Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi Chye Retty Isnendes

Admin by Admin
2 Juli 2024
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter

 

BURUH PEREMPUAN 

Jutaan perempuan muda memburu 

gerbang menghirup kebebasan dari 

tembok dan waktu yang mencengkram

Wajahnya pucat setiap hari sembunyi

dari mentari

Matanya lelah dan merah. Delapan jam 

tambah lembur memelototi benang, sepatu,

mesin jahit, chip elektronik, Boneka Barbie, 

dan sejuta barang-barang pabrik

Begitulah, entah eksploitasi ataukah

eksplorasi. Para buruh perempuan muda itu

dipaksa melupakan dirinya, anaknya, dan

rumah tangganya. Dengan sejumput harapan

yang habis tiap akhir pekan. Kontrak mereka

kadang tanpa tanda tangan

Seperti itulah bangsa ini membangun

modernitas. Pucuk-pucuk bangsa dilupakan

tumbuh karena perawatnya dikendalikan

impian memabukkan. Bagai zat aditif yang

sukar dilepaskan, sedang para suami diam

rela tak rela dalam ketakberdayaan dan 

harga diri yang dicampakkan. 

Inilah potret buruh di negeri antah berantah

yang terlelap dalam pelukan kapitalisme,

sesekali menggeliat dan menguap tapi 

tidak juga bangun, Kawan

Cianjur, 2017

*Pernah dibacakan di depan Ibu Gubernur Hj. Nety Heryawan

MUSAFIR DUKA

Sendiri bagai musafir

Mencari-Mu tak sampai-sampai

Jangan pergi raihlah hamba

Walau dungu pendurhaka

Sendiri bagai musafir

Bukan tersesat tujuan pulang

Silau cahaya dunia pukau

Termangu sering dalam galau

Rabbi

Kesunyian itu mawar

Durinya tajam menusuk jiwa

Harumnya mewangi surga

Musafir kelana

Duka-cita 

Berdebu 

menggapai-Mu

2018


DI KETINGGIAN SEPI

Mencari sampai di ketinggian

Semakin kecil dan menghilang

Menemukan di kedekatan

Diam hening tak beri jawaban

Tak kucari di kenyataan

Bayang hadir dalam impian

Tak peduli dalam hayalan

Tatap nanar dalam postingan

Seluas langit nan biru

Angin selalu merindu

Sepadat Bandung Utara

Sesesak penuh asmara

: Kalbu meriuh gemuruh

Rasa geletar sepi terdengar

Waktu terbentang panjang

Ruang kosong berdentang

15 Juli 2019

JIWA DAN RERUNTUHAN

Ada aku di situ, menemuimu dalam riwayat: 

Rara Jonggrang dan Bandung Bandawasa

Mengapa nafsu mengalahkan cinta lalu

kebencian menjadi prasyarat tingginya harga diri

Hamparan cerita dalam legenda tanah purba

dari barat ke timur Indonesia, selalu berakhir

pada tajamnya kata; supata dan tradisi lisan yang 

mengguncang jiwa persada dulu dan kini, atau bahkan nanti

Keelokan tanah leluhur jangan jadi reruntuhan

di atas kebencian. Penebusan cinta jangan jadi kutukan

Adu kekuatan jangan jadi alasan ego kekuasaan

Pada akhirnya semua hilang cuma kenang di keabadian


27 Maret 2018

HUJAN DAN KEBANGSAAN

Suara hujan setiap malam

menjadi nyanyi merdu melelapkan

alirannya membawa mimpi

tentang rindu yang melenakan

Sampai subuh hujan tak berhenti

kusimak rintiknya berubah-ubah

kadang bagai musik tak berkesudahan

jazz, rock, bahkan amuk underground

Keroncong hujan Bandung Selatan 

di waktu malam terendam uga zaman

Putri Lenggang Kencana mendayung

sampan, berakhir entah sampai kapan

Rinai hujan kadang seperti cianjuran

membawa sukma di kesunyatan

tentang Pajajaran di tanah Sunda

hilang elok diterkam perebutan kuasa

Lalu aku menulis hujan 

mengabadikannya dalam harap

merekam berkah Tuhan

esok lagu perjuangan kumandang

dalam kemenangan sebuah bangsa

~Indonesia tanah air hamba

Cigugur Girang, 090419

TENTANG HALUAN NEGERI

MARATON MENUJU ENTAH

Penyair itu selalu kesepian

Dipintalnya kata dalam diam

Lalu merajut kenang pada orang-orang,

peristiwa, dan lalu-lalang penderitaan

Dalam ingatan tumpah senyum masa 

lalu atau kisah pedih dan harapan

tentang sawah yang semakin hilang

kerbau dan suling yang kian parau

ramah senyuman penduduk desa 

dan petani yang semakin dihindari

Bila di sekolah belajar biologi tentang

produsen dan konsumen, kini semua

menjadi konsumen yang kapitalis

menjadi konsumen yang materialistis

menjadi konsumen yang hedonis

menjadi konsumen yang liberalis

kampung digusur menjadi kota

dengan petakan toko dan ruko

ketahanan pangan hanya cerita maya

hamparan tanah pusaka beralih tangan

berpindah empu lalu siapa memangsa

siapa. Aku tak tahu

Penyair itu selalu kesepian

Pintalan kata menjadi ladang yang

disuarakan tak berbilang. Membawa

apapun yang direnungkan tentang sebuah

negeri dalam rekaman masa dan apa yang

dirasa dan apa yang dimangsa dan apa

yang dilalui dan apa yang akan menjadi

Romantisme tak mampu melawan perubahan

Tetapi setidaknya mengingatkan apa yang

mesti dilakukan bagi sebuah bahtera raya

Tentang kedaulatan, cita-cita, dan tujuan

5 Januari 2019

AHIMSA MERAH DARAH

(Tragedi Pembantaian Muslim di India)

Begitulah ketika muslim dalam minoritas

Ahimsa dan dharma hanya ada dalam kitab suci

Upanishad dan Bhagavad Dita tertutup terkunci

Mereka yang berdarah-darah bertahan nyawa 

tanpa janji. Terkurung terjebak untuk dihabisi

Negeri tua telah sampai di puncak renta, lupa masa

jaya peradaban tinggi dalam sejarah yang berputar

Kini tanpa undang-undang muslim dibiarkan negara

apa gerangan tak berikan perlindungan dan hak layak

hidup dalam kesejajaran?

Umat, masihkah ada ghiroh pada dirimu?

Di seluruh penjuru dunia saudara kita disakiti

Tanpa wali tanpa khalifah melindungi

Bercerai-berai bagai buih di samudera raya

Sungguh iman sebesar dzarah lebih berharga

dari ketawa

Bersatulah, wahai!

Bangkitlah, wahai!

Masih banggakah dengan nyanyian Kuch Kuch Hota Hai? 

Juga gemerincing gelang dan lambaian sari yang 

mengundang? Sungguh tertutup matamu bila demikian

Matikan televisi, film India yang sesungguhnya itulah: pembantaian

Ahimsa merah darah telah menyala, membakar nurani 

dan kemanusiaan. Keadilan harus ditegakkan

Setidaknya dikumandangkan

Biar Sungai Gangga mendengar seru Mahatma yang 

katanya sang pejuang, lalu arusnya melarung teror dan

radikal kemanusiaan. Mana jiwa agung tanpa kekerasan 

yang diwariskan pada pengikutnya? Kebencian darinyalah

bermula

25 Februari 2020

WARNA RINDU 

Ada rindu berwarna biru 

bagaikan lautan yang dalam 

berpalung dan berlubuk 

berbagai ikan berenang 

dan jutaan tahun mineral

minyak bumi kekayaan

Ada rindu berwarna ungu

bagaikan beludru yang dihampar

keindahan cahaya bersemu malu

kekuatan dan keyakinan ingatan

mendudu dan melulu tentangmu

juga cinta yang tak bertemu

Ada rindu berwarna kelabu

Ketika tangan tak bersentuh tangan

Bola mata tak bisa menatap mesra

Hanya kata berjalin kata di maya

yang tak berbatas dan berlimit

Lorong waktu serasa sempit

Ada rindu dalam buncah rindu 

pada absurd yang merindu biru

dan harapan rindu memikat ungu

Tapi mengapa kelabu menunggu?

Mohon Tuhan, rindu tak bilur memilu

4 Oktober 2021

SELAMAT TINGGAL

Kali ini tak ada puisi. Telah kubenamkan rindu

bersama sendu dan kucabik rasa dengan

angin Oktober yang membawa butiran hujan 

lalu singgah di antara musim yang tak pasti

Suara-suara meletup di hati kiri mengenang

panjang perjalanan harus dihentikan. Tak ada

guna, aku berhenti di ujung harap yang

meleleh saat kemarau: semua, enyahlah!

Cintaku halilintar; bencimu bukan tandingan

Temui saja langit yang akan bercerita bumi

atau sungai yang kembali ke lautan. November 

akan tersenyum. Selamat tinggal kekasih waktu~

6  Oktober 2021


PEREMPUAN DAN RANTING KERING

Perempuan dan ranting kering

Di bawah langit biru dan hijauan hening

Membawa beban panenan pucuk teh

Ditukar senyuman dan kepeng sekeping

Matanya indah mengerling, hari itu dan

seminggu mendatang cemerlang bening

Perempuan dan ranting kering

Berpijak pada cerita leluhur dan sejarah

ihwal perkebunan. Secangkir keharuman

pada punggung perkasa dan pipi merah

merona. Lentik cekatan jari tangan juga

keramahan negeri Pasundan.

Perempuan dan ranting kering

Kiasan estetik bersemu halimun turun 

Barisan Tuan Tanah; kecantikan Nyai;  

para sinyo yang lahir tanpa identitas lalu

terlunta di kelas ketiga. Semuanya riwayat

panjang dalam seduhan teh penuh aroma

: menjadi tanda yang belum tentu terbaca

20 Nov 2021



Riwayat Penyair



CHYE RETTY ISNENDES, nama popular penulis dari Sukabumi. Lahir tanggal 02 Desember. Chye (dibaca: Ci’) menempuh pendidikan di: TK Kartini Nagrak, Madrasah Diniyah Kaum Nagrak, SDN V Nagrak, di SMP Muhammadiyah 8 Nagrak, dan di SMAN Cibadak. Chye kuliah S1 di Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah FPBS IKIP Bandung (1993-1998), S2 di UGM Yogyakarta (2002-2004), S3 di UPI Bandung (2010-2013.) Chye bekerja di almamaternya; Prodi S1 Bahasa Sunda UPI (1999 – sekarang). Mengajar juga di Prodi S2 Bahasa dan Budaya Sunda,  dan di Prodi Linguistik (S2, S3).

Berbagai penghargaan telah diterima oleh Chye berkenaan dengan karya sastra Sunda dan karya akademiknya. Diantaranya: Diploma dari Museum Seni Anak dan Remaja Oslo, Norwegia (1991), Hadiah Lembaga Basa & Sastra Sunda 1998 (1999), Hadiah Sastra RANCAGE dari H. Ajip Rosidi (2000), Hadiah Mangle (carpon dan sajak antara tahun 2000-2002), Hadiah Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda untuk cerita pendek Sunda (2007) dan untuk sajak Sunda (2008).

Buku sastranya yang telah terbit: Kidang Kawisaya (kumpulan sajak Sunda, Girimukti Pasaka-1999), Nu Nyusuk dina Sukma (kumpulan sajak Sunda, Daluang Press-2010), Jamparing (novelet Sunda rumaja, Wisata Literasi-2012), Handeuleum ‘na Haté Beureum (novel Sunda sawawa, Yrama Widya-2014), Dua Wanoja (kumpulan carpon Sunda, Kiblat-2014), dan  Dongeng-dongeng Petingan ti Sukabumi (Yrama Widya, 2015). 

Buku yang berhubungan dengan akademiknya adalah: Teori Sastra (Sonagar Press, 2009), Kajian Sastra (Wisata Literasi, 2010), Kamaheran Nulis Skenario (Sonagar Press, 2016, edisi revisi 2018), Perempuan dalam Pergulatan Sastra dan Budaya Sunda (Yrama Widya, 2017), Teori Sastra Kontemporer (bersama penulis Narudin dan Toyidin, UPI PRESS, 2018), Keutamaan Perempuan Dewi Sartika (Penerjemah, Situseni 2020), Kritik Sastra: LUTUNG KASARUNG dalam Ekofeminisme Sunda (UPI Pess, 2021).

Chye juga mengeditori buku, di antaranya: Lir Cahya Nyorot Eunteung: Cipta Sastra Warga Jurusan Pendidikan Bahasa Daerah (Sonagar Press, 2009) dan Salikur Carpon PATREM (Pustaka Jaya, 2017), Surat Penting Pustakawati 50 Carpon PATREM (Pustaka Jaya, 2020), dan Bujangga Manik, Gunung Sembung, dan Hulu Citarum (2022).

Sehubungan dengan penelitian, topik yang diminatinya adalah seputar sastra, bahasa, alam, dan budaya. Penelitian yang pernah dilakukannya berhubungan dengan karya sastra Sunda klasik dan modern, juga ihwal flora Sunda, upacara adat, adat-tradisi-budaya, dan bahasa Sunda Baduy.* 

Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In