PANEN KIAMAT
Hari ini kiamat akan tiba
Kau berkata begitu entah pada siapa
Tapi sudah lama aku mengerti apa makna kata-kata!
Bukan dukun bukan pesulap tapi kau gerayangi lekuk-lekuk
rahasia
Bukan penyair bukan pula pujangga
Tapi kau berani memanen kata-kata
Kiamat tiba menjelang senja
Dari rindu kau panggil kalbu
Dari mimpi kau pinang puisi dengan mahar sunyi
Diakadkan mantra kau bersanding di pelaminan langit dengan
perih dan luka
Tersebab Tuhan tak pernah melempar dadu maka kuucap cinta
pada ibuku
Perempuan seindah Dewi yang kasihnya seperti Nabi
Menyayangi para pencari
Sesudah itu kiamat tiba
Di tiap titik-koma dan alenia selalu kutemukan cinta dan
mukjizat puisi
Sawah-sawah bertasbih dan petani menggelontorkan mata air
istighfar dengan tangisnya
Dengan doa yang dimatangkan oleh bara api puasa
Kiamat sudah tiba kemarin lusa
Saat di ladang-ladang sayur para petani menggali liang lahat
kuburnya sendiri
Manakala anak-anak muda meninggalkan bening embun di
kebun-kebun saat etalase merayu dan mengantarnya minggat ke kota untuk
selama-lamanya
Gus Nas Jogja, 28 Maret 2023
TADARUS RINDU
Tidur nyenyak dulu, nanti kita bertanya pada mimpi! Bolehkah
kita mengail surga dengan umpan secuil cinta?
Begitulah kau berbisik pada gerimis yang membasah di helai
rambutku
Sebelum sahur!
Lalu kita bertukar kantuk hingga remuk seluruh peluk
Tapi mimpi cuma menyuguhkan secawan puisi dan secangkir kopi
Begitulah kasih yang dikisahkan dalam bait-bait tadarus
malam ini
Lapar yang jenaka siang tadi kini diriwayatkan oleh rindu di
garis lucu
Gus Nas Jogja, 28 Maret 2023
DOA DI MALAM KE TUJUH
Dengan iman seujung kuku
Kuatkah aku mengetuk cintaMu
Di bukit puasa
Dedaunan nafsu berserakan
Jalan setapak ke Puncak Puisi
Harus diuji dan dipuja oleh rindu
Dengan menggenggam gelora
Doa-doa kupecahkan ke cakrawala
Berharap padaMu
Ampunan seakar-akarnya
Sebening-bening takwa
Kukafani jiwa-ragaku
Berjanji seia-sekata
Mikraj berdua di Mihrab Puisi
Malam ini kuikat kuat-kuat kewalianku
Diakadkan hati dan rindu Bulan Suci
Cincin cinta kusematkan
MemesraiMu
Begitu kudus tadarusku
Tak hendak bertepuk sebelah tangan
Kugenggam erat jemariMu
Amin
Gus Nas Jogja, 28 Maret 2023
TUHAN, HARI INI PUASAKU LEBAY
Sesudah sahur dengan lauk Sate Kere
Hari ini puasaku mendadak lebay
Menjelang sholat pagi tadi
Sudah terlintas di kepala bayangan kolak dan cendol
Sejam sesudahnya
Balado jengkol dan sambel pete mampir di benak
Berulangkali kutaklukkan nafsu abal-abal itu
Tapi siang ini makin lebay doaku
Melihat jeruji sepeda saja
Khayalanku tertuju pada Sate Klathak
Pun saat melihat kemoceng
Ada ayam goreng Bu Tini nyelip di imajinasi
Tuhanku
Kenapa adzan Asar dan Maghrib tak ada beda
Saya jadi khawatir sekali
Banyak orang tertukar olehnya
Gus Nas Jogja, 31 Maret 2023
MALAM KE SEMBILAN
Sudah berbukit-bukit munajat di ketinggian langit usai
kudaki
Di malam ke sembilan ini
Kutekuk kantuk di ketiakku
Kuremuk rindu di akar kalbu
Bertombak tahmid perburuan ini kumulai
Kuwakafkan iktikafku
Jika sewaktu-waktu Tuhan menampakkan gemerlapNya
Akan kutombak Ia dengan cintaku
Di rimba rahmat ini
Labirin iman memacu jantungku
Pergumulan rindu begitu seru
Antara pencinta dengan yang dicintai
Saling memukau di kamar sunyi
Desis tasbih mendesah di bilik rindu
Pencari dan yang dicari sudah saling bertemu
Lalu apa?
Tuhanku
Di malam ke sembilan ini
Air mata puisi telah sampai di mihrab suci
Gus Nas Jogja, 31 Maret 2023
TAK PERLU, TAPI PERLU
Tak perlu kaki untuk mengejar mimpi
Tak perlu sayap untuk mengepak senyap
Tak perlu mawar untuk mengejar debar
Tak perlu harta untuk menjerat cinta
Tak perlu melati untuk bukti menyayangi
Tapi
Perlu kuasa untuk menindas rakyatnya
Perlu kata untuk menyakiti sesama
Perlu doa untuk kita merendah hati
Perlu keadilan untuk memakmurkan bangsa
Perlu puisi untuk mengobati
dan menyembuhkan negeri ini
Gus Nas Jogja, 2 April 2023
ALANGKAH JENAKA LAPAR INI
Alangkah jenaka lapar ini
Sudah kubilang ini Bulan Suci, lapar tetap saja rewel di
pagi hari
Dikabarkannya padaku bahwa roti bakar lapis coklat dan
secangkir kopi itu maknyus dinikmati sembari menyaksikan ulah netizen
meng-ghibah kanan-kiri
Betapa lucunya lapar ini
Sudah kubilang ini Bulan Suci, lapar terus membuntuti dan
datang kembali di siang hari menawarkan sepiring khayalan tentang Rumah Makan
Padang yang menyajikan rendang, kikil, ayam pop, daging cincang, sambal hijau,
kentang balado hingga paru kering dan seterusnya
Alangkah bebalnya lapar ini
Sudah kubilang ini Bulan Suci, tapi ia tak kenal putus-asa
menggoda dan merayu agar yang kupedulikan hanya perutku sendiri dan melalaikan
jutaan perut fakir-miskin lain yang merasakan lapar tak cuma di Bulan Suci
Maka,
dengan mengucap istighfar,
aku tega menampar laparku!
Gus Nas Jogja, 5 April 2023
SUJUD SEMESTA
Simaklah dengan seksama gerak-gerik hatimu
Di semak-semak mana ia menyembunyikan rindu
Sebab yang tak paham rakaat keabadian
Akan tersesat di jalan pulang
Di sujud semesta
Rumput dan ilalang bersahutan bertasbih
Tahmid lazuardi membiru di ufuk hijrah membisu
Bersiaplah untuk pergi jauh
Ziarah di keabadian yang tak akan pernah kembali
Tak cukup bekal iman di dompet
Tak cukup bekal ilmu di buku-buku
Pun dengan tabungan amal berkwintal-kwintal
Mahkamah waktu
Hakim sejarah
Pengadilan cinta yang akan mengharu-biru
Serahkan puji dan syukur hanya ke hadiratNya
Ketabahan puisi
Kejahatan kata-kata
Kesabaran berjilid-jilid kamus dalam alenia duka-cita
Sujud semesta berpusat di kalbu
Delapan arah angin mendekap
Mendidih di bait-bait doa dalam seloka rindu
Gus Nas Jogja, 6 April 2023
H.M. NASRUDDIN ANSHORIY CH. atau biasa dipanggil Gus Nas mulai menulis puisi sejak masih SMP pada tahun 1979. Tahun 1983, puisinya yang mengritik Orde Baru sempat membuat heboh Indonesia dan melibatkan Emha Ainun Nadjib, H.B. Jassin, Mochtar Lubis, W.S. Rendra dan Sapardi Djoko Damono menulis komentarnya di berbagai koran nasional. Tahun 1984 mendirikan Lingkaran Sastra Pesantren dan Teater Sakral di Pesantren Tebuireng, Jombang. Pada tahun itu pula tulisannya berupa puisi, esai dan kolom mulai menghiasi halaman berbagai koran dan majalah nasional, seperti Horison, Prisma, Kompas, Sinar Harapan dan lainnya.
Tahun 1987 menjadi Pembicara di Forum Puisi Indonesia di TIM dan Pembicara di Third’s South East Asian Writers Conference di National University of Singapore. Tahun 1991 puisinya berjudul Midnight Man terpilih sebagai puisi terbaik dalam New Voice of Asia dan dimuat di Majalah Solidarity, Philippines. Tahun 1995 meraih penghargaan sebagai penulis puisi terbaik versi pemirsa dalam rangka 50 Tahun Indonesia Merdeka yang diselenggarakan oleh ANTV dan Harian Republika.
Menulis sejumlah buku, antara lain berjudul Berjuang dari Pinggir (LP3ES Jakarta), Kearifan Lingkungan Budaya Jawa (Obor Indonesia), Strategi Kebudayaan (Unibraw Press Malang), Bangsa Gagal (LKiS). Pernah menjadi peneliti sosial-budaya di LP3ES, P3M, dan peneliti lepas di LIPI; menjadi konsultan manajemen; menjadi Produser sejumlah film bersama Deddy Mizwar. Tahun 2008 menggagas dan mendeklarasikan berdirinya Desa Kebangsaan di kawasan Pegunungan Sewu bersama sejumlah tokoh nasional. Tahun 2013 menjadi Pembicara Kunci pada World Culture Forum yang diselenggarakan Kemendikbud dan UNESCO di Bali.