berlarian anak-anak 

tengah hujan 

menembus yang
memercik indah, 

matamu teduh
sekukuh gunung, 

biru hijau rimbun
di upuk jauh, 

itu semasa aku bau
kencur

saat buku jiwa
tersibak angin hutan

jejak musang di
batu Karangkamulyan, 

di bulu bulu mataku
menempel baunya 

di mulut cukong
tanah adat Priangan

si hina dina
memalukan peradaban. 

Lekat tercatat di
kutukan moyang, 

hujan deras tak
bisa menghapusnya, cucuran air mata di sesal kepalsuan,

garisnya memudar di
tanah adat

ucapan-tulisannya
tak berbisa, 

tak ada kenangan
diceritakan, buram

Kesejatian itu
perjuangan di hening 

buruannya para
penyair budak nurani

 

hidup bermimpi,
menyesal pergi sendiri

Kejujuran lebih
dari seni, tak kan mati

 

berlarian,
berlarian anak di hujan, senyap

malamnya menuliskan
cerita hariannya terang, remang, gelap berseliweran

terus, terus saja
tulis kesaksian

sampai yang tinggal
kelam

 

Berlarian, berlari
anak menembus hujan

angin kabuyutan
ikut dari belakang

serupa malam tak
berbintang

awan bisa jadi
pedoman 

Berlari! Ayo ke
dalam

Tolak hidup tak
keruan sebelum ajal tiba

 

 

*Karangkamulyan:
Pusat Kabuyutan di Ciamis Jawa Barat.

/Kabuyutan Nagreg,
9 Maret 2022

—————————————–



TENTANG PENULIS


JANG SUKMANBRATA


Lahir di Bandung, 17 Agustus 1964. Karyanya dulu tahun 1980an semata puisi lirik bebas, kini banyak menulis puisi beragam genre; lirik, balada, tanka dan haiku dalam 2 bahasa: bahasa Sunda dan bahasa Indonesia. Puisinya tersebar di buku antologi puisi Negeri Pesisiran, Negeri Rantau; DNP 2019 – 2020, Raja Kelana DNP 2022, buku Antologi Puisi HPI 2021 & 2023, buku Antologi Puisi Para Penyintas Makna & Antologi Larung Sastra-Dapur Sastra Jakarta th.2021 & 2023, di beberapa buku antologi lainnya, 30 haiku-dan puisinya di koran Pos Bali, Nusabali, Bali Pos, Pikiran Rakyat, Bernas, Masa Kini, KR Yogya, Mjl.Basis dan medcet lainnya di seluruh Indonesia. Puisi tanka dan haiku-nya di setiap buku Antologi Newhaiku-KKK, di SKSP Literary,  mjl. Elipsis, Balipolitika, Tatkala, Ide Sastra, Semesta Seni, SastraMedia.com, HOMAGI International,  berbagai majalah digital-internet-blog, FB dan IG.

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In