Kirim Karya

SKSP Book Store
No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan
No Result
View All Result
SKSP Book Store
No Result
View All Result
Home Puisi

Puisi-puisi D. Zawawi Imron

Admin by Admin
2 Juli 2024
0
Share on TelegramShare on WhatsappShare on Twitter


MOMENTUM
HENING

 

Di dusun yang
sunyi ini

Aku harus
belajar mengeja sepi

Mengaji sunyi

Agar darahku

Mendesirkan api

 

Menuju titik

Lubang abadi

 

Itu gerbang

Bukan lengang
kerontang

 

Karena sunyi

Memikul ribuan
ton

Yang ditebarkan
pagi

 

Kudengar lolong
anjing

Yang melecut
bulan

Di rembang malam

Melecut searak
awan

Di atas malam

Bukit menggigil
merindukan sunyi

 

Saat sunyi
bersilang puisi

Serintis
seruling menyayat langit

Melahirkan
hening hakiki

Hening bulan
bukan yang dulu bukan yang nanti

Yang tak akan terulang
lagi



 

UNTUK PAK
SYAFI’I MAARIF

 

Di jantung danau
kusimpan hikmah

Matahari yang
berkaca pada permukaan air

Menerjemahkan
nafas yang terengah

Bahwa tak halal
rakyat merangkak

Saat songket
mengerling semarak

Saat
senyum-senyum merekah di seling suara mengakak

 

Yang tercecer,
dan berceceran

Di tingkat
lembah menurun

Bukan jejak babi
dan jejak anjing

Tapi huruf-huruf
buku sejarah

Yang berlarian
dan berserakan

Karena bosan
disimpan

Dalam tengik
perpustakaan

 

Puisi memang
harus merasa tersesat

Tapi di jalan
yang benar

Agar akar-akar
tetap menjalar

Serta menetapkan
keyakinan

Bahwa salah dan
benar tak boleh ditukar

 

Anak-anak
berlarian

Berlarian di
tepi danau

Mengejar layang-layang
kakeknya yang putus

Dan lenyap
ditelan awan

Padahal layang-layang
itu sudah lama hilang

Akibat perang
Padri

Tapi kenapa
barusan muncul

Apa harus
bertanya pada sejarah?

 

Sejarah paling
akan menjawab

Bahwa daun
berlembar-lembar di tepi danau

Dan daun
bertiras-tiras di bukit-bukit

Mengisyaratkan
hadirnya orang-orang berotot kawat

Yang merasa
benar di jalan sesat

 

Kalau orang itu
nanti datang

Kita jemput,
kita sambut

Kita mandikan
mereka di jantung danau

Agar mereka
percaya kepada kalau

Kepada isyarat-isyarat
yang samar

Bukan pada
kepastian yang melahirkan pedang



 

HATI YANG
BASAH

 

Satu saat orang perlu belajar
pada gemuruh,

Detak jantung dan tetes peluh

Yang tak bisa dihitung tak bisa
diseduh

Dan matahari, yang sudah lama tak
muncul

Akan menganggap gunung-gunung tak
lagi bisu

 

Orang-orang bersujud

Takbir susul menyusul

Syukur terwujud

Tahlil memantul-mantul

 

Inilah hidup yang dihargai,
diresapi

Oleh orang yang merasa diberi
hidup, dihayati

Meskipun ia telah mati

Langkah dan sujud tak akan basi

 

Tengoklah Hatta, tengoklah Hamka

Lihatlah Natsir, perhatikan
Syahrir

Di antara Hamka dan Syahrir

Banyak sekali daftar mengalir

Yang tak bisa dihapus banjir

Nama-nama yang telah menaksir
takbir

Dengan tinta dan penjara

 

Satu saat orang perlu mengeja
sejarah

Mengaji detak jantung dan tetes
darah

Kalau sejarah sejenis batu asah

Yang tajam adalah hati yang basah



 

DALAM LIPUTAN
KABUT

 

Di Aie Angek, rumah berkabut

Tapi bukan berkabung

Setengah bulan berturut-turut

Puisi hadir tak tertampung

Siapa tahu aku hanya pancuran

Bagi air menderu, bagi ruh alam
yang terkembang

Bagi hari-hari dan sejarah,
bergegas silau tapi harus dicatat meski penat

Harus ditulis, meski dingin
sangat mengiris

 

Dingin yang sembilu, dingin yang
mendesakkan kelu

Sesekali menderapkan harap

Seperti pemantik api yang kerling
gemerlap

Mengharamkan aku tiarap

 

Ke lembah air mengalir

Menyapa angin mendesir

Berdeburan jantung penyair

 

Setetes embun di ujung daun

Di sini terasa airmata ibu

Yang siap menjadi tinta menulis
pantun

Manisnya amboi, pahitlah madu



 

KAKEK BILANG

 

waktu terlipat, berlipat-lipat

tiba-tiba aku merasa tua

dengan buku-buku, jejak-jejak
senyum

yang tidak banyak dan tidak utuh

belum bercak-bercak yang tak
terbasuh

 

kakek bilang, mau menjadi orang
pandai

kita bisa berguru

bisa membaca dan bersahabat
dengan waktu

sampai keringat menjelma jalan

menjelma jembatan

 

tapi menjadi orang yang mujur

yang kita perlu tak cuma guru

tak cuma buku

di balik senyum dan waktu ada
hakikat senyummu

bukan bom tapi berdentum

ada yang seperti tidak teratur

tapi bertuju, dan menunjam

mencari yang tak terhitung tetapi
Satu

 

TENTANG PENULIS


D. Zawawi Imron, lahir di Batang-Batang, Sumenep, Madura, 1946.
Puisi-puisinya telah dipublikasikan di media lokal, nasional, dan
internasional. Buku puisinya (1)
Semerbak
Mayang
(1977), (2) Madura, Akulah
Lautmu
(1978), (3) Bulan Tertusuk
Lalang
(1982), (4) Nenekmoyangku
Airmata
(1985), (5) Celurit Emas
(1986), (6)
Derap-derap Tasbih
(1993), (7)
Berlayar di Pamor Badik
(1994), (8)
Laut-Mu Tak Habis Gelombang
(1996), (9)
Bantalku Ombak Selimutku
Angin
(1996), (10) Madura, Akulah Darahmu
(1999), (11)
Kujilat Manis Empedu
(2003), (12)
Cinta Ladang Sajadah
(2003)
, (13) Refrein di Sudut Dam (2003), (14) Kelenjar Laut (2007), dan
beberapa lainnya. Buku kumpulan esai sosial keagamaannya
Unjuk Rasa kepada Allah (1999), Gumam-gumam
dari Dusun
(2000). D. Zawawi Imron pernah juara
pertama menulis puisi di AN-teve (1995), dan menjadi pembicara Seminar Majelis
Bahasa Brunai Indonesia Malaysia (MABBIM) dan Majelis Asia Tenggara (MASTERA)
Brunai Darussalam (Maret 2002). Sastrawan-budayawan ini
memenangkan Hadiah Mastera 2010 dari Kerajaan Malaysia dan The SEA Write Award 2011 dari Kerajaan Thailand. Dari khalayak pembaca luas, Kiai Haji D. Zawawi Imron  mendapat gelar “Penyair Celurit Emas”, dan
tetap tinggal di desa kelahirannya, di Batang-Batang, sebuah desa ujung timur pulau
Madura. Pada Minggu, 9 Desember 2018, Presiden RI Joko Widodo memberikan
penghargaan kepada dua budayawan dan dua sastrawan pada acara Kongres
Kebudayaan Indonesia Tahun 2018 di Kantor Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, satu di antaranya ialah D. Zawawi Imron, atas kontribusinya sebagai
penyair dan pendakwah yang terus menyiarkan kebajikan sastra dan religi ke
seluuruh Indonesia.
Admin

Admin

SKSP

POPULER

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

Puisi – Puisi Quinta Sabrina

2 Juli 2024

Tentang Redaksi

11 Juli 2024
Puisi – Puisi Tania Rahayu

Puisi – Puisi Tania Rahayu

2 Juli 2024
Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara

15 November 2024
  • Disclaimer
  • Kebijakan & Privasi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

No Result
View All Result
  • Esai
    • Esai
    • Esai Terjemahan
  • Puisi
    • Puisi
    • Puisi Terjemahan
  • Cerpen
  • Gurit
  • Galeri
  • Katalog Buku
    • Info Buku
    • Beli Buku
  • Tentang Redaksi
  • Kerjasama Korea Selatan

© 2024 SKSP - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In